Bagian 49

4.7K 306 3
                                    

Song: Armada-penantian

Sebagai upah menulis, kalian cukup tinggalkan vote sebelum membaca. Terimakasih🙏

***

Tangannya bergetar, sebentar lagi pemakaman Nando akan segera di laksanakan, di sebuah ruangan khusus Riana masih terisak tak terima, melihat jasad sahabatnya yang sudah tak bernyawa.

Andre menunggu Riana di samping pintu, mengantisipasi bila putrinya kembali drop. Untuk saat ini gadis itu hanya ingin berdua dengan Nando sebelum jasad pria ini di kebumikan. Semalaman ia menangis meraung-raung. Berontak dan tak terima.

"Nando." Lirih Riana. Entah sudah berapa ratus kali ia memanggil nama Nando, berharap pria itu bangun dan memeluknya. Bahkan jika itu benar-benar terjadi, dirinya tak akan takut sama sekali.

"Nandoo.." panggilnya lagi. Tangannya meremas kuat dress hitam yang sudah ia kenakan.

"Bangun. Kamu jangan bercanda." Riana kembali menangis kencang. Hatinya begitu sakit melihat keadaan Nando pulang dalam keadaan mengenaskan.

Ingin sekali ia melihat wajah Nando yang sudah di tutup kain kafan. Tapi hatinya tak kuat untuk melihat keadaan Nando yang sudah berbeda.

"NANDOO!!" Jerit Riana gak kuasa lagi. Ia menunduk, menangis kencang. Beberapa detik kemudian, ayahnya sudah memeluk Riana dalam dekapan hangat pria itu.

"Sudah ya sayang. Kasian Nando kalok kamu belom juga ikhlas." Riana kembali berontak, tangannya terus memukuli tubuh ayahnya. Meluapkan semua emosi atas kematian Nando.

"Bunuh orang yang udah bunuh Nando pah. Bunuh dia!!" Ucap Riana lalu menjerit di akhir kata.

"Sstt.. tenang dulu Ana. Sebentar lagi Nando harus di makamkan."

Riana menggeleng dalam dekapan ayahnya, menolak untuk berpisah.

"Sudah hampir sejam kamu menunda acara pemakaman Nando. Kamu gak kasihan sama Nando? Kamu harus ikhlas ya, takdir Allah itu gak bisa di bantah." Riana menangis sesegukkan, belum bisa menjawab ucapan ayahnya.

"Kemarin Ana baru mau ajak Nando jalan-jalan berdua." Ucap Riana dengan nada bergetar, meremas kuat kemeja ayahnya yang sudah basah karna air mata gadis itu.

"Tapi Nando tiba-tiba hilang." Riana kembali menangis mengingat bagaimana semua berakhir.

"Riana selalu nolak Nando pah. Riana bodoh!! Padahal selama ini Nando yang selalu ada buat Ana. Pukul Riana pah!!" Ucap gadis itu sambil memukul badannya sendiri, namun segera di tahan oleh ayahnya.

"Sayang, gak baik kamu seperti ini di depan jasad Nando. Nanti dia terhambat." Riana spontan menoleh ke jasad Nando.

"Terhambat?" Riana masih menangis sesegukkan.

"Terhambat buat pulang ke rumah Allah, karna kamu belum ikhlas." Riana menangis lagi. Melepas dekapan ayahnya lalu segera memeluk jasad Nando yang sudah terbungkus oleh kain kafan.

"Maaf Nando." Cukup untuk sikap egoisnya. Nando memang benar, Riana begitu egois.

"Maaf buat jalanmu terhambat. Riana coba buat ikhlas, tapi susah. Sakit. Nando udah dua kali ninggalin Riana." Gadis itu semakin menangis. Beberapa menit memeluk Nando, Riana akhirnya mundur. Lalu ibunya segera membantu Riana untuk berdiri, mengusap-usap badan putrinya.

"Ini sudah jadi yang terbaik untuk Nando, sayang. Udah, jangan nangis lagi ya. Kasian Nandonya, kasian juga sama mata kamu yang udah sembab." Riana menghapus air matanya pelan. Lalu menarik nafas berlahan. Melihat jasad Nando mulai di angkat menuju keranda.

Silent ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang