Epilog

5.7K 320 14
                                        

"Udah-udah jangan godain jomblo. Kita godain aja pasangan yang belum nikah," kata Ziddan.

Wajah Cikko dan Mora memerah padam.
Mereka menegakkan tubuhnya merasa ucapan Ziddan menyindir mereka. Mora dan Cikko kemudian berpandangan. Ada perasaan marah saat Ziddan menyindir itu.

"Jangan terlalu didengar," kata Mora menenangkan.

Cikko diam saja. Ia menggenggam tangan Mora erat. Ia sedang berpikir apa ini saatnya membawa hubungannya ke jenjang berikutnya? Selama menjalani hubungan dengan Mora, Cikko sempat berpikiran akan membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan. Tapi ia takut, Mora masih muda.

"Iya. Kapan kalian menikah?" tanya Puput antusias.

Mora menatap Cikko yang sibuk dengan lamunannya itu. Lalu pandangan Mora kembali ke Puput. Ia menggeleng, tidak tahu hubungannya dengan Cikko akan berakhir dipelaminan atau tidak. Hubungan mereka masih seumur jagung dan selama ini tidak ada perbincangan menuju ke sana.

"Cikko, mau nunggu Mora diambil orang dulu lo?" sindir Ziddan.

Cikko tergagap lalu menatap semua orang yang ada di meja. Lalu pandangannya berhenti di gadis sebelahnya. Ia menarik napas panjang, meyakinkan hati jika Mora memang yang terbaik. Semoga saja dirinya juga yang terbaik untuk Mora.

Ini saatnya, Cikko.

Cikko berdiri sambil menarik tangan Mora. Lalu ia melangkah di dekat meja yang tadi mereka duduki.

Semua orang yang ada di meja menoleh ke Cikko. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya akan dilakukan Cikko dan Mora.

Mora menoleh ke teman-temannya. Ia bingung kenapa Cikko mengajaknya berdiri. Apalagi wajah Cikko tampak tegang. Tidak seperti beberapa menit yang lalu.

Cikko mengusap punggung tangan Mora dengan ibu jari. Membuat pandangan Mora kembali tertuju kepadanya. Mata Cikko menatap Mora. Mata yang selama ini selalu menatapnya penuh cinta.

"Mora," panggil Cikko lembut.

Jantung Mora berdetak tak keruan. Matanya menatap Cikko yang menatapnya dalam. Mora sama sekali tidak bisa berpaling dari tatapan itu.

"Mora. Ada yang ingin aku sampaikan." Cikko menatap ke teman-temannya. Ia melihat raut penasaran dari teman-temannya itu. Tapi tidak dengan Ziddan yang tampak mengangkat jempol ke arahnya. Seperti memberikan dukungan untuknya.

"Hari ini."  Cikko menghentikan ucapannya. Ia kembali menatap Mora yang sama sekali tidak mengalihkan pandang. "Aku ingin memintamu menjadi istriku. Maukah kamu menikah denganku?"

Genggaman tangan Mora terlepas. Ia sama sekali tidak menyangka Cikko akan melamarnya secepat ini.

"Terima! Terima! Terima!"

Terdengar teriakan dari teman-teman Mora. Mora mengalihkan pandang, bukan temannya saja tapi pengujung restoran ikut menyorakkan kata 'terima'.

Jantung Cikko berdetak tidak karuan menanti jawaban dari Mora. Ternyata benar apa yang dikatakan orang, melamar tidak semudah yang dilihat.

Mora kembali mengalihkan pandang ke Cikko. Ia senang bukan main, tapi ia ingin diyakinkan. Ia takut perbuatan Cikko karena tidak suka dengan ledekan Ziddan beberapa menit yang lalu. "Apa ini tidak terlalu cepat?"

Cikko menggeleng tegas. "Tidak ada yang terlalu cepat. Saat aku mengatakan cinta, itu artinya aku tidak akan pernah main-main."

Hati Mora seolah meleleh mendengar jawaban itu. Sekarang ia yakin Cikko takdirnya. Jodoh yang dikirimkan Tuhan untuknya. Mora tersenyum manis, kemudian mengangguk. "Iya, Kak. Aku terima."

Beban yang sempat membelenggu Cikko kini hilang. Ia memeluk Mora erat.  "Makasih. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencitaimu, Kak." Tangan Mora membalas pelukan Cikko erat. Hari ini adalah hari bahagia untuk Mora.

"Cincinnya mana, nih?"

Cikko mendengar teriakan entah teriakan siapa. Ia seolah sadar apa yang sudah dilakukan. Melamar seorang gadis tanpa cincin. Kemudian Cikko teringat sesuatu. Ia mengurai pelukan lalu merogoh sesuatu di saku kemejanya.

"Kenapa, Kak?" tanya Mora penasaran.

Cikko mengeluarkan benda yang selama ini ia simpan. Sebuah perhiasan yang ia beli tanpa alasan. Sekarang ia tahu, mungkin saat itu hatinya sudah memilih Mora.

Setelah mengeluarkan benda itu, Cikko bersimpuh di hadapan Mora. Ia memakaikan gelang kaki di kaki kanan Mora. "Maaf. Aku hanya punya gelang kaki."

Mora menunduk, melihat gelang kaki dengan ornamen hati. Mora berkaca-kaca. Cikko memang romantis dengan caranya sendiri. Orang lain melamar pasangan dengan cincin, sedangkan Cikko dengan gelang kaki. Tapi Mora senang dengan perbuatan Cikko. "Terima kasih, Kak."

Cikko mengangguk. Ia berdiri lalu memeluk Mora erat. "Semoga dengan gelang kaki itu membuatmu selalu terikat denganku. Gelang yang selalu menemani setiap langkahmu, dan gelang yang akan membawamu kembali kepada seorang Cikko Herdianto. Aku mencintaimu."

How Can I Move On?Место, где живут истории. Откройте их для себя