Part 2

22.2K 1.5K 16
                                        

Bandara Soekarno-Hatta
16.36 WIB

Seorang lelaki gagah terlihat berlari sambil menyeret kopernya menuju tempat kumpul para pilot dan pramugari sebelum terbang *idk namanya apa*.

"Hai, Capt! Buru-buru amat lo!" Salah satu pilot menepuk pelan pundak Ali. Ali kelelahan karena harus berlari sambil menyeret kopernya yang beratnya lebih dari 4 kg.

"Abis dari rumah calon istri. Gue ngos-ngosan gini bukannya dikasih minum malah ngejek! Sahabat macam apa lo." Sahut Ali pura-pura marah.

Pilot yang tadi menepuk pundak Ali adalah Rizky, sahabat pilotnya yang paling absurd. Pangkat Rizky dan Ali memang berbeda. Ali sudah menjabat sebagai Captain, sedangkan Kevin satu pangkat dibawahnya. Namun mereka tetap akrab tanpa memperdulikan perbedaan pangkat.

"Cie aja dah yang bentar lagi punya bini cantik. Gua mah apa atuh ngejar-ngejar Alice kagak pernah dapet." Ucap Rizky dengan mimik wajah yang dibuat lesu. Ali terkekeh pelan.

Alice adalah sahabat Rizky. Sahabat masa kecil lebih tepatnya. Sudah lama Rizky memendam rasa namun tak berani ia ungkapkan. Sampai Alice menikah dengan laki-laki lain, barulah Rizky menyesal. Kadang Ali sedih juga melihat cinta Rizky yang bertepuk sebelah tangan. Tapi mau diapakan lagi? Takdir sudah Tuhan yang atur. Begitupun jodoh. Kini, Rizky menikmati profesinya sebagai pilot dan satu maskapai dengan Ali.

"Udah jangan mikirin istri orang. Suaminya tau digaplok lo!" Ucap Ali kemudian tertawa.

"Captain Ali, apa ada yang lucu?"

Ali pun terdiam malu. Segera ia fokuskan dirinya lagi untuk membaca kertas pengarahannya hari ini.

                                ***

"Sayang.. udah dong nangisnya.. jangan buang airmata kamu dong.. Princess nya Papa sama Mama yang kuat dimana? Udah ya nangisnya.. cup cup cup.."

Berkali-kali Mama Ully berusaha menenangkan Prilly. Namun usahanya selalu gagal. Prilly tetap menangis meskipun matanya sudah membengkak.

"Pa.. Mama mau bicara."

Mama Ully dan Papa Rizal pun keluar dari kamar sang anak. Mereka membicarakan tentang rencana yang sudah mereka buat matang-matang.

"Pokoknya Mama tenang aja. Inshaallah, pilihan Papa sangat tepat." Bela Papa Rizal.

"Aku tau itu, Pa. Ali memang anak yang sangat santun dan bijaksana. Tapi dengan keadaan Prilly yang kayak gini apa kita tetap paksakan kehendak kita? Aku takut Prilly menerima semua ini karena gamau bikin kita sakit hati, Pa. Aku maunya Prilly menerima perjodohan ini dengan hatinya yang tulus." Jelas Mama Ully panjang lebar.

"Aku yakin, Prilly punya keputusan yang tepat untuk ini semua. Yang kita lakukan sekarang hanyalah sabar dan sabar. Prilly sudah cukup dewasa, Ma. Papa ingin yang terbaik untuk dia." Mama Ully pasrah. Suaminya memang tak bisa dibantah.

Diam-diam Prilly mendengar semuanya. Prilly merasa menjadi anak yang tak tau diuntung. Dari kecil ia sudah diberikan kasih sayang dan barang mewah yang berlimpah. Tapi kenapa ia menolak satu saja kemauan orangtuanya?

"Prilly setuju Pa. Prilly janji, Prilly akan berusaha menjadi istri yang baik untuk pilot itu. Prilly janji."

                                ***

"Li. Semuanya udah siap?" Tanya Rizky. Ali mengangguk. Pesawat yang akan mereka kendarai sudah siap untuk melaju di udara.

Rizky sudah berada dalam kokpit pesawat. Beberapa tombol sudah ia nyalakan. Perlengkapan keselamatan juga telah dipersiapkan. Para pramugara dan pramugari sudah siap untuk menyambut penumpang. Sekarang tinggal penumpang saja yang harus mereka tunggu.

Ali harus turun sebentar karena ada telepon dari sang ayah. Sebentar lagi pesawat akan take off. Ia mungkin harus mengatur waktu untuk Papanya berbicara.

"Kenapa lagi, Pa? Ali mau take off ke Singapore ini." Ucap Ali tak sabaran. Yang diseberang hanya terkekeh geli.

"Papa kok malah ketawa, sih? Cepetan ngomong. Papa mau Ali turun jabatan gara-gara pesawat yang Ali kendalikan gajadi take off?" Sungguh Ali mulai kesal dengan kembaran beda generasinya itu.

"Papa yakin, setelah mendapat kabar ini kamu pasti langsung minta ke Rizky buat gantiin kamu." Ucap Om Dharma ambigu.

"Papa ngomong opo?"

"Prilly setuju dengan perjodohan ini. Dia ingin kamu datang kerumahnya sekarang. Itu pun kalo kamu bisa."

Ali terbelalak kaget. Segera ia matikan sambungan telponnya dan kembali ke kokpit sekedar meminta sesuatu pada Rizky.

"HAH?! LO PIKIR GANTI KOPILOT KAYAK GANTI SUPIR ANGKOT GITU YANG SETIAP SAAT BISA? YA TUHAN ALI!!"

Ali menutup gendang telinganya karena suara Rizky yang sudah mencapai 7 oktaf. Untung kokpit hanya ada mereka berdua.

"Ya kan juga mendadak gue dikasih taunya. Mau ya? Ya? Ya ya ya?? Please.. demi masa depan gue ini." Mohon Ali. Rizky mengusap wajahnya kasar. Kalau menyangkut soal Prilly, pasti pesawat dinomerduakan.

"Lagian kan Papa lo bilang kalo bisa. Yaudah lo terbang dulu ke Singapore trus baru lusa lo kerumah Prilly Prilly itu. Lagian dia juga pasti ngerti kok sama kewajiban lo." Ucap Rizky gusar. Ali menggeleng kuat.

"Itu kode, bro. Cewek kalo bilang 'kalo bisa' itu berarti dia pengennya saat itu juga. Lagian nih ya, berdasarkan info yang gue dapet, calon bini gue nih manjanya kebangetan. Gue harus bisa naklukin dia dengan manjain dia. Persis kayak apa yang udah Papanya lakuin." Jelas Ali. Rizky menekan tombol didekat kotak hitam. Lewat microphone nya ia meminta ke bagian pusat untuk mempersiapkan kopilot baru.

"Thanks, Bro!! Cuma lo emang yang paling ngerti!" Ucap Ali penuh semangat.

"Daripada lo gajadi kawin yaudah gue iyain aja."

"Songong lo! Yaudah gue cuss dulu yak. Sampai jumpa lusa!"

"Titi dj, Bro! Moga cepet kawin!"

                                ***

"Hai, Prill." Sapa Ali agak gugup. Jujur, baru kali ini ia berinteraksi dengan wanita selain Mamanya. Wajar jika ia gugup sekarang.

"Hai juga, Li." Balas Prilly tak kalah gugupnya. Prilly akui, Ali terlihat sangat gagah dengan seragam pilot yang menempel pada tubuhnya.

"Hmm.. kamu udah setuju?" Tanya Ali basa-basi. Prilly mulai berani menatap mata Ali. Sumpah demi apapun, mata elang yang Ali miliki sangat indah.

"Iya. Tenang, aku ga terpaksa kok. Hati aku sendiri yang bilang." Ucap Prilly yang tentunya bohong. Ini semua ia lakukan agar orangtuanya bahagia. Ia hanya ingin melihat Papa dan Mamanya tak lagi mengkhawatirkan dirinya. Tak salah kan?

Ali tersenyum manis. Ia mulai berani menggenggam tangan Prilly. Tatapannya tak lepas dari wajah cantik gadis dihadapannya ini.

"Aku janji, aku akan menjadi suami yang terbaik untuk kamu. Inshaallah, selama ada aku disisi kamu, ga akan ada airmata yang terbuang sia-sia. Kecuali airmata bahagia." Ucap Ali sungguh-sungguh.

Entah perasaan apa yang menjalar dihatinya, Prilly terbius dengan tatapan elang itu. Sebisa mungkin ia membuang perasaannya jauh-jauh. Untuk saat ini, Prilly masih menutup rapat pintu hatinya untuk pria.

Ali tau apa yang sedang Prilly rasakan. Ali juga tau bahwa Prilly berbohong perihal perkataannya soal menerima perjodohan ini dari hati. Namun bukan Ali namanya jika mudah menyerah. Ok, seberapa kuat benteng pertahanan Prilly nantinya.















Lagi baik nih. Publish 2 part sekaligus dalam 1 hari. Hehe

Till The End (New Version)Where stories live. Discover now