Part 41

5.4K 207 3
                                    

Bahkan sekalipun aku melihat sosok tertampan didunia,
untuk membuka hati bukanlah hal yang mudah

-aisya
.
.
.
.

Aku melenggang memasuki rumah sakit. Masuk keruanganku dan kemudian mengganti sendal yang kupakai dengan sepatu hak tinggi. Melapisi bajuku dengan jas putih khas dokter. Sudah dua bulan ini semenjak aku tidak lagi berhubungan dengan Saqif. Aku lebih sering pulang terlambat dari rumah sakit. Entah sekedar bebincang hingga larut atau memang karena bertugas. Atau bahkan meminta tugas.

Tiba-tiba pak kepala bagian melewati ruanganku bersama sosok yang bertubuh tinggi. Bisa diperkirakan tubuhnya jauh menjulang keatas dibanding dengan aku yang bertubuh bulat dan pendek. Mungkin aku hanya sedadanya saja. Seorang suster lewat, aku menggenggam tangannya.

"Itu siapa?" Ia melihat arah telunjukku.

"Oh, itu dokter baru. Ganteng banget, Dok. Rekornya besar, tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan operasi." Jelas suster itu sambil menatap langkah dokter baru itu.

"Siapa nam.." Handphoneku bergetar lalu setelah menjawabnya aku segera meraih pulpenku dan berlari.
.
.
.
.

Aku masuk kedalam ruangan ini. Besar dan banyak bangku. Biasanya ruangan ini untuk konferensi sesama staff bedah. Membicarakan hal-hal penting. Aku melangkah ke tempat duduk yang kosong. Sedikit keatas, karena sususanannya seperti bangku bioskop.

Setelah dibuka dengan berbagai topik pembicaraan, kepala bagian mengambil alih. Sedikit memberi wejangan-wejangan kecil untuk kami.

"Kita kedatangan seorang dokter baru. Dokter Javie, silahkan." Kepala bagian melirik ke bagian atas dari bangku-bangku.

Aku melirik posisi duduk dokter yang namanya Javie itu. Kemudian menyadari ia dudu dibelakangku. Tepat dibelakangku. Ketika aku meliriknya ia hanya tersenyum kemudian bangkit melangkah kedepan.

Tubuhnya tinggi. Jalannya juga tegap. Wanginya juga berbeda, tercium ketika ia lewat. Hidungnya mancung tapi tidak seperti orang barat. Bibirnya tipis dan senyumnya manis, bisa membuat orang ingin menatapnya selalu.

"Halo, saya Javie Rakha. Saya harap kita bisa bekerja sama." Ucapnya kemudian membungkuk.

Bisa kulihat beberapa dokter muda tahun pertama dan kedua mulai menatapnya dengan tatapan kagum. Tapi mata Javie tak lepas dari sosok yang ia tatap dibangku bagian atas. Aku melirik kebelakang. Tapi tak ada siapa siapa. Yang ada hanya aku. Apa?
.
.
.
.

Setelah dari ruang praktek, aku kembali ke ruangan fellow ku siang itu. Aku melepas jas putih itu dan menggantungnya lalu keluar. Aku ingin mencari makanan yang lezat diluar. Tiba-tiba langkahku terhenti ketika menutup pintu.

"Mau makan siang?" Ia bersandar pada dinding dan melipat tangannya didepan dada.

Aku mengangguk, "Ya, kamu juga?"

Ia mengangguk, "Ayo kalau begitu, kamu harus menemaniku makan."

Ia menarik tanganku memasuki mobil honda city-nya. Ketika dihidupkan suaranya membuatku cukup terkejut. Dan aku yakin, siapapun yang melihat mobil ini, akan mengira ini adalah mobil siswa SMU. Suaranya menderu sekali.

Javie memilih sebuah caffe, tampaknya sepi. Ia mengganti sepatunya dengan sendal biasa. Kemudian kami berdua turun dan memasuki caffe. Berjalan disebelahnya membuatku terlihat seperti anaknya. Terbilang jauh dengannya yang tinggi, aku seperti kurcaci disebelah raksasa. Kami memilih duduk disudut, dekat jendela besar berwarna hitam. Menunjukkan jalanan yang ramai.

"Kamu punya pacar?" Tanya-nya sambul melihat buku menu.

Aku menggeleng.

"Suami?"

"Itu lagi." Aku tertawa.

"Berarti kamu aman jika aku ingn menculikmu." Ia tersenyum tipis.

Aduh senyumnya, meleleh dedek bang, batinku.

"Kamu sendiri?" Tanyaku.

"Sedang mencari." Ia mengangguk-angguk sambil terus melihat menu.

"Mencari pacar?" Tanyaku lagi.

"Istri."

Deg.
Duh abang, nyari istri ya? Manis sekali wajahnya jika diperhatikan. Selama dimobil tadi aku hanya mencuri curi pandang saja. Tapi kali ini, aku duduk didepannya. Aku bisa melihat, kulitnya yang putih bersih. Bahkan ia lebih putih dariku.

Tapi kenapa aku jadi memikirkannya?
.
.
.
.

Selama makan kami banyak berbincang-bincang. Lebih banyak masalah pribadi. Rumahnya tak jauh dari rumahku. Tapi katanya itu hanya rumah sementara, sedangkan rumah tetapnya sedang di renovasi. Sejak SMU ia suka balapan. Ia jauh lebih tua dariku dua tahun. Dan SMUnya juga bertetangga dengan SMU Harapan tempat sekolahku dulu.

"Kamu lagi deket sama orang?" Oh, orang satu ini. Kenapa bertanya harus setiba-tiba itu?

Aku menggeleng.

"Kenapa?"

"Harus cerita?" Tanyaku.

Ia mengangguk.

"Aku dekat dengan cowo selama hampir sebelas tahun sejak aku kelas dua SMU. Dia selalu bilang dia cinta. Dua bulan lalu aku tanyakan status kami, ia menolak dan bilang tidak akan ada pernikahan diantara kami." Aku mulai bercerita panjang lebar.

"Hanya lelah tanpa kepastian." Sambungku.

Ia mengangguk-angguk. Kemudian memanggil pelayan dan menyerahkan beberapa lembar uang. Kemudian menatapku dalam.

"Sejak pertama aku masuk kerumah sakit, perhatianku tertuju padamu. Ayo lebih mengenal, dengan sebuah status berbeda." Ucapnya, aku memiringkan kepala tak mengerti.

"Aku ingin menemui ibumu." Sambungnya lagi kemudian menarik tanganku keluar dari caffe.

Membuka hati tak semudah itu, batinku

••••

UMAYGAT, GAES AKU JUGA MAU DONG. KETEMU COWO GANTENG LANGSUNG KETEMU MAMSKI GUEH. DEDEK AJA YANG DILAMAR BANG.

GIMANA? SETELAH PATAH HATI DUA KALI, KEYRINA BAKALAN BUKA HATI LAGI GA YA?

VOTE COMMENT DONG GAES BIAR MAKIN SERU INI UDAH MAU KE AKHIR BTW LOH😩😩😩😩😩😩😩😩😩

UDAH AH

GOMAWO🙏💙

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang