09 - Fakta Sialan

5.7K 1K 101
                                    

Bara

"Lana tahu kalau lo lembur cuma berdua sama perempuan, Bar?"

Gue noleh terus natap Mas Fajar bingung. "Gue belum ngabarin. Tapi dia pasti tahu kok, kalau gue lembur."

"Yang gue tanya, Lana tahu nggak kalau lo lembur cuma berdua sama perempuan?"

Oh.

"Nggak. Ya, ngapain juga gue ngabarin, Mas. Nggak penting juga," jawab gue santai. "Ini lo mau makan malem bareng nggak?"

"Kenapa nggak makan malem di apartemen lo aja? Biar bareng sama Lana."

Gue berdecak kecil. Ini si Mas Fajar kenapa jadi bawa-bawa Lana terus, sih? "Bosen, Mas. Jadi, mau nggak?"

Waktu gue tahu Mas Fajar mau balas omongan gue, gue langsung motong. "Mau apa enggak, nih?"

Mas Fajar narik napas pelan. "Boleh, deh. Tapi gue nebeng sama lo, ya? Tadi gue ke tempat meeting pake supir kantor soalnya. Terus udah gue suruh balik duluan."

Gue mengangguk dan setelah ngambil tas gue di ruangan, gue ngajak Mas Fajar jalan ke parkiran. Selama di mobil, gue merasa aneh karena setiap pembahasan gue sama Mas Fajar, dia selalu bawa-bawa Lana. Dia nggak biasanya begini. Biasanya, setiap kami ketemu, obrolan yang kami bahas ya seputar bola atau urusan kantor. Jadi aneh aja kalau tiba-tiba dia selalu bawa-bawa nama Lana.

"Mas, lo nggak suka sama Lana, kan?" Akhirnya gue nanya ke Mas Fajar dengan kernyitan di jidat gue. Tapi dia cuma jawab dengan kekehan geli.

Sampai akhirnya gue sama Mas Fajar tiba di tempat makan, dia masih sesekali nyebut nama Lana, cuma gue diemin aja. Tapi gue mulai sedikit jengah, karena sampai pesanan kami datang pun, dia masih nyambung-nyambungin obrolan kami ke Lana.

"Lo lagi ribut sama Mbak Pingkan ya, Mas?"

"Hah?"

Gue berdecak kecil. "Ya, soalnya daritadi kayaknya lo nyinggung-nyinggung Lana terus," kesal gue. "Nggak lupa kan, kalau dia bini gue, Mas?"

Mas Fajar malah ngasih gue senyum yang menurut gue nyebelin abis. "Hubungan lo sama Lana gimana sih, Bar?"

"Maksudnya?"

"Ya, gue nanya aja. Pengin tahu gimana lo sama Lana."

Gue gagal paham. Gue tahu, dibanding keluarga deket gue, Mas Fajar yang paling dekat sama gue. Tapi gue tetap nggak ngerti kenapa tiba-tiba dia nanya-nanya kayak gini.

"Gue mau ceritain sesuatu ke lo."

Jidat gue makin mengerut. "Apaan, nih? Soal lo sama Mbak Pingkan?" tanya gue santai sambil lanjut makan.

"Gue pernah kayak lo tadi, Bar."

Gue berhenti ngunyah. Tapi natap Mas Fajar bingung.

"Bosen sama pasangan sendiri."

Mata gue udah bener-bener fokus sama Mas Fajar. Tadi dia bilang apa?

"Ya, lo bayangin aja, Bar. Pingkan itu orangnya bawel banget. Apa-apa ngelarang gue. Suka marah-marah nggak jelas," terangnya, tanpa gue minta. "Kayak tadi, selesai gue meeting, tiba-tiba aja dia nelepon gue cuma buat ngomel karena gue lupa beliin body lotion dia. Makanya tadi gue milih ngajak lo ketemu daripada cepet-cepet balik ke rumah," kekehnya.

Tapi gue masih diem.

"Walapun pas pacaran gue udah tahu banget sifat dia itu, tapi tetap aja gue masih suka kesel sendiri," lanjutnya lagi, kali ini dengan dengusan pelan.

Mas Fajar berhenti buat minum lemonade-nya. Dan gue masih diem. Selera makan gue tiba-tiba udah lenyap nggak tahu ke mana.

"Lo mau ngomong apa sih, Mas?"

Headlock [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang