ENAM PULUH DELAPAN

185K 14.5K 781
                                    

"Aku sudah berusaha berhati-hati, Charlie. Tapi siapa yang tahu bahaya akan terjadi pada kita? Tidak ada. Jadi berhenti bicara soal kehati-hatian karena aku sudah sangat paham dengan kata itu," ucap Yura panjang sembari menatap laki-laki yang kini terbalut jas putih khas dokter. Charlie mengembuskan napas perlahan, wajahnya yang tampan tetapi kaku tampak tak berubah.

"Baiklah, tapi aku hanya mengingatkanmu saja. Aku yakin Aldrich akan mengoceh lebih panjang lagi, siap-siap saja."

Yura mendengus, melirik ke arah pintu ruangan tempat di mana ia berada sekarang. Yakni sebuah ruangan bagi mereka yang membutuhkan penanganan segera tetapi baru masuk ke rumah sakit. Yura merasa ini berlebihan​, karena di samping fakta bahwa ia shock luar biasa, tidak ada luka yang membutuhkan hal besar seperti operasi.

"Kau tidak apa-apa jika aku tinggal kan?"

Yura menggeleng, tanda tidak keberatan.

"Baiklah, tapi jangan kemana-mana sebelum Aldrich datang. Dia akan kemari sebentar lagi, jadi jangan khawatir, semuanya akan aman di sini."

Yura mengangguk kecil, menatap Charlie yang berjalan dan hilang di balik pintu. Ia mendesah, menatap sekeliling dengan pandangan bingung. Tidak tahu harus melakukan apa selama menunggu Aldrich datang.

Omong-omong soal kejadian tadi, orang-orang yang kebanyakan mahasiswa membantunya untuk bangkit dan pergi ke rumah sakit. Sebenarnya detak jantung Yura masih kurang terkendali, beberapa kali berdetak lebih keras ketika mengingat kejadian yang hampir merenggut nyawanya itu.

Mengapa mobil itu langsung melesat pergi setelah hampir menabrak seseorang? Benar-benar keterlaluan. Padahal Yura yakin si pengendara dapat dengan baik mengemudikan mobilnya, mengapa harus 'menyempatkan' diri hendak menabrak orang lain? Terbukti dari lajunya yang kemudian mulus dan dapat berbelok dengan baik setelah hampir membuat Yura mati.

Ini pasti sebuah kesengajaan, dan Yura yakin ini adalah perbuatan A.

Tapi siapa itu A? Pertanyaan ini lah yang membuat segalanya menjadi rumit.

Alf? Dia sudah mengatakan bahwa bukan dia A yang dimaksud. Tetapi siapa yang tahu? Bisa saja Alf berbohong.

Lionel Axelo? Entahlah, apa motif laki-laki itu untuk mencelakakannya? Tidak masuk akal.

Jadi siapa lagi?

Tiba-tiba tubuh Yura menegang. Tidak mungkin, tidak mungkin kan kalau A itu Aldrich?

"Kau tidak apa-apa?"

Yura menoleh dengan cepat ketika suara itu berhasil membuat bulu tengkuknya meremang, Aldrich terlihat khawatir, kerutan di dahi tampak dalam gara-gara dia sering terlalu sering mengernyit.

"Aku baik-baik saja," jawab Yura sembari mengganti posisi duduk sehingga menghadap Aldrich yang berdecak pelan.

"Seharusnya aku terus berada di sisimu."

"Memang itu yang harus kau lakukan," balas Yura cepat, napasnya agak memburu.

"Maaf."

Aldrich mengecup bibir Yura sekilas, wajahnya tampak tulus, tenggelam di penyesalan yang dalam. "Maaf," ulangnya lagi.

"Kau tidak perlu meminta maaf, itu tidak akan membantu. Karena yang seharusnya kau lakukan adalah tetap di sini, di dekatku, melindungiku."

Aldrich mengusap pipi Yura lembut. "Maaf, memang seharusnya begitu. Tetapi urusan dengan Jonathan begitu menyita waktuku, aku akan keluar dari dunia itu, secepatnya. Untukmu."

"Tidak apa-apa? Jonathan tidak akan marah?"

"Dia pasti marah, tetapi akan kupikirkan jalan terbaik bersama Charlie."

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang