Terpidana Go

20 0 0
                                    


"Terpidana Go, seseorang ingin bertemu denganmu!" pria jangkung berseragam itu membuka gembok sambil berbicara pada pria tua di balik jeruji besi, sedang Joo Hyun mengekor di belakangnya.

Joo Hyun menengok, melihat si pria tua dari celah lengan kekar petugas Kim yang mengantarnya. Joo Hyun hanya diam, sebenarnya dia sudah tidak terkejut akan melihat Terpidana Go dalam keadaan seperti ini. Dua puluh tahun terkurung dalam penjara dan tidak bersosialisasi dengan siapapun itu bukan hal yang mudah untuk dilewati, apalagi jika statusmu adalah tawanan.

"Silakan masuk Pengacara Bae." Petugas Kim mempersilakan Joo Hyun masuk. Terpidana Go masih duduk memeluk lutut di sudut sel. Sekarang Joo Hyun baru bisa benar-benar melihatnya, bahkan mencium bau tubuhnya. Bagaimana dia bisa bertahan dengan pria tua ini adalah pertanyaan pertama yang muncul di pikiran Joo Hyun.

"Kau hanya punya dua puluh menit, Pengacara Bae. Aku akan menunggu di luar." tambah Petugas Kim.

Joo Hyun menggeleng, "Tidak. Tidak perlu. Aku akan baik-baik saja." katanya mencoba meyakinkan. Sebenarnya sungguh Joo Hyun tak ingin Petugas Kim mendengar pembicaraannya dengan Terpidana Go, pun jika pria itu mau angkat bicara.

Petugas Kim menatap ragu pada Joo Hyun, tapi kemudian dia berlalu juga dan menutup kembali pintu sel lalu mengunci gemboknya.

Joo Hyun melihat kepergian Petugas Kim, dia harus memastikan bahwa pria jangkung itu telah menghilang dari pandangan. 

Lalu Joo Hyun berbalik, mendapati Terpidana Go masih dalam posisi yang sama. Lantai yang dingin dan musim gugur di luar membuat pria tua itu sedikit mengigil. Baju yang dia kenakan pun benar-benar tak layak pakai, sudah sobek di banyak bagian. Joo Hyun dengar pria ini tak pernah mau dipakaikan seragam karena dia tak pernah merasa bersalah. Rambutnya yang mulai memutih benar-benar seperti sapu ijuk, Joo Hyun yakin dia hampir tidak pernah keramas selama berada di sini.

Joo Hyun menoleh ke sekitar sel. Ruangan berukuran dua kali tiga meter ini hanya dihuni oleh satu narapidana karena Tuan Go tak pernah mau bersosialisasi dengan siapapun. Orang terakhir yang dipindahkan ke dalam satu sel dengannya dilarikan ke Rumah Sakit karena mengalami patah tulang setelah dilempar batu oleh Tuan Go.

Joo Hyun menarik napas, dan menutup hidung menggunakan jarinya. Ruangan ini benar-benar bau dan tak terawat. Joo Hyun hampir muntah jika saja dia lupa kalau orang di hadapannya adalah Go Soo, terpidana kasus bom nuklir Korea Utara -meski Joo Hyun juga tidak yakin.

"Ehem." Joo Hyun berdeham, dia mengambil dua langkah untuk mendekati Tuan Go.

"Selamat pagi, Tuan Go Soo. Saya adalah Pengacara Bae Joo Hyun, saya adalah pengacara yang akan menangani kasus Anda." kata Joo Hyun seraya membungkukkan badan.

Joo Hyun mengamati Tuan Go, tapi pria itu tidak memberikan respon. Dia hanya diam, dan tetap diam di posisinya.

Joo Hyun menghela napas. Joo Hyun memutar otak, mencoba menemukan cara agar pria itu menggubris perkataannya. Well, Joo Hyun seorang pengacara, bukan psikolog atau semacamnya. Jadi jika dihadapkan dengan seseorang yang kepribadiannya bermasalah seperti Tuan Go, Joo Hyun benar-benar tak punya ide. Dia juga sedikit menyesali keputusannya untuk tidak meminta bantuan pada Su Ho, seorang teman yang bekerja sebagai psikolog di Rumah Sakit Seoul.

Joo Hyun kembali menghela napas. Sambil menatap Tuan Go lekat-lekat, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu kembali mengukir satu langkah, berhenti hanya tiga puluh centimeter dari pria tua itu, dan berlutut untuk bisa melihat wajahnya.

Joo Hyun tersenyum.  Sekarang dia bisa melihat wajah Tuan Go dari dekat. Garis wajahnya yang tegas, hidungnya yang mancung, dan matanya yang sayu tak membuat pria itu terlihat seperti benar benar berkepala empat. Jika saja tidak karena rambutnya yang mulai memutih, Joo Hyun yakin bahwa pria ini pasti terlihat tampan di masa mudanya. Meskipun bau tubuhnya sedikit mengganggu, Joo Hyun masih bisa tahan.

"Ini adalah kasus pertamaku setelah menikah." Joo Hyun membuka pembicaraan. Tuan Go masih memeluk lutut dan memaku tatap pada lantai sel yang berlumut.

"Orang-orang mengatakan bahwa aku harus meninggalkan pekerjaanku." sambung Joo Hyun. Tuan Go tetap saja diam. "Tapi aku tidak setuju dengan mereka. Pernikahan tidak akan menghalangi ruang gerakku. Justru aku akan terus bekerja keras, aku tidak akan menyerah walaupun orang-orang meragukan dan tidak memercayaiku."

Joo Hyun memperhatikan jari telunjuk Tuan Go yang bergetar, mengetuk-ngetuk lututnya. Joo Hyun senang, karena setidaknya Tuan Go menunjukkan respon positif. Joo Hyun tahu bahwa walaupun tidak bicara, Tuan Go sedang mendengarkannya.

"Kasusmu ditutup dua puluh tahun yang lalu karena kau tidak punya cukup bukti untuk membuktikan bahwa kau tidak bersalah, benar begitu Tuan?" Joo Hyun mengeluarkan sebuah map berwarna merah. Map tersebut didapat Joo Hyun dari Kejaksaan dan di dalamnya adalah riwayat kejahatan yang dilakukan Tuan Go. Joo Hyun meletakkan map berwarna merah itu di lantai, di hadapan Tuan Go.

Joo Hyun kembali menghela napas, dia beringsut sedikit untuk mengubah posisi duduknya karena kakinya mulai terasa pegal dengan posisi berlutut. "Aku tidak mengambil kasusmu karena aku mengharapkan imbalan. Tapi karena aku tahu kau akan memercayaiku." kata Joo Hyun akhirnya. Dia tersenyum lagi. Kali ini dilihatnya tangan Tuan Go yang tidak hanya bergerak mengetuk-ngetuk lutut tapi juga berpautan. Meskipun akan membutuhkan waktu yang lama, Joo Hyun yakin suatu saat Tuan Go akan mau berbicara padanya dan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi sehingga dia bisa berada di balik jeruji besi ini.

"Aku tahu kau butuh waktu. Tapi pertimbangkan lah. Aku benar-benar berharap bisa membantumu." untuk kesekian kalinya Joo Hyun tersenyum, menampakkan deretan giginya yang rapih. Dia mengambil map berwarna merah tadi dan memasukkan kembali map itu ke dalam tasnya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Joo Hyun bangkit. Dia sedikit membungkukkan badan meski Tuan Go tetap tidak mau menoleh padanya.

Joo Hyun berbalik, memukulkan besi gembok pada salah satu jeruji sehingga menimbulkan bunyi bising. Petugas Kim yang berdiri agak jauh dari sel milik Tuan Go segera berlari menghampiri Joo Hyun untuk membukakan pintu.

"Dua puluh menit takkan cukup untuk menggambarkan keindahan Sun, dan seribu cerita yang dibawanya." Joo Hyun menghentikan langkahnya tepat ketika ia akan melangkah keluar.

Joo Hyun menoleh, mendapati Tuan Go yang tak berkutik.

"Aku bertahan di tempat ini bukan karena aku lemah. Tapi karena hanya dengan membayangkan Sun, tempat ini terasa seperti taman bunga."

Joo Hyun dan Petugas Kim saling bertukar pandang. Petugas Kim pun sama terkejutnya dengan kata-kata yang dilontarkan Tuan Go. Sungguh, sepuluh tahun dia bekerja sebagai penjaga penjara dan baru kali ini Tuan Go mau membuka mulut, bahkan ketika semua orang menyalahkannya atas kecelakaan yang dialami teman satu selnya enam bulan yang lalu, Tuan Go tetap diam dan tak membela diri.

Joo Hyun kembali mengalihkan pandang pada Tuan Go dan tersenyum puas. Baginya ini sudah lebih dari apa yang dia harapkan. Cepat atau lambat, orang-orang Korea Selatan akan berhenti mengutuk Go Soo sebagai terpidana kasus penyelundupan bom nuklir oleh Korea Utara.



TBC

Tere LiyeWhere stories live. Discover now