20. Cemas

14.5K 1.6K 42
                                    

[play video👆 jangan lupa vomment]

Dari sekian banyak hal yang tidak Adnan suka di dunia, yang paling tidak dia sukai adalah ketika melihat seseorang yang ia sayangi tersakiti.

• • •

Langkah Adnan dan Nasya tiba-tiba berhenti ketika mereka yang baru saja kembali dari taman telah mendapati Madam Loly dan Pak Surapto sudah berdiri menghalau jalannya tepat di depan gerbang Lawden Hall. Nasya yang sedetik sebelumnya masih tertawa-tawa mendengar cerita-cerita konyol Adnan, kini diam tergugu dengan kepala menunduk. Menghindari kontak mata dengan dua orang di hadapannya itu. Salah satu tangannya langsung memegang erat sebelah lengan Adnan.

Suhu tangan Nasya yang dingin menempel di lengannya, sontak membuat Adnan menoleh ke arahnya. Melihat Nasya yang nampak seperti orang ketakutan, seketika sebelah tangan Adnan yang lainnya tahu-tahu bergerak meraih tangan Nasya agar membebaskan lengannya, setelah itu ia pindahkan tangan dingin itu ke dalam genggamannya. Membuat Nasya langsung melihat ke arahnya. Sampai saat pandangan mereka bertemu, Adnan memberi senyuman yang menenangkan. Melalui raut wajah juga sorotan mata-nya, Adnan seolah bicara 'tidak perlu takut, semua akan baik-baik saja'.

Setelah melihat Nasya tidak begitu ketakutan lagi, barulah Adnan membalas tatapan tajam milik Madam Loly tanpa rasa takut sedikit pun. Bahkan bisa dibilang sorot mata Adnan jauh lebih tajam dibanding Madam Loly. Berbeda sekali ketika dia menatap Nasya tadi.

"Pak Surapto, antar Nasya ke kamarnya. Pak Lawden sudah menunggu sejak tadi. Adnan biar saya yang urus," titah Madam Loly yang sudah diburu emosi. Tatapan matanya tidak bergeser sesenti pun dari kedua bola mata Adnan.

Baru juga tangan Pak Surapto ingin mengambil alih tangan Nasya, tiba-tiba Adnan menjauhkan tangannya yang masih menggenggam tangan Nasya dari jangkauan Pak Surapto. "Gak perlu. Biar saya aja yang anter," tegasnya kemudian.

Sambil melipat kedua tangannya, Madam Loly membuang napas kasar. Sorot matanya makin menusuk lebih dalam kedua manik mata murid tengil yang berdiridi depannya sekarang. Dia benar-benar naik darah dibuatnya. "Pak, cepat antar Nasya ke kamarnya!"

"Baik, Madam," sahut Pak Surapto lantang. Lalu dengan cukup kasar, tangan besarnya itu memisahkan tangan Adnan dan Nasya secara paksa. Sehingga Adnan tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Dia hanya bisa memandangi Nasya yang sudah berlalu semakin jauh dari posisi berdirinya, mengikuti arah langkah Pak Surapto.

"Kamu ikut ke ruangan saya," perintah Madam Loly dengan tegas pada Adnan, yang kemudian ia berjalan lebih dulu meninggalkan Adnan yang masih mematung beberapa detik.

🍐

"Lepasin saya, Pak. Saya mohon," lirih Nasya pada Pak Surapto dengan suara yang sudah terdengar bergetar, ketakutan. Nasya memang benar-benar takut untuk bertemu papanya sekarang. "Gak mau, Pak. Saya gak mau ketemu Papa saya," Nasya mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik salah satu tangannya tangannya dari cengkraman kuat tangan besar milik Pak Surapto. Nasya juga sudah memberontak, namun Pak Surapto tetap diam dan menggiring paksa agar ia tetap mengikuti langkahnya.

Meskipun sebenarnya, Pak Surapto tidak benar-benar sampai hati melakukan hal tersebut. Karena bagaimanapun juga, Pak Surapto masih memiliki hati nurani. Pak Surapto sangat tidak tega melihat Nasya menangis. Tetapi, Pak Surapto hanya menjalankan tugas di sini. Dan dia harus patuh agar dapat bertahan pada pekerjaannya. "Pak, saya gak mau ketemu Papa," Nasya mengulangi permohonannya.

Pak Surapto diam sejenak, menghentikan langkah kakinya. Namun sedetik kemudian bapak bertubuh bugar itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Jika mengikuti perasaannya, anak istrinya di rumah mau makan apa nanti? Dengan demikian, sebisa mungkin Pak Surapto dengan tegas menyingkirkan segala rasa ibanya pada Nasya.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang