6. Daniel Wellington

2.5K 181 3
                                    

Deg

"Apa kamu ada urusan dengan Daniel?" Rendi bertanya.

Alkan mengangguk, "yeah, aku ada urusan dengannya," jawabnya yang langsung membuat Justin dan Arthur menengok. "Kau taukan dia mengikuti olimpiade Sains? Aku harus mendapatkan datanya agar bisa menilai perkembangannya secara menyeluruh," lanjutnya ditambah dengan senyum di wajahnya.

"Kau terlalu baik hingga memperhatikan adik kelas mu. Aku rasa aku bisa tenang karena menyetujui Yuki berpacaran denganmu," Christopher tentu saja saja senang mengetahui bahwa pasangan adiknya seperti Alkan. Walau baru mengenal sosok sahabatnya, dia sudah bisa mengetahuinya seberapa baiknya pria itu.

Pria berahang tajam itu menatap teman lamanya dengan senyuman, "kau ingin membantuku kan Justin?"

"Tentu saja Justin akan membantu. Akan sangat keterlaluan jika kau menolak niat baik seorang Alkan," Angga menjawab seolah mewakili sahabatnya.

Justin hanya terdiam, dia menundukkan kepalanya. Ada apa lagi kali ini? Dia benar-benar sudah sampai pada batas kewarasannya.

Bambam bangkit dari duduknya, "kalian akan terus berada disini? Sebentar lagi jam pelajaran Mr Malton."

Suara barang jatuh terdengar bersahutan. Angga dengan cerobohnya menjatuhkan semua barang-barang yang berada di tasnya. "Sial kenapa aku bisa lupa jam pertama itu si pelit Malton. Aku harus membujuknya agar memberikanku remedial sampai aku bisa menjawab sepuluh soal sisanya."

"Dia masih terus membujuk Mr Malton?" tanya Chris.

Rendi mengangguk, "ujian kimianya harus sempurna kalau tidak mau liburannya dibatalkan."

"Dia benar-benar melakukan segalanya demi Marsya," Rendi mengangguk menyetujui ucapan sahabatnya.

"Aku ke kelas dulu ya, jam pertama Bu Erika masuk ke kelas ku," pamit Rendi sebelum terhenti dengan ucapan Chris.

"Ayo kita bareng, sebentar lagi jam pertama di kelas ku mulai," ajaknya, "kita pamit dulu ya, kalian tak apakan?" tanyanya menunggu jawaban dari sahabatnya yang lain, dan dibalas anggukan oleh Galvin.

Arthur langsung menatap dengan lekat wajah sahabatnya kecilnya itu. "Kali ini kenapa lagi Alkan?"

Pria berahang tegas itu tersenyum, "ada apa dengan tatapanmu? Bukankah kau sudah mendengar apa yang diucapkan oleh  Chris?" sebelas alisnya terangkat.

"Semuanya tidak bisa diselesaikan dengan cara seperti itu Al."

Alkan menghela nafasnya, "pikiranmu terlalu jauh Arthur. Aku hanya ingin membantu adik kelas ku untuk memenangkan olimpiade," jawabnya dengan malas.

Sebelum mulut Arthur terbuka pria berambut hijau itu membuka tangannya untuk menahan pembicaraan. "Sudahlah Arthur, mungkin kamu hanya banyak pikiran tentang tugas AIS," katanya membuat pria yang dipanggil Arthur itu tampak kesal.

"Aku akan memberikan datanya padamu saat istirahat."

Pria itu tersenyum lebar, kemudian bangkit dari duduknya dan memeluk bahu pria berambut hijau itu. "Kau memang teman terbaikku Justin," katanya sambil melangkah pergi.

Arthur menatap kepergian sahabat kecilnya. Lalu menolehkan telinganya pada pria berambut hijau, "kau benar-benar akan memberikan data yang diminta pada Alkan?" tanyanya yang dibalas anggukan.
Decakan terdengar setelah itu. "Aku tak ingin ikut campur jika terjadi sesuatu," sambil berlalu pergi dari kedua sahabatnya.

Kini Justin ditinggal sendiri dengan sahabatnya yang malah sedang asik melukis. Dia berada di kebingungan saat ini, seakan semua pilihan yang dia ambil pasti salah. Pria berambut hijau itu menoleh pada sahabat seninya.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang