17. Sadar diri

16K 1.7K 42
                                    

"Maaf kalau gue udah lancang nanya masalah pribadi lo. Gue tau gue salah. Sebagai orang asing, seharusnya gue tau batas."

• • •

Jari-jari Nasya bergerak menekan tuts-tuts piano besar yang terbuka di depannya. Menciptakan irama yang lembut dan memanjakan telinga. Bermain piano adalah satu-satunya cara yang bisa Nasya lakukan dalam meluapkan segala perasaannya. Dan piano adalah segalanya bagi Nasya. Piano satu-satunya teman setia yang dia miliki sejak kecil. Piano juga satu-satunya alat musik yang mampu menghilangkan kerinduan Nasya pada mamanya walau hanya sesaat. Lantaran dulunya Nyonya Lawden merupakan salah satu pianis terkenal di Indonesia.

"Lo kenapa?"

Nasya menghentikan bermain pianonya tiba-tiba, lantaran ia terkesiap saat seseorang datang menghampirinya, dan langsung memegang kedua bahunya. Menghadapkan tubuhnya sampai benar-benar berhadapan dengan orang itu, yang kemudian bertanya dengan nada bicara yang lembut, seolah-olah ia tahu apa yang baru saja dialaminya. Nasya sungguh duduk terkaku ketika melihat sorotan mata cowok itu yang menatap lurus ke arahnya. Pada posisi berdirinya, cowok itu membungkukkan badannya demi menyejajarkan wajahnya dengan wajah Nasya.

Cowok itu. Cowok yang tidak Nasya ketahui namanya―karena dia tidak pernah menyebutkan namanya―tapi selalu ada di saat dirinya benar-benar sedang membutuhkan seseorang. Cowok yang selalu tahu bagaimana cara menenangkan emosinya. Juga cowok yang membuat Nasya heran, kenapa dia bisa selalu datang di waktu yang tepat? Cowok itu datang selalu di saat dirinya tidak sedang baik-baik saja.

Cowok yang memiliki senyuman tenang meskipun yang Nasya lihat karakter wajahnya jauh dari kata tenang. Tidak heran kalau hal itu membuat Nasya sendiri sempat mengira kalau dia bukanlah cowok baik-baik. Mengira kalau dia sama saja seperti cowok-cowok lainnya di asrama ini yang selalu menggodanya tanpa manusiawi, bahkan bisa jadi dia lebih parah. Terlebih pada saat pertemuan pertama mereka di atas rooftop, ketika dia mencoba untuk mencegah dirinya agar tidak melakukan bunuh diri, Nasya mengira dia melakukan hal itu tidak lebih hanya untuk mencari perhatian darinya.

Tapi, setelah Nasya bertemu dengan cowok itu untuk yang kedua kalinya di ruang musik, saat Nasya melihat cowok itu tersenyum dengan begitu tenang, saat cowok itu mengobati luka-luka memarnya tanpa mengharapkan sesuatu apapun darinya, saat Nasya merasakan pelukan cowok itu yang mampu menenangkan sekaligus menghangatkan, saat cowok itu menghapus air matanya sambil berucap tidak ingin lagi melihatnya menangis, Nasya langsung melenyapkan segala perkiraan buruk tentang cowok itu dari dalam pikirannya. Nasya kini tahu kalau cowok itu memang benar-benar berbeda dari yang lainnya.

"Lo kenapa? Apalagi yang terjadi sama lo?" Nasya yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya seketika dikagetkan oleh suara lembut Adnan yang terus saja menanyakan hal yang sama padanya, masih dengan posisi yang sama. "Plis, kasih tau gue, biar gue bisa melindungi lo." Adnan memohon dengan nada bicara yang cukup tegas, kedua matanya menyorot penuh harap pada gadis itu. Gadis yang tak kunjung memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.

Tadinya Adnan juga tidak sekhawatir ini, tapi setelah tadi ia melihat dari depan pintu ruang musik, ketika dirinya lagi-lagi mendapati Nasya menitikan air mata, rasa cemas Adnan tiba-tiba saja menggejolak dengan sendirinya dalam benaknya. Sementara Nasya sendiri justru tidak sadar, kalau selama bermain piano air tadi matanya terus saja mengaliri wajah tanpa ekspresinya itu. Makanya dia nampak aneh melihat kecemasan Adnan sekarang.

"Aku gak kenapa-napa," sahut Nasya akhirnya, seraya menyingkirkan kedua tangan Adnan yang mengunci pergerakan bahunya. Meskipun suaranya terdengar cukup pelan.

"Kalau emang lo gak kenapa-napa, kenapa lo nangis?"

Nasya mengerutkan dahinya. Sesaat salah satu tangannya terangkat memegang pipinya sendiri. Nasya cukup bingung ketika merasakan ada air yang membasahu pipinya. Saking terlalu seringnya dia mengeluarkan air mata, kali ini Nasya sampai tidak menyadari tangisannya sendiri.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang