Kereta Malam

50 12 0
                                    

"Kamu baik-baik ya di sana, jangan lupa sholat, makannya jangan telat, terus barang-barang bawaan jangan lupa dicek sebelum berangkat."

Aku memanggut-manggutkan kepala sembari mencoba mendengar semua pesan mamak, ingat kalau mamak tak bisa melihatku dari telpon aku pun segera menjawab.

"Iya, Mak. Nyimas paham."

Hari ini, pertama kalinya dalam hidup aku mengalami yang namanya 'mudik' . Seumur hidup aku tidak pernah mudik karena semua keluargaku ada disini, di Palembang. Tapi kali ini berbeda dari biasanya, majikan ku, Pak Angga dan Bu Wati mengajakku mudik bersama mereka.

Ibu Wati memang baik, pas tau emak sama bapak diajak umroh bareng sama murid ngajinya bapak, beliau langsung menawariku untuk ikut beliau pulang kampung karena khawatir kalau aku mesti tinggal sendirian di Palembang. Aku jelas mau, kapan lagi bisa ke luar kota? yah walaupun destinasinya cuma ke Lampung.

---

Pengalaman pertama naik kereta malam, wow aku jadi mendadak ingat film horror yang ku tonton lewat aplikasi YouTyube waktu itu. Tentang kereta api yang terkena serangan zombie, posisiku yang duduk tepat di dekat jendela membuatku bisa dengan leluasa melihat pemandangan di luar, sialnya ini malah membuatku makin paranoid.

"Kamu gak apa-apa, Mas? kok kayaknya pucat banget."

Aku sedikit terperanjat mendengar suara Bu Wati yang duduk di sebelah ku.

"Oh ... eng--enggak apa-apa kok, Bu." Tanganku meremas ujung baju sebagai pelampiasan rasa gugup.

Aku bergidik ngeri saat kereta kami melewati hutan, siluet perpohonan tampak menyerupai berbagai makhluk menyeramkan di tengah-tengah kegelapan malam mencekam ini.

Duh ... tau gini aku di rumah saja, gak usah ikut mudik.

Akhirnya aku putuskan untuk tidur saja, mengambil selimut kesayangan yang sudah ku bawa di dalam tas jinjing ungu yang tergeletak di bawah bangku, aku pun mulai terlelap diiringi nyanyian mesin kereta.

Tubuhku terlonjak saat kereta yang kami tumpangi mendadak berhenti, membuatku terbangun dan menatap bingung sekeliling. Ngantuk yang tadinya masih menjerat tiba-tiba buyar berganti panik manakala aku menyadari kalau penumpang lain sudah hilang dan aku tertinggal sendirian.

Perlahan ku angkat tubuhku yang sedikit gemetar tanpa menghiraukan saat selimut bermotif Hello Kitty kesayanganku jatuh ke lantai kereta berdebu.

"Bu? Bapak? kalian dimana? Nyimas kok ditinggal sendirian?" panggilku, suaraku sedikit menggema di gerbong kosong yang pencayahaannya minimalis ini.

Aku bisa merasakan jantungku mulai berdebar kencang, mataku mengamati keadaan gerbong-gerbong di depan dan belakang dari gerbong yang aku tumpangi yang ternyata juga kosong.

Keadaan gerbong yang sedikit redup membuat suasana jadi mirip adegan film horror.

Aku jatuh terduduk saat keretanya tiba-tiba bergerak maju dengan kecepatan tinggi, aku mulai gelagapan lalu berdiri dan berlari ke depan. Kereta tidak mungkin berjalan sendiri, jadi di depan pasti ada pak masinis yang mengendalikan.

Melewati gerbong demi gerbong, aku tetap tak menemukan siapapun, kalau tadi aku takut sekarang aku benar-benar hampir mati ketakutan.

Tinggal satu gerbong lagi untuk menuju ruang masinis, pintunya malah terkunci. Aku rasanya ingin menangis, tapi jangankan untuk menangis, untuk bernapas saja aku mendadak lupa saat kudengar suara langkah berat di belakang.

Terlepas dari semua rasa takut, kuputar kepalaku perlahan dan pemandangan di belakang benar-benar menggambarkan adegan film horror. Zombie, iya zombie, bukan hanya satu, tapi lima bangkai hidup itu berjalan tertatih-tatih ke arahku dengan daging dan kulit bergelantungan di tubuh-tubuh mereka.

Aku menjerit histeris dan menggedor-gedor pintu gerbong di belakangku. Zombie-zombie itu makin dekat, suara teriakan ku malah membuat mereka menyadari keberadaan ku. Aku menangis, duduk menyandar pada pintu yang masih terkunci itu, sambil menunggu takdir.

Saat aku mendongak ke atas, satu zombie sudah berada tepat di hadapanku, dia membuka lebar mulutnya dan meraung. Aku kembali menjerit histeris saat cairan merah pekat menyembur dari mulut busuknya.

"Aaaaaaaaa ....!"

"Nyimas ... Nyimas, hei bangun!"

Aku terperanjat mendapati ibu dan bapak berdiri di depanku dengan gelas Aqua—yang sepertinya habis dipakai untuk menyiramku—yang sudah kosong di tangan Bu Wati. Penumpang lain pun sudah melihat ke arahku dengan ekspresi yang beragam, ada yang sibuk menahan tawa, ada yang kesal, ada yang malah terang-terangan ngakak, yang lebih parah adalah beberapa anak ABG yang menyorotkan kamera HP mereka ke arahku.

Aku melihat wajah Bu Wati yang nampak khawatir campur kesal.

"Maaf, Bu. Nyimas mimpi buruk," jelasku sambil nyengir malu.

Bu Wati cuma menggeleng sambil menghela napas.

"Kamu itu, sudah dibilang gak usah nonton film horror lagi, bandel si!"

Aku cuma bisa nyengir mendengar omelan bu Wati. Melihat ke luar, hari sudah mulai terang, kami sudah hampir sampai ke tujuan.

Aku mengeluarkan hp dan menyibukkan diri agar tidak tertidur dan mengulangi momen memalukan tadi.

Ini adalah pengalaman mudik pertama, bukannya mendapat pengalaman wah yang over the top, aku malah mimpi dikejar zombie yang berujung memalukan.

Short Story CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang