Chapter 9 Ending

2.7K 180 111
                                    

SELAMAT MEMBACA.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

================================

Ruangroj membaca berkas yang baru tadi dia terima. Berkas tersebut adalah berkas hasil pemeriksaan sang anak.

"PTSD?", gumam Ruangroj sambil mengurut keningnya. Sakit kepala tiba-tiba menyerangnya setelah mendapatkan kabar kalau sang anak mengalami PTSD.

"Mengapa ini harus terjadi padamu, nak?", gumam Ruangroj lirih. Ruangroj kemudian meletakkan hasil pemeriksaan Singto ke dalam laci meja kerjanya. Ruangroj kemudian pergi menuju ruang dimana Singto masih belum sadar juga.

.
.
.
.
.

Beberapa hari kemudian.

Singto tampak duduk seorang diri di dalam kamar rumah sakit sambil menatap keluar jendela.

Ingatan-ingatannya saat bersama Krist kembali berputar di pikirannya. Air mata tak berhenti mengalir dari matanya yang sudah sembab.

"Maafkan aku, Kit. Maafkan aku", Singto terus menggumamkan maaf. "Mengapa kau meninggalkanku, Kit? Mengapa? Maafkan aku, Kit. Maafkan aku", ucap Singto lirih. Dia sungguh menyesali apa yang sudah terjadi pada Kristny. Pada orang yang sangat dia cintai, dulu hingga kini.

Kini Krist sudah pergi meninggalkannya. Pergi untuk selamanya dan tak akan pernah kembali lagi. Meninggalkannya dengan berjuta penyesalan.

Ingin rasanya dia kembali ke masa lalu dan memperbaiki segalanya. Namun itu hanya ada dalam angannya saja. Waktu yang sudah terlewati tidak akan mungkin bisa kembali walau hanya sedetik. Kini dia hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi.

"Sing, ayo kita pulang", ajak sang ayah. Singto hanya mengangguk lemah dan mengikuti sang ayah.

.
.
.
.
.

Beberapa hari kemudian.

Bruak. Seorang pria berkulit putih meninju pria tampan yang tampak lusuh.

"Apa-apaan ini? Kau memberikan ini pada Sun, bukan?", tanya pria berkulit putih itu sambil melemparkan sebuah handphone pada Singto. Singto segera menangkap handphone itu. Singto hanya terdiam. Pria manis itu kembali memukuli Singto.

"NEW. SUDAH HENTIKAN", ucap seseorang dari belakang. Pria tersebut segera menjauhkan pria yang di panggil New itu dari Singto yang hanya pasrah di pukuli.

"LAPASKAN AKU. AKU AKAN MEMBUNUHNYA", teriak New sambil memberontak di dalam pelukan pria berbadan besar itu.

"Tidak ada untungnya kau membunuh dia. Sun tetap tidak akan kembali pada kita semua. Jika kau membunuhnya, kau akan masuk penjara", ucap pria yang tak lain adalah King, abang Krist.

"Biarkan saja. Aku tidak peduli. Aku tetap akan membunuhnya. Dia yang sudah membunuh Sun, P'KING", teriak New terus memberontak dalam pelukan King.

"Pak, bawa New pergi dari sini", perintah New pada dua pria berbadan besar yang mengikutinya menyusul New yang menemui Singto.

Kedua pria berbadan besar itu segera menyeret New dan memasukkannya ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah Singto.

"Kau tak apa? Mengapa kau hanya diam saja di pukul seperti itu?", tanya King sambil membantu Singto bangun. Singto sudah lebam di sekujur wajah tampannya.

"Tidak apa, phii. Terima kasih", ucap Singto tulus. "Maafkan aku, phii. Maafkan aku. Aku minta maaf", ucap Singto lirih. King menepuk pelan pundak Singto dan membantunya masuk kedalam rumah Singto.

"Dimana kotak P3K?", tanya King. Singto berjalan di bantu King menuju ruang kerja ayahnya dan berhenti di sebuah lemari kaca. Singto membuka dan mengeluarkan kotak P3K.

(Re-Publish) To Love and Be Hurt, No ThanksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang