Dua Puluh Satu

82.5K 3.2K 507
                                    

"Rasa sakit yang paling sakit itu ketika seseorang membuatmu teramat istimewa kemarin, kemudian membuatmu tak diinginkan sekarang."

Happy reading!

***

"Rayna, lo gak papa?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Cindy ketika masuk ke dalam kelas. Rafsan masih setia menemani Rayna yang sedang duduk lemas setelah kejadian beberapa menit lalu yang tak diduga.

"Gue gak papa kok," jawab Rayna.

Cindy tidak percaya dengan ucapan Rayna. Cindy sangat mengkhawatirkan keadaan Rayna sekarang. "Beneran gak papa? Coba gue liat." Cindy memastikan anggota tubuh Rayna tidak ada yang terluka oleh kakak kelas setannya itu.

"Gue gak papa Cindy," kata Rayna yang mendapat perlakuan berlebih dari Cindy, sahabatnya.

Cindy masih belum yakin dengan pengakuan Rayna. Tapi apa boleh buat, Rayna tidak akan memberi tahu kejadian yang sebenarnya jika dipaksa. Rayna lebih suka memberi tahu ketika ia mau.

Cindy menoleh kepada laki-laki yang berada disamping Rayna, lalu berkata, "Kak Rafsan, makasih ya tadi udah tolongin Rayna," kata Cindy kepada Rafsan yang juga menjadi kakak kelasnya. Rafsan tersenyum simpul.

"Iya, sama-sama. Yaudah, gue balik ke kelas, kalian tolong jaga Rayna ya," pinta Rafsan tulus.

"Iya Kak, pasti," jawab Salsa lebih dulu.
Mendengar jawaban pasti dari Salsa, Rafsan menepuk bahu Rayna untuk memberi tahu jika ia pamit ke kelas. Rayna hanya mengangguk. Rafsan mengerti, Rayna masih shock dengan kejadian tadi.

Cindy, Salsa, dan Shasa mendekat ke Rayna setelah laki-laki itu pergi meninggalkan kelasnya. Ketiga sahabat Rayna sangat cemas dengan keadaan Rayna sekarang dan saat ini mereka merasa sahabat yang tidak berguna untuk Rayna.

Cindy duduk di bangku yang tepat disebelah Rayna. Cindy memeluk Rayna dengan erat sambil berkata lembut, "Rayna, maafin kita ya gak bisa tolongin lo tadi. Kita bingung harus ngelakuin apa, pintu kelasnya dikunci kita gak mungkin bisa ngedobrak kayak Kak Rafsan tadi, maafin kita Rayna."

Rayna cukup terharu dengan kata-kata Cindy. Rayna sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Rayna tidak mau merepotkan orang. Kalau boleh bilang, Rayna juga tidak mau Rafsan membantunya tadi. "Iya, gak papa. Kalian gak usah merasa bersalah gini, gue jadi gak enak sama kalian," jawab Rayna sambil memeluk Cindy balik.

Cindy tetap merasa bersalah dengan Rayna. "Kita yang seharusnya merasa gak enak sama lo, Ray. Bukan lo yang merasa gak enak sama kita. Kita merasa bukan sahabat lo dengan cara tadi."

Shasa jadi ikut sedih melihat Cindy dan Rayna seperti itu. Shasa pun sama, ia merasa sangat bersalah sebagai sahabat Rayna. "Iya, Ray. Maafin gue juga ya," pinta Shasa sambil menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Gue sayang lo Ray. Sayang kalian." Salsa pun sama. Salsa tidak menolong Rayna tadi. Salsa pun merasa bukan sahabat yang terbaik.

"Maaf ya gue belum bisa jadi sahabat yang baik, tapi gue akan berusaha buat menjadi sahabat yang baik kok. Gue janji," kata Salsa penuh keyakinan.

Rayna sangat bangga mempunyai sahabat seperti Cindy, Shasa, dan Salsa. Jujur, Rayna sama sekali tidak mempermasalahkan jika mereka bertiga tidak menolongnya dari genk Bianca. Ada di sisi Rayna seperti sekarang ini sudah cukup untuk semuanya. "Udah gak papa, sini-sini peluk," kata Rayna sambil tersenyum bahagia. Rayna ingin memeluk mereka.

"Saranghae," kata Cindy. Mereka berempat berpelukan di kelas layaknya teletabis.

"Dasar bocah alay," cibir Gendis yang menyaksikan teman sekelasnya berpelukan.

Ketua OSIS Vs Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang