2

59.4K 8.4K 713
                                    

Angkasa masih tak percaya si Mbak tutor bertahan dengan wajah polos, bahkan beberapa kali si Mbak tutor melirik ke arah Langit. Seakan meminta bantuan untuk menyingkirkan Angkasa dari hadapannya, ya, bahkan si Mbak tutor bertingkah bagaikan dia digenggam oleh tangan penuh borok dengan bau menyengat. Bukan hanya itu, Angkasa menangkap basah si Mbak mengernyit, menggigit bibir bawahnya kencang. Bibir... Mara Angkasa sempat terfokus ke sana lalu cepat-cepat Angkasa menggeleng kecil, berusaha mengembalikan fokusnya.

Angkasa merasakan pundaknya direngkuh dari belakang.

"Mas, jangan kayak gini ah! Gue masih butuh bantuan Mbak Bellva buat bantuin gue lulus," kata Langit terdengar memohon.

Bellva... nama yang menarik, batik Angkasa.

Angkasa melirik ke arah adiknya itu, lalu kembali melirik ke arah Mbak tutor bernama Bellva. Angkasa menghela napas putus asa, melepaskan cengkraman tangannya dari Bellva, dan tindakan Bellva selanjutnya membuat Angkasa semakin merasa terganggu. Bayangkan saja, wanita itu buru-buru memeluk tangannya sendiri, mengusap-usap, tidak berhenti sampai di situ... Bellva mengambil tisue basah dan mengelap kulit tangannya yang tadi dicegkram oleh Angkasa.

Angkasa membuka dua kancing dari seragam pilotnya, berkacak pinggang, lalu kembali menatap ke Bellva dengan kesal.

Apa-apaan nih cewek?! Dia pikir tangan gue sumber kuman, dia nggak tahu berapa wanita mohon-mohon minta disentuh tangan gue, runtuk Angkasa dalam hati.

"Kamu itu kena amnesia disosiatif atau memang nggak ingat dengan apa yang terjadi dengan kita?" tanya Angkasa, diikuti pandangan bingung dari Langit.

Langit merapatkan tubuhnya pada Angkasa, menyenggol tulang rusuk Angkasa, memberi peringatan untuk Angkasa berhenti bertingkah menyebalkan. Langit mulai merasa otak kakak laki-lakinya sedang tidak beres, karena terlalu banyak melakukan cinta satu malam.

"Mas, jangan malu-maluin doang. Masa tutor gue, lo samain kayak mainan 1000 tiga yang lo temuin di club-club."

Belum sempat Langit menghentikan Angkasa dan membiarkan Bellva menjawab, Angkasa sudah berjalan mendekati Bellva, menghilangkan jarak di antara keduanya. Bellva menahan napas, belum pernah dia diperlakukan seperti ini oleh pria seperti Angkasa. Ya, pria dengan ketampanan layaknya dewa-dewa Yunani. Bellva berusaha berjalan mundur, tapi Angkasa telah melakukan sesuatu yang berhasil membuat Bellva kehilangan kesabaran. Angkasa menyingkirkan kacamata dari wajahnya, tanpa mengatakan satu kalimat pun. Seperti mengucapkan kata permisi, setelah melepaskan kacamata. Angkasa mematung, kilasan kejadian saat wajah Bellva mengerang dalam kenikmatan membuat jantung Angkasa berdegup kencang.

Demi spongebob dan kerang ajaibnya! Angkasa ingin menggendong Bellva ke kamarnya, menciumi setian inci wajah Bellva, mengulang kembali aktivitas mengairahkan mereka malam itu. Terlintas dalam benak Angkasa untuk menyicipi bibir Bellva sekarang juga, dia sudah putus asa berusaha mengingatkan Bellva dengan ucapan. Rasanya akan lebih mudah mengingatkan Bellva dengan tindakan.

Bellva menatap horor ke arah Angkasa, cepat-cepat merebut kacamata dari tangan Angkasa lalu memakai benda itu tanpa berniat menyembunyikan kejengkelan yang diakibatkan oleh ulah Angkasa.

"Kamu..." Bellva menghela napas kasar. "Saya itu nggak bisa lihat tanpa kacamata dan saya nggak kenal ka..."

"Nggak mungkin!" sanggah Angkasa. Pria itu merengkuh pundak Bellva, memaksa Bellva untuk mau menatapnya. "Kita tuh pernah ketemu di Bali!" Angkasa tetap pada pemikirannya, dia sudah benar-benar lupa pada rasa lelah yang dia rasakan sejak pesawatnya landing di bandara Soekarno Hatta. Angkasa melepaskan pundak Bellva, meraih tangan wanita itu dan meletakkan kedua tangan Bellva di atas dadanya yang berotot.

The Pilot's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang