01

814 51 5
                                    

This story is requested by daeemuelll


So, enjoy it 





***


Pagi itu suasana begitu sejuk dan damai. Embun-embun terlihat membasahi dedaunan. Bau khas tanah yang basah setelah diguyur hujan semalam menambah kesejukkan suasana pagi ini. Seorang pria dengan coat coklat panjangnya tengah berdiri di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana, namun memiliki halaman yang luas. Di sampingnya berdiri seorang bocah perempuan sambil menggendong boneka pony di tangan kirinya. Tangan kanannya ia kaitkan pada tangan pria tersebut yang merupakan ayah kandungnya.

"Daddy, ayo kita masuk. Nancy kedinginan," Bocah perempuan itu mendongak pada ayahnya sambil mengerucutkan bibirnya lucu. Sang ayah pun tersenyum dan berjalan menyusuri halaman luas itu. Dan Nancy – bocah perempuan itu mengikuti ayahnya.

Tangan pria itu terulur menekan bel, kala dirinya dan putrinya itu sudah tepat berada di depan pintu yang terlihat kokoh walaupun sudah beberapa tahun lamanya. Suara pembukaan pintu terdengar dari dalam rumah, ketika pria itu selesai menekan bel untuk ketiga kalinya. Pintu perlahan terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan celemek bermotif bunga yang bertengger di tubuhnya. Wanita paruh baya tersebut sangat terkejut, mengetahui siapa yang bertamu pada pagi hari seperti ini.

"Samuel?"

"Selamat pagi, Ibu."

Samuel lalu tersenyum menyambut keterkejutan wanita paruh baya itu pada dirinya. Nancy segera melepas pegangan tangannya dari sang ayah dan langsung berhamburan memeluk tubuh wanita paruh baya itu.

"Nenek, Nancy rindu,"

Mata wanita paruh baya itu terbelalak kaget. Bocah perempuan yang semula berdiri di samping Samuel, memeluknya erat dan mengucapkan kata-kata rindu.

"Dia – "

"Dia anak kami, Nancy Kim"

.

.

Samuel berjalan menyusuri ruang demi ruang di sekeliling rumah. Hingga sampailah dirinya di sebuah ruangan kamar yang menyimpan banyak kenangan di dalamnya. Tempat dimana dirinya dan sang istri memadu cinta, rindu, dan kasih sayang. Dirinya membuka pintu nya perlahan. Ia tersenyum, ternyata isinya masih belum berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Posisi tempat tidur, sofa kecil, lemari, dan meja nakas masih belum berpindah dari tempat semula.

Samuel melihat foto-foto yang berjejeran di atas meja. Ia pun mengambil salah satunya, dimana ada dirinya, sosok terkasihnya dan Nancy yang kala itu masih bayi. Tetes demi tetes air mata saling berjatuhan membasahi foto di tangannya.

"Aku sangat merindukanmu,"

Nancy yang kala itu tengah bermain berlarian, melihat ayahnya yang tengah berdiri di dalam sebuah kamar yang terbuka. Ia pun melangkahkan kaki kecilnya untuk masuk dan menghampiri ayahnya.

"Daddy, mengapa menangis?"

Nancy menarik-narik celana ayahnya, mendongakkan kepalanya, mencari perhatian sang ayah. Samuel menoleh ke bawah. Digendongnya langsung putri semata wayangnya itu, dan dibawa bersama ke pangkuannya.

Paper Heart (at 14th)   [✓]Where stories live. Discover now