Males bikin judul

21.9K 1.9K 60
                                    

"Om tidak boleh turun. Nanti kalau om bertemu Chris lalu ada benih-benih cinta yang tumbuh bagaimana? Biar aku saja."

Anet keluar dari mobil Bian dan menutup pintu mobil dengan keras. Bian menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Anet yang menurutnya tak masuk akal. Benih cinta apa? Jelas-jelas dia sudah menyatakan cintanya pada wanita itu hari ini. Buat apa dirinya mencintai Chris? Hatinya terlalu sempit untuk menerima nama lain selain wanita merepotkan itu. Anet saja sudah cukup untuk membuatnya pusing dan menyita waktunya. Bian kini sudah terbiasa melihat sisi manja Anet yang berlebihan dan sisi galak yang tak luntur juga meskipun mereka sudah berstatus sepasang kekasih.

Bian duduk di mobil sembari melihat Anet yang nampak berbicara dengan ibunya. Chris sempat melihat ke arah mobil Bian sebelum pergi meninggalkan Anet dan Nesa. Bian yakin Chris tidak sengaja bertemu dengan ibunya. Tempat tinggal Chris memang berada tak jauh dari sini.

Bian memalingkan wajahnya ketika matanya bersitatap dengan sang ibu yang masuk ke dalam mobilnya. Terlihat air mata masih menggenang di pelupuk mata sang ibu ketika ia melihat Bian.

"Bian terimakasi—"

Bian mengabaikan ucapan ibunya dan menegur Anet. "Anet, kenapa kamu pindah ke belakang?" tanya Bian ketika kekasihnya itu duduk dengan nyaman di belakang.

"Jaga jarak sedikit kan tidak apa-apa, Om. Masa baru beberapa menit sudah kangen?" Tangan Bian memegang kemudi dengan kuat. Anet pasti sengaja melakukan ini. Biasanya juga Anet yang selalu menempel padanya.

Tanpa membuang banyak waktu, Bian mengemudikan mobilnya ke suatu tempat. Dia tak berbicara sepatah katapun pada ibunya. Bian hanya berbicara ketika Anet bertanya mengenai sesuatu hal. Ia sudah mencoba untuk mendiamkan Anet, namun pada akhirnya ia mendapatkan teriakan yang memekakkan telinga dari kekasihnya tersebut. Ya, Anet selalu mendapatkan apa yang dia mau.

'Untung sayang, kalau tidak, sudah aku buang wanita ini di pinggir jalan,' batin Bian menahan kesal pada Anet.

"Om kenapa berubah pendiam? Om sakit gigi? Om kebelet? Jangan bilang kalau om terbayang-bayang wajah Chris," ucap Anet blak-blakan. Ia tidak meyadari ekspresi Tante Nesa yang tampak bingung.

Bian menarik napas dalam. Dirinya sedang malas berbicara tapi Anet sama sekali tak tahu situasi dan kini justru menuduhnya macam-macam.

"Tidak, Sayang. Aku diam karena aku konsentrasi menyetir."

Jawaban Bian tak memuaskan Anet. Dia tidak tahan berada di situasi yang kaku seperti ini. Bian dan ibunya sama sekali tak berbicara. Bian terus menatap jalan yang mereka lewati, sementara Tante Nesa sibuk menatap puteranya itu. Beberapa kali ia membuka mulutnya ingin berbicara, namun kemudian ia menutupnya kembali. Seolah ia tak mau semakin menambah kemarahan Bian.

Nesa memperhatikan wajah puteranya yang begitu mirip dengan mantan suaminya. Selama ini dia menyesal telah meninggalkan Bian dan membiarkannya menderita sendirian. Saat itu, Nesa pikir dirinya dan Gerald tak mungkin bisa menghidupi Bian sekaligus membayar biaya sekolahnya yang tak murah. Gerald bukanlah orang kaya, dia hanya seorang pemilik toko kecil yang semakin lama semakin sepi pembeli. Nesa tak mau menambah beban Gerald dengan membawa Bian ke dalam kehidupan mereka.

Nesa sadar dirinya begitu egois dan hanya memikirkan dari sisi Gerald. Dirinya tak berpikir mengenai perasaan Bian yang hancur melihat ibunya meninggalkannya. Bertahun-tahun Nesa didera rasa bersalah. Dan saat ia tak sengaja bertemu dengan Chris 2 tahun lalu, rasa bersalahnya semakin besar. Chris menceritakan apa yang terjadi pada Bian setelah Nesa meninggalkan rumah. Nesa tak menyangka kalau mantan suaminya akan mengusir puteranya sendiri. Dia kira Irfan—sang mantan suami akan menjaga putera mereka dengan baik.

Seducing Mr. GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang