Hide and Seek

66 14 0
                                    

"... 1 ... 2 ... 3 ...."

Cody berlari, tawa riang lerlepas dari bibir mungilnya.

"... 8 ... 9 ... 10 ...."

Dia menyelipkan tubuh kecilnya di celah antara meja dapur dan dinding lusuh rumah mereka dan menunggu ayahnya menyelesaikan hitungannya.

"... 15 ... 16 ...."

Tangan mungilnya menutup mulutnya, ketika tawa kecil terlepas dari bibirnya, ini adalah permainan favorit Cody, dia dan ayah selalu memainkannya tiap malam. Cody sangat pintar bersembunyi, karna itulah sampai sekarang, ayahnya tidak pernah berhasil menemukan tempat persembunyiannya.

"... 19 ... 20 ...."

Mata Cody membelalak, ayah akan mulai mencari sekarang. Dia melihat dari balik kaki meja tempatnya bersembunyi. Cody menatap ayahnya dengan penuh semangat, seperti biasa, ayahnya tak pernah mencarinya ditempat persembunyiannya, tapi justru ke arah berlawanan.

Cody tertawa kecil, saat punggung ayah menghilang dari pandangannya, dia menyandarkan tubuhnya kearah dinding dan menunggu ayahnya untuk menemukannya.

Sudah beberapa lama, tapi ayah belum juga menemukan Cody. Mata bocah empat tahun itu mulai sayu, perlahan, dia mulai tertidur, berharap sebentar lagi ayah akan menemukannya.

---

Tommy keluar dari rumahnya dengan raut wajah bersalah, dia tidak suka melakukan ini, tapi Tommy seolah kehabisan pilihan.

Dia menatap rumah itu sekali lagi, di rumah kumuh yang hampir roboh itu, dia terpaksa meninggalkan putranya yang berusia empat tahun sendirian. Tapi semua yang dilakukannya hanya untuk Cody, agar bocah kecil kesayangannya itu, punya sesuatu untuk makan esok.

Dia memulai perjalanannya, memasuki gang sempit yang gelap, Tommy menunggu diujung gang tersebut.

Seorang pria berjalan keluar dari sebuah cafe kecil, tak jauh dari tempatnya berdiri, segelas kopi ditangannya. Seperti biasa, pria itu berjalan kaki melewati gang kecil tempat Tommy berdiri, menuju mobilnya yang di parkir tak jauh dari sana. Yah, Tommy memang telah memperhatikan pria tersebut selama beberapa hari belakangan.

Tommy mengikuti pria itu pelan-pelan, ketika pria itu membuka pintu mobilnya, Tommy menyelipkan tangannya ke saku belakang pria tersebut, Tommy tersenyum saat tangannya menyentuh dompet pria muda tersebut.

Tommy menarik dompet tersebut, tetapi di luar perhitungannya, pria tersebut mencengkram tangannya sebelum dia sempat berlari. Panik, Tommy menendang kaki pria tersebut lalu berlari secepatnya.

"Berhenti!" pekik pria itu.

Tommy mempercepat langkahnya, dia tidak boleh tertangkap, dia harus pulang, Cody menunggunya dirumah, bersembunyi di balik meja usang di rumah mereka.

"Hei berhenti kau!" Suara pria itu semakin mendekat, Tommy hanya berusaha memacu kakinya lebih cepat.

Tommy memasuki sebuah gang sempi dengan pria itu tak jauh dibelakangnya. Larinya terhenti saat dia menemui jalan buntu, Tommy ingin berteriak melihat kawat besi yang nenutup ujung gang tersebut.

Tak membuang waktu, dia pun memutuskan memanjat dinding kawat tersebut, baru saja tangannya menyentuh bagian atas dari dinding tersebut, seorang menarik kuat kakinya, menyebabkan Tommy jatuh terhempas kebawah.

Dia hampir menangis melihat orang yang tadi dia copet sudah berdiri diatasnya, sebuah pistol mengacung ke arah wajahnya. Tommy menutup matanya dan membiarkan air mata kemarahan mengalir dari celah matanya, hatinya meneriakkan satu nama

Cody

Short Story CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang