SEPULUH

6.5K 429 8
                                    

"Menurut analisaku dia memiliki trauma yang parah, Uchiha-san." jelas dokter Tsunade padan Sasuke yang duduk di hadapannya.

Sasuke tidak terkejut dengan itu, karena dokter Shizuka yang menangani Sakura di Kiri juga mengatakan demikian.

"Dan itu membuatnya menderita phobia. Aku tidak tahu apakah dokter sebelumnya menjelaskan ini padamu atau tidak tapi dia mengalami Coitophobia." dokter Tsunade melepas kacamatanya lalu meletakkannya di meja. "Coitophobia adalah phobia terhadap berhubungan seksual. Sebabnya bisa jadi ia memiliki sindrom traumatik, atau rasa khawatir yang berlebihan karena takut tidak mampu memuaskan pasangannya." Dokter Tsunade menjeda kalimatnya, "Tapi dia tidak menikah dan dia tinggal bersama Anda. Apa Anda melakukan pelecehan terhadap nona Sakura?" tanya Dokter Tsunade.

Sasuke hanya diam, ia tidak melakukan pelecehan pada Sakura atau apapun itu yang membuat Sakura tidak nyaman. Tu-tunggu dia melakukannya dia melakukan hal yang menyakiti Sakura dengan Mei, tapi Sakura tidak mengetahui itu.

"Aku tidak melakukan apapun padanya, dok. Kami selalu melakukan atas dasar sama inginnya." Sasuke menjawab berdasarkan penilaian pribadinya terhadap Sakura.

"Dan memang benar, untuk trauma itu dokter sebelumnya hanya memberi tahu tentang trauma pasca kecelakaan yang dialami Sakura dulu. Itu tidak berpengaruh pada kondisi Sakura 'kan?"

"Tidak. Selama dia tidak mengaitkan sebab trauma pasca kecelakaannya dengan trauma yang dialaminya hingga phobic." Sasuke menghela napasnya lega. Ia sedikit bersyukur karena itu.

"Lalu bagaimana aku tahu jika phobianya kambuh?" tanya Sasuke dengan guratan wajah yang terlihat sangat khawatir.

"Jika dia merasakan pusing dan berdebar-debar. Itu berarti phobia-nya kambuh."

"Lalu apa perlu di lakukan terapi?"

"Bisa dengan hipnoterapi. Tapi untuk sekarang Anda hanya perlu berkomunikasi denamgan Nona Sakura, maksudku kalian harus lebih berusaha untuk terbuka satu sama lain. Agar tidak ada miss. Dan kejadian seperti ini tidak terulang kembali." papar Tsunade sambil tersenyum teduh menatap Sasuke.

Sasuke mengangguk, kemudian ia bangkit dan berpamitan pergi.

***
Sasuke melangkah masuk ke ruang rawat Sakura dengan langkah yang lesu. Ia baru tahu alasan Sakura menolaknya selama ini, alasan Sakura tidak mau ia sentuh.

Di sana ia melihat Sakura yang sedang berbincang dengan Mikoto di sana. Sakura tersenyum melegakan pada kekasihnya itu, senyum yang membingungkan Sasuke tentunya.

"Sasuke-kun?" sapanya kemudian, ia merentangkan tangannya, memberi kode kepada Sasuke untuk mendekat dan memberinya pelukan.

"Bibi membawakan pakaian ganti untukmu, cepat ganti bajumu. Aku seperti melihat pasien yang berkeliaran di rumah sakit." Sakura terkekeh bersama Mikoto, ia ikut tersenyum tipis seraya mendekat ke arah Sakura dan mencium pelipisnya.

"Ibu kapan sampai di sini?" Sasuke bertanya setelah berganti pakaian yang dibawakan Mikoto tadi.

Mikoto tidak menjawab, ia melengos tidak menatap Sasuke dan terlihat enggan menatap anak lelakinya.

"Bibi tiba sesaat dokter pergi tadi. Apa Sasuke-kun tidak melihat Bibi masuk?" Sakura menatap heran Sasuke yang mengaku tidak melihat Mikoto masuk ke kamarnya.

"Memangnya tadi Sasuke-kun kemana?" tanyanya lagi seraya menepuk kecil kakinya.

"Kakimu mati rasa lagi?" Sasuke balik bertanya pada Sakura dan dia hanya mengangguk.

"Sakura-chan Bibi pulang dulu, kau cepatlah sembuh." Mikoto berdiri pamit kemudian.

"Hati-hati, Bibi. Terimakasih sudah berkunjung." Sakura berkata riang seraya melambaikan tangannya.

"Hati-hati." Sasuke berkata pada Mikoto yang bahkan tidak berpamitan kepadanya.

Sasuke memijat kaki Sakura dengan lembut. Pandangannya menerawang jauh, ia bingung bagaimana mengatakan permintaan Ayahnya semalam.

"Sakura... Apa... Rencana pernikahan kita masih berlaku?" Pertanyaan itu terdengar ragu dan tidak meyakinkan. Apa kata-katanya barusan sudah termasuk lamaran?

Sakura yang semula sedang memandang wajah serius Sasuke yang sedang memijat kakinya sedikit tersentak mendengar pertanyaan Sasuke.

Keinginan Sakura untuk menikah sudah pupus sejak kecelakaan itu, bayangan dirinya yang memakai gaun pengantin seperti bangsawan Inggris sudah lenyap dan yang paling jelas adalah angannya untuk merajut pernikahan bersama Sasuke menguap begitu saja ketika ia tahu bahwa Sasuke mengkhianatinya.

"Me-menikah?" cicitnya terbata. Ia senang jujur. Tapi keraguan itu muncul lagi. Suara geraman dan desahan nyaring wanita itu bergema nyaring di telinganya.

Sasuke mengangguk. Dan Sakura menggeleng keras, menepis semua pemikiran-pemikiran yang bersarang di kepalanya.

"Kurasa... Iya... Tapi..." Sakura menjeda kalimatnya. Terselip keraguan di dalamnya ketika ia mengucapkan kalimatnya tadi, "Tapi... Bagaimana dengan kondisiku Sasuke-kun? Aku tida akan bisa berjalan menuju altar dan berdiri bersamamu mengucapkan janji suci..." Sakura hampir melelehkan air matanya. Cahaya wajah yang sempat bersinar tadi kembali meredup sendu.

Sasuke menarik tangannya dari kaki Sakura dan dia beralih menarik lembut bahu Sakura untuk di dekapnya dalam ketenangan. Keheningan siang itu, membuat keduanya larut di masing-masing pikiran dan gejolak batin yang sedang mereka hadapi saat ini.

"Aku hanya bertanya, jangan dipikirkan. Kau hanya perlu fokus pada terapi pemulihanmu, Sakura...," Sasuke membelai pelan helaian merah muda yang kini mencapai batas pinggang itu, terlihat semakin indah dan menawan bagi siapapun yang melihatnya.

"Karena Ayah dan Ibu sudah bertanya padaku kapan menyusul Itachi naik ke pelaminan. Jadi aku bertanya padamu." Sasuke melepas pelukannya dan wajahnya terlihat tersipu, dilihatnya kausnya basah dan Sakura sudah terlelap. Ia kembali memeluk Sakura singkat lalu mencium kening gadis itu lama sebelum menidurkannya.

*
"Dia setuju, Itachi... Tapi tidak dalam waktu dekat ini. Aku ingin Sakura fokus pada kesembuhannya." Sasuke menatap pandangan dingin yang dilontarkan Itachi padanya di kafe yang berada di depan rumah sakit.

Mereka bertemu--Sasuke yang memaksa Itachi untuk bertemu membahas pilihan yang diberikan Ayahnya hingga mengganggu jam makan siang Itachi.

"Kenapa tidak di rumah saja kita membicarakan ini?!" sungut Itachi kesal. Jarak dari kantornya dengan rumah sakit cukup memakan waktu, ditambah topik yang dibicarakan adiknya sangat tidak menarik dan berguna sama sekali.

"Aku hanya memberitahumu, jika aku membahasnya di rumah akan terlalu lama. Karena bisa di pastikan Sakura akan tinggal lama di rumah sakit."

"Kapan wisudamu?" Itachi mengalihkan topik berat yang sedang menguasai atmosfir di sekitar mereka dengan topik yang lebih ringan dan bermanfaat.

"Kurasa dua minggu kedepan." Sasuke meneguk santai espreso yang dipesannya.

"Sial aku tidak bisa melihatmu diwisuda, otoutou." Itachi menunduk penuh penyesalan yang mendalam seolah jika tidak menghadiri wisuda Sasuke ia akan mati.

"Bicaramu seperti orang yang akan mati." celetuk Sasuke. Ia memang seperti itu dengan Itachi, saling menghina dan memaki tapi kenyataannya mereka saling menyayangi.

"Aku pergi ke Singapura sekitar tanggal itu."

"Singapura? Perjalanan dinas?"

"Benar Sekali, dan bersama Izumi dan Ishihara tentunya." Kemudian mata yang menyorot sedih itu berubah menjengkelkan. Kilatan bahagia dan hati yang dipenuhi aura musim semi menguar ke udara yang membuat Sasuke ingin membunuh kakaknya sekali lagi.

"Kau benar-benar ingin membuatkan Ishihara adik?" Sasuke menggeram kesal sambil mengalirkan aliran petir tak kasat mata dari mataku menuju kedua bola oniks Itachi.

***

Ngga edit, ngga cek ulang. Gatau kaya apa isinya chapter ini wkaka.

Doakan perjalananku untuk kembali ke rantau lancar ya gais 🙏🙏🙏

Selamat menikmati~

LIE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang