LIMA PULUH ENAM : Mengenang Kembali

230K 19.2K 1.3K
                                    

"NOONA!" Yura tertawa kecil ketika melihat seseorang berteriak ke arahnya dan melambai-lambaikan tangan antusias. Laki-laki itu tersenyum lebar dan hendak memeluknya, tetapi tidak jadi ketika mendengar Aldrich menggeram.

"Ini untukmu," ucap Yura sembari menyodorkan paper bag yang berisikan benda-benda yang diminta Dave kepadanya.

Dave mengangkat satu lighstick, masih dengan senyuman lebar tercetak di wajahnya. "Terima kasih banyak," ungkapnya.

Yura mengangguk kecil. "Tapi kuberikan yang warna merah muda dan bukan biru, tidak apa-apa?"

"Syukur masih dibelikan," cibir Aldrich yang kemudian disambut pelototan gratis dari Yura.

Dave menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, yang penting menyala. Sekali lagi terima kasih, noona."

Aldrich menggenggam tangan Yura, membuat perempuan itu menoleh dan mengangkat dagu seolah bertanya.

"Kau lapar? Ayo pergi makan ke suatu tempat."

Yura langsung mengangguk penuh semangat. "Ayo. Tapi bukankah kau bilang akan mengunjungi makam ibumu?"

"Setelah makan saja."

"Baiklah."

"Dave," panggil Aldrich yang membuat Dave mengalihkan perhatiannya sejenak dari barang-barang yang dibelikan Yura. "Apa?"

"Masuk ke dalam rumah, aku dan Yura akan pergi."

"Ke mana? Bolehkah aku ikut?"

Aldrich tidak menjawab, tapi melempar tatapan tajam yang mengintimidasi. Hal itu membuat Dave mendengus. "Baiklah. Tapi apa kau tidak mau memberi sesuatu padaku? Kau kan sama-sama dari Korea bersama noona."

"Tidak, masuk."

Dave berdecih dan masuk kedalam rumah dan langkah-langkah panjang.

"Kemana kita akan pergi?" tanya Yura kemudian setelah mereka masuk kembali ke dalam mobil.

"Aku ingin makanan laut, kau tidak keberatan?"

Yura menggeleng. "Mengapa tidak ke restoranmu saja?"

Aldrich mulai melajukan mobilnya. "Restoran milikku kan sudah kuserahkan padamu."

"Maksudku itu."

"Kau ingin ke sana saja?"

"Terserah sebenarnya."

"Baiklah, di sana juga ada hidangan makanan laut sejauh yang kuingat."

Keadaan menjadi hening untuk beberapa saat, Yura yang melihat keluar jendela dan Aldrich yang sibuk menyetir membuat suasana tenang yang menyenangkan. Yura mengembuskan napas pelan, menoleh dan menatap Aldrich yang tampak tampan.

"Aku tahu aku tampan, tapi jangan lihat sampai matamu seakan akan keluar seperti itu."

Yura terkesiap dan berdecih. "Jangan berlebihan."

"Tapi soal kau yang memerhatikanku itu benar bukan?"

Yura mengangguk. "Memang benar."

"Berarti benar juga bahwa kau semakin jatuh dalam pesonaku."

Aldrich menolehkan wajahnya sejenak dan mengedipkan mata, membuat Yura segera memasang ekspresi seakan ingin muntah. "Menjijikkan," ejeknya.

Aldrich tertawa kecil.

Yura menyisir rambutnya dengan tangan, lalu tersenyum karena kejadian tadi.

***

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang