Prolog

133K 10.4K 427
                                    

Selamat membaca, jgn lupa vote dan comment... ;)

Angkasa berjalan menghampiri meja bartender dan duduk dengan tergesa-gesa. Bukan hal aneh baginya untuk menghabiskan malam di bar setiap kali sedang day off dari pekerjan. Namun kali ini ada sesuatu yang mengganjal, membuat kebiasan yang seharusnya menyenangkan berubah menjengkelkan.

"Tequila buat pelanggan kesayangan kita semua!" seru salah satu bartender dengan suara sedikit berteriak. Melemparkan shot glass ke arah Angkasa, hingga menabrak buku-buku tangannya.

Karena terlalu sering sekali datang ke salah satu tempat teramai di Bali ini, kenal hampir dengan semua bartender, membuat minuman favorit Angkasa menjadi kewajiban untuk diingat.

Angkasa memperhatikan gelas berisikan cairan yang sering sekali dia sebut; cairan surga, lalu melengos. Tentu saja hal itu mengundang rasa penasaran Bryan, si bartender yang tadi menyiapkan minuman untuk Angkasa.

"Kesambet setan mana lo jadi anteng kayak gini?" tanya Bryan, ada nada menggoda sekaligus bingung pada kondisi Angkasa. "Banyak cewek oke hari ini. Nggak niat ke tengah? Terus, kenapa tuh muka asem banget? Biasanya aja nggak berhenti senyum."

Angkasa menaikkan satu alisnya, melakukan satu putaran dengan kursi bar yang dia duduki lalu kembali menghadap ke arah Bryan.

"Sepi ya, padahal hari Sabtu," kata Angkasa tanpa menjawab pertanyaan dari Bryan.

Bryan meletakkan shaker set di atas meja hitam, membersihkan tangan dengan kain putih yang terselip di pinggangnya.

"Ehmm..." Bryan berdeham, merentangkan kedua tangannya di atas meja depan Angkasa, memajukkan sedikit tubuhnya ke arah Angkasa. Mengamati lekat-lekat Angkasa lalu tertawa geli. "Eh gila, lo lihat di belakang sana. Itu orang-orang dempet-dempetan buat nari, dari tadi juga gue nggak berhenti nyiapin minuman buat tamu. Dan lo masih bilang sepi? Halo..." Bryan mengibaskan tangannya di depan wajah Angkasa. "Are you drunk? Kayaknya lo belum minum tapi udah ngaco omongannya. Atau masih ada efek martini yang semalam?"

"NAH! Lo masih ingat nggak kejadian semalam?" Angkasa mendapatkan kembali seluruh semangatnya, dia sengaja memajukan tubuhnya ke arah Bryan, menyisakan jarak hanya beberapa jengkal. Hingga membuat beberapa pengunjung terutama wanita berhenti berjalan, mendesah kecewa karena pria setampan Angkasa lebih memilih bermesraan dengan sosok pria yang memiliki ketampanan tidak jauh berbeda dengannya.

Bryan memiringkan kepala, membuat posisi mereka semakin menggelikan untuk dilihat oleh orang lain.

"Masih, gue aja masih ingat kejadian dua minggu lalu. Kenapa emang?"

"Berarti lo masih ingat sama wanita yang duduk di sini, minum banyak martini bareng gue." Bryan mengerutkan keningnya. "Yang rambutnya warna hitam terus panjangnya sedada." Kerutan pada kening Bryan semakin bertambah banyak hingga membentuk V. Angkasa mendesah, dia kehilangan kembali semangatnya. "Lupakan! Pasti lo nggak tahu namanya siapa..."

Bryan menegakkan tubuhnya, melipat kedua tangannya di depan dada lalu tersenyum geli.

"Memang. Wanita yang lo maksud itu, baru pertama kali datang ke club ini. Kemarin malam gue udah niat mau tanya-tanya tentang dia, eh, lo datang duluan. Jadi, ya, gue nggak tahu siapa dia. Kenapa? Bukannya lo... lanjut sama dia..." Bryan memberikan tatapan menyelidik ke arah Angkasa, dia masih ingat betul Angkasa membawa wanita-tanpa-nama-itu keluar dari club dan Bryan cukup yakin kalau Angkasa masih sadar untuk mengajak wanita itu mengobrol. "Dan seingat gue, lo nggak mabuk. Oke, lo minum. Tapi kesadaran lo masih ada, belum nge-fly."

Angkasa meraih gelas berisikan tequila, meminum itu hingga tandas.

Memang kemarin malam dia tidak mabuk minuman, tapi mabuk pesona yang dikeluarkan oleh wanita-tanpa-nama-itu.

The Pilot's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang