Mr. Gio Armano Kenneth Dimitra

19K 828 5
                                    

Gio Armano Kenneth Dimitra. Putra kedua dari keluarga Dimitra. Seorang pria yang paling cocok untuk di daulat memegang kekuasaan Luzuar co.. Chairman dari kantor cabang Luzuar. Mempunyai otak brilliant, harta melimpah dan juga arogan. Kearoganannya sering kali membuatnya disindir oleh salah satu saudara kembarnya dan adik bungsunya. Kearoganannya juga yang sering membuatnya diceramahi oleh sang ayah, kakek dan neneknya.

Gio Armano Kenneth Dimitra. Banyak orang memanggilnya Gio. Hanya keluarga saja yang memanggilnya Arman. Baginya, keluarga nomor satu. Pekerjaan nomor dua, sementara percintaan menjadi nomor kesekian setelah daftar pekerjaannya. Seorang perfectionist yang berhasil membuat perusahaan Luzuar menjadi semakin besar.

"Permisi pak," panggil seorang karyawan pada Arman.

Arman tidak menjawab tapi, matanya menegaskan kalau dia meminta kelanjutan dari bawahannya itu.

"Ini daftar anak magang untuk perusahaan kita selama tiga bulan ke depan," ujar karyawan itu sambil menodongkan sebuah clear holder yang cukup tebal pada Arman. Arman menerima clear holder itu dan mengangguk.

"Akan saya periksa. Ambil ini nanti jam dua,"

"Baik pak,"

Arman melanjutkan langkahnya menuju ke lift yang akan membawanya ke lantai 17 lantai dimana kantornya berada. Armano menatap isi clear holder itu satu per satu, lembar per lembar. Sesekali kepalanya mengangguk. Keluar dari lift Arman disambut keadaan sepi. Tidak ada seorang pun disana, sebenarnya ada seorang receptionist disana. Tapi, sepertinya sang receptionist sedang pergi ke toilet. Arman tidak pernah ambil pusing dengan masalah itu.

Langkah kaki Arman terdengar begitu pelan tapi pasti, menjajaki setiap petak lantai marmer yang ada sampai ke ruangannya. Di dalam ruangan itu lah Arman banyak menghabiskan waktunya. Tak jarang dia tinggal dan tidur disana.

"Hhh..." Arman menghela napas.

Dia mendudukan dirinya di kursi kebesarannya, dan meletakan clear holder yang dia bawa. Arman mengeluarkan selembar kertas dan menuliskan sesuatu di kertas itu sebelum menandatangani kertas tersebut. Setelah selesai Arman menyelipkan kertas itu dalam clear holder dan menyandarkan punggungnya di kursinya.

"Mami..." Bisik Arman.

Mata Arman menatap ke arah sebuah foto keluarga yang dia miliki. Fotonya bersama Allecia sang ibu, Alvaro sang ayah, Ardan kakak kembarnya, dan Arsen adik kembarnya. Seingatnya foto itu diambil saat sang ibu sedang mengandung adik bungsunya dan foto itu adalah foto terakhirnya dengan sang ibu.

"Arman kangen mami..." Bisiknya.

Arman mengambil foto itu dan mengusapnya perlahan.

"Kak Ardan sekarang tinggal di apart punya mami. Dia buka perusahaan Bodyguard. Dia tuh bodoh banget tahu mi. Dia tawari pekerjaan oleh CIA, FBI, MI-6 tapi, dia tolak semua,"

Arman terdiam sebentar, seolah memikirkan apa lagi yang harus dia ceritakan.

"Arsen sekarang sudah sehat banget mi. Dia sudah gak pernah sakit-sakitan seperti dulu. Bahkan Arsen sekarang jadi dokter yang handal mi. Kemampuannya diakui di asosiasi dokter sedunia. Hebatkan kan dia?" Arman terkekeh kecil kala mengingat kembarannya itu dulu sangat lemah.

"Lalu, Alesha... Dia cantik seperti mami. Alesha manja sekali sama papi. Alesha sekarang jadi ratu di rumah kita mi..."

Arman terdiam. Pikirannya menerawang, mengenang masa sewaktu dia berumur 10 tahun. Masa dimana maminya masih hidup dan sedang mengandung Alesha.

"Inget pesan mami ya, Ardan, Arman, Arsen... Kalian bertiga harus sayang sama Alesha. Jangan galak-galak sama dia. Boleh sih galak kalau dia keterlaluan. Kalian bertiga harus jaga Alesha baik-baik. Jangan pernah salahkan Alesha atas apa yang terjadi sama mami... Paham?"

Saat itu Arman dan kedua saudara kembarnya mengangguk, menuruti keinginan ibunya. Bahkan mereka bertiga mengikat janji dengan sang ibu.

"Arman akan tepati janji Arman mi... Mami tenang saja. Kak Ardan, Arman dan Arsen akan menjaga Alesha dan papi baik-baik,"

Arman menutup matanya sekilas. Dia terdiam menikmati kesunyian di ruangannya. Sampai alaram ponselnya berbunyi.

"Arman pergi dulu mi... Doakan Arman sukses dalam rapat kali ini," ujar Arman sekilas.

Arman merapikan jasnya dan segera keluar dari ruangan itu menuju ke ruang rapat. Seperti biasa dia akan memasang wajah datarnya ketika dia berada di luar ruangannya.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang