05 - Kedai Es Krim

1.7K 125 20
                                    

Hati ini baik-baik saja.
Meski harus berusaha agar tetap bertahan dan tidak menimbulkan keretakan.

- Teruntuk; ARBA! -

•••

Di sini lah mereka sekarang. Duduk di kafe dekat jendela dan bisa melihat bagaimana pejalan kaki mau pun motor dan mobil yang berlalu lalang.

Naura, Lina dan Wilda sedang menyantap es krimnya masing-masing dengan rasa yang berbeda-beda. Naura dengan rasa stroberi kesukaannya, Lina dengan rasa matcha kesukaannya, dan Wilda si pecinta coklat.

"Ini kapan ceritanya, sih?" Lina mendengus melihat Wilda yang asik memasukkan es krim ke dalam mulutnya sendiri.

"Bentar, sayang dikit lagi," jawab Wilda setelah menelan es krim di mulutnya.

"Namanya juga Wilda, napsu banget kalau udah berbau coklat. Tapi heran, itu badan nggak pernah melar," sahut Naura dengan santai.

"Iya, nggak jauh beda sama lo. Makan banyak tapi tetap kurus. Cacingan," sambar Lina. Naura memutar bola matanya kesal.

Naura memang begitu, badannya kurus padahal banyak makan. Juga Wilda yang sering sekali memakan coklat, tapi tidak berlemak. Berbeda dengan Lina yang harus mengatur pola makannya. Dia tidak gemuk, hanya saja kalau porsi makannya berlebih, berat badannya bertambah dengan cepat. Apalagi, pipinya memang sangat chubby.

Naura mendengus. "Ini udah jadi takdir dari Allah. Ya, mau gimana lagi? Ya kali gue suntik pembesar tubuh."

"Emang ada ya?" tanya Wilda.

"Mana gue tahu yang kayak begituan," jawab Naura acuh. "Enakan juga jadi diri sendiri, apa adanya, tanpa rekayasa."

"Iya-iya." Lina mengalah.

"Cerita dong, Wil! Lama bener lo makan," kata Naura yang sudah sangat bosan berada di tempat ini karena pengunjung semakin ramai saja.

"Iya nih, udah." Wilda menaruh sendoknya. Ia pun mulai menceritakan semuanya pada Naura dan Lina. "Kalau di sekolah, gue sama Juan itu jarang banget ngobrol. Dia sering ke kantin bareng sama si Ayu. Tapi yang ngajakin si Ayu sih, kadang bareng gue juga."

"Waktu lo ke kantin bareng pun, lo sama Arba nggak ada ngobrol sedikit pun?" tanya Lina yang merasa keheranan.

Wilda mengangguk menjawab. "Serius, deh. Makanya anak kelas pada nggak tahu kalau gue sama Juan saling kenal bahkan satu SMP. Termasuk Ayu sekali pun, dia nggak tahu."

"Gilak! Kok bisa, sih?" Lina semakin penasaran.

"Gue nggak tahu. Setiap kali gue, Ayu dan Juan jalan bareng, dia tuh kayak menghindar dari gue gitu. Jadi gue merasa canggung sendiri. Mau nyapa juga gimana? Gue udah ogah duluan liat sikap dia yang kayak gitu," kata Wilda.

"Jalan bareng?" Naura kini bersuara. "Maksud lo jalan bareng?" Naura bertanya lagi dengan wajah serius.

"Astaga!" Wilda menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Duh, keceplosan! batin Wilda merutuki dirinya sendiri.

"Oh, ayo lah, Wil. Ceritain aja semuanya nggak apa-apa. Justru gue nggak suka kalau lo menyembunyikan sesuatu dari gue. Sekali pun itu menyakitkan hati gue, lo harus tetap cerita!" ucap Naura.

"Oke." Wilda menghela napas pelan. "Gue, Ayu, Juan, sama Septian temen kelas gue juga. Kita berempat main ke mall beberapa minggu yang lalu, belum lama banget, sih. Terus--"

"Double date gitu ceritanya?" potong Lina bertanya.

Wilda memutar bola matanya kesal.

"Dengerin dulu, Lin," kata Naura, serius. "Lanjut, Wil," ucapnya pada Wilda.

Teruntuk; ARBA! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang