Sebelas

24K 2.4K 116
                                    

Tidak ada yang perlu disesali atas apa yang terjadi di masa lalu, hanya perlu memperbaiki masa sekarang untuk kebaikan di masa mendatang. Luka, tangis, canda, tawa, kebahagiaan bisa terjadi kapan saja tanpa ada yang bisa menerka-nerka.

Namun, yang perlu diketahui adalah jangan terus menangisi luka yang tertancap di hati karena hal itu tidak akan bisa merubah keadaan. Cukup tersenyum dan jalani hidup dengan semangat.

Kita tidak bisa mendikte masa depan akan seperti apa, seperti halnya Zea dan Kenzio, mereka dua orang yang saling mencintai tapi sulit untuk bersatu.

Zea tengah menangis tersedu-sedu di pojok kamarnya saat mendengar fakta yang mengejutkan beberapa saat lalu, tepat Safira membawa perempuan yang akan dinikahkan dengan Kenzio di apartemennya.

Dan yang lebih mengejutkan lagi perempuan itu adalah Valen, sahabat Zea sendiri. Siapa yang tidak akan sakit jika mengalami kenyataan yang seperti ini? Mungkin sakit saja tidak bisa menggambarkan suasana hati Zea saat ini.

Kenapa harapan itu seakan terasa nyata padahal dia akan menikah dengan perempuan lain?

Zea menghapus air matanya kemudian bergegas keluar kamar menemui tiga orang yang duduk di sofa. Raut kaget tampak jelas dari wajah mereka melihat keadaan Zea yang berantakan dengan mata sembab dan rambut acak-acakan.

"Udah puas sakitin aku?" tanya Zea menatap Kenzio dan Valen bergantian.

Safira berusaha menjelaskan tapi langsung dipotong oleh Zea. Ia menatap Valen. "Lalu apa bedanya lo dengan Kyara, Len? Katanya lo benci perusak tapi nyatanya apa? Justru lo rebut milik gue!"

Zea menghela napas kemudian menatap Kenzio. "Sakit, Ken! Setelah terbangkan ke awan lalu hempaskan ke bumi, tega Ken!"

Zea beralih menatap Safira. "Apa kurangnya Zea, nek? Sampai nenek gak merestui aku dengan Ken? Apa karena Zea gak pintar masak? Apa karena Valen yang terbaik?"

"Zea, ada sesuatu yang harus kamu tahu!" Safira berusaha menjelaskan tapi Zea langsung menggeleng. "Apapun alasannya, hatiku sudah terlanjur sakit." Ia berlalu ke kamarnya dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

Bohong kalau Kenzio tega meninggalkan Zea, ia ingin selalu memeluk Zea dan berkata 'aku mencintaimu, semua akan baik-baik saja' tapi ucapan itu tertahan di bibirnya.

Safira dan Valen tidak ingin menyakiti hati Zea tapi ini memang jalannya.

Setelah itu Zea keluar dari kamarnya seraya menggeret koper besar miliknya. "Aku pergi," ucapnya singkat, namun Kenzio langsung bangkit dari tempat duduknya dan menarik koper itu dari tangan Zea. "Please, don't leave me! Kamu tetap di sini, tinggal sama aku," ia menghapus sisa air mata di pipi Zea.

"Untuk apa? Lebih baik Zea tinggal bersama mama dan papa. Cuma mereka yang gak akan pernah menyakiti Zea. Bahkan sahabat yang Zea anggap saudara sendiri pun tega menyakiti Zea," sindiran keras itu tertuju untuk Valen.

"Ze, please...," Kenzio terus memohon.

Safira angkat bicara. "Zea, kamu tidak perlu pergi dari sini."

Zea menghela napas. "Nggak nek, Zea pulang aja."

"Tapi rumah kamu sama sekolahan jauh Zea, kamu bisa telat!" Valen ikut berpendapat.

Mengabaikan suara Valen, Zea mengambil kembali kopernya di tangan Kenzio lalu keluar dari apartemen tak peduli dengan larangan mereka. Ini hidupnya, Zea yang berhak menentukan.

***

Zea yang baru saja sampai di rumah melihat orangtuanya dan Iqbal sedang tertawa bersama di ruang tv karena kekonyolan Iqbal.

"Anjir, kak Zea kabur?" tanya Iqbal yang pertama kali menyadari kehadiran Zea sedangkan Gavril dan Alana sudah menyangka hal ini akan terjadi.

Zea menggeleng. "Pengin tinggal di rumah aja," kemudian Zea menggeret kopernya sampai ke lantai dua di mana kamarnya berada. Gavril dan Alana tidak ingin bertanya karena mereka tahu anaknya butuh sendiri.

Zea langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur queen size-nya dan menenggelamkan wajahnya di bawah bantal, air matanya kembali mengalir begitu deras. Fakta ini benar-benar menyakitkan, di saat hatinya mencintai Kenzio namun Kenzio akan menikah dengan perempuan lain, itu hal yang paling menyesakkan.

Kamar ini terasa hening hanya suara tangisan Zea yang terdengar, menangis dan menangis hanya itu yang bisa Zea lakukan sekarang.

Zea beranjak dari kasurnya kemudian membuka laci meja yang ada di samping kasurnya. "Ini patah hati yang ketiga yang gue rasakan dan sayangnya ini yang lebih parah dari sebelumnya."

Ia mengambil selembar foto Kenzio, dari semua foto Kenzio, Zea paling suka dengan foto ini.

Ia mengambil selembar foto Kenzio, dari semua foto Kenzio, Zea paling suka dengan foto ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu selalu tampan, Ken. Bahkan sejak kecil kamu sudah tampan tapi sayang kamu akan menjadi milik sahabatku."

Getaran ponsel dari dalam tasnya membuyarkan lamunan Zea, ia membukan chat tersebut ternyata dari Valen dan Kenzio.

Ia membaca pesan dari Valen tanpa berniat membalas.

Valen : Please, jangan marah sama gue. Lo tahu 'kan kalau kita sahabatan sudah dari kelas 10 dan gue nggak mungkin jadi perusak, ini ada alasannya Zea.

Apapun alasannya, gue benci kenyataan ini.

Kemudian beralih ke pesan Kenzio.

Mine : Zea, sorry, aku juga gak bahagia dengan posisi ini.

Zea tersenyum miris membaca pesan dari Kenzio tanpa berniat membalasnya, ia terduduk di lantai yang dingin dengan air mata yang terus membasahi pipinya.

Strong dong Zea.

Alana masuk ke kamar Zea langsung menghampiri anaknya yang sedang menangis, dipeluknya tubuh mungil itu serta mengelus lembut punggung anaknya. "Sabar Zea, kamu harus kuat."

Zea menggeleng pelan. "Maaf ma, Zea gak sekuat mama, Zea cuma anak yang mudah rapuh dan menangis."

Zea tidak sekuat Alana yang sanggup bertahan ketika diperlakukan tak adil oleh orang-orang. Zea tetaplah Zea, gadis 17 tahun yang memiliki pikiran labil yang mudah rapuh.

***

Vote dan comment guys :)

Rahasia Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang