Part 3

161 34 2
                                        


Bulan Serigala (Bulan ke-2), Hari ke-17, Tahun 1252

Alice merebahkan tubuhnya begitu saja ke atas tempat tidur empuk miliknya. Meskipun telah melakukan berbagai tugas, dan dia sedikit ingin memaksakan diri, tetap saja tubuhnya terasa lelah. Hari ini, dia baru saja menemui para pedagang atas perintah sang putri. Akan tetapi, apa yang didapatnya dari para pedagang itu adalah sesuatu yang sedikit mengecewakan. Andai saja dia mendapat rekomendasi dari seorang pedagang besar – saudagar paling terkenal, Archduke Berald Vanslav sebagai contohnya – mungkin situasinya tidak akan seperti ini. Jadi, satu-satunya cara agar dia bisa menghilangkan stres yang hampir membuat kepalanya pecah hanyalah berbaring di atas tempat tidur, yang telah ia tinggalkan selama berhari-hari.

Dia bergulung ke kanan dan ke kiri, membuat suara "paffu, paffu" saat menutup mukanya menggunakan bantal dengan napasnya.

"Haaaaah ...."

Alice yang sedang dalam kondisi terburuknya semenjak dua hari belakangan, kemudian bangkit lalu meletakan kedua bokongnya di pinggiran tempat tidur. Sebenarnya dia berharap untuk bisa terlelap meski hanya sebentar. Akan tetapi, hal itu sangat sulit baginya, dan ini terasa sedikit menjengkelkan. Dia mengerang sambil mencoba meregangkan ototnya.

Dengan tatapannya yang kosong, Alice berjalan menuju kaca besar yang ada di sudut kamarnya.

"Hahaha, aku seperti panda."

Tatapannya saat ini sedang terfokus melihat dirinya yang kini memiliki kantung hitam besar di bawah matanya. Kulit pucat dan mata hitam, dengan sedikit menaikan berat badan mungkin dia akan terlihat sedikit lebih mirip lagi dengan hewan pemakan bambu tersebut. Namun, ketika melihat lebih teliti lagi, dia sangat terkejut saat tahu bahwa dirinya telah memiliki beberapa kerutan samar, yang membuat pipinya sekarang menggelembung.

"Seorang kesatria, kah!?"

Sebilah pedang yang telah disarungkan tergeletak di samping kaca. Alice yang sedang berdiri itu sedikit membungkukan badan, mengambil pedang itu dan melepaskan pedang tersebut dari sarungnya. Melihat kilatan dari bilah pedangnya, dengan bayangan dirinya yang terpancarkan dengan samar, Alice kemudian teringat akan awal dari dia menjadi seorang kesatria.

Alice, seorang gadis bangsawan yang memiliki kekurangan pada pigmen kulitnya, dengan kata lain dia adalah seorang albino. Namun, di dalam kasus Alice, dia memiliki warna rambut yang seputih salju, bahkan alis dan bulu matanya pun demikian.

Memiliki kulit yang bahkan tidak mampu bertahan dalam waktu lama di saat terkena pancaran cahaya matahari, mengharuskan Alice terkurung di dalam rumahnya untuk waktu yang lama, yang memakan hampir separuh dari masa kanak-kanaknya.

Hari itu – sebuah perjalanan menuju istana menjadi saat pertama dia melangkahkan kaki menuju ke dunia luar. Jelas saja dia saat itu menjadi bahan ejekan bagi para anak bangsawan lainnya. Akan tetapi, seorang gadis kecil yang berusia sama dengan dirinya, mengulurkan tangan untuk gadis malang berkulit pucat itu.

Seorang gadis botak yang memakai rambut palsu untuk menutupi kekurangannya. Gadis tersebut tidak lain adalah sang putri sendiri.

"Apa kau baik-baik saja? Mmm ... sepertinya kita memiliki persamaan. Perkenalkan, namaku Beora."

Gadis itu tersenyum, dan senyumannya itu masih membekas hingga sekarang di dalam ingatan Alice. Semenjak hari itu, dia menjadi dekat dan sering mendapat kunjungan dari sang putri; bermain bersama, tidur, bahkan membagi hal-hal yang tidak biasa seperti bercurhat.

Kedua gadis yang memiliki kekurangannya masing-masing, pada akhirnya harus menempuh jalan takdir yang berbeda ketika mereka dewasa.

"Alice, apa kau sudah gila?!"

VAILEA 'The Devils King Return'Where stories live. Discover now