31. Agresif(?)

12.4K 1.3K 39
                                    

Bagaimana jika nanti Adnan malah salah mengartikannya?

• • •

Tiba-tiba Nasya tidak memberi respon apapun. Jelas, untuk kali ini ia tidak bisa mengiyakan kesepakatan yang dibuat Adnan. Tidak. Tidak akan bisa. Adnan tidak boleh tahu apa-apa.

"Kamu ke sini gak takut ketahuan Madam Loly?" Nasya mencoba membuat topik baru. Berharap Adnan tidak menyadari kalau ia sedang mengalihkan pembicaraan mereka yang sebelumnya.

Harapan Nasya terkabul. Adnan sedikit pun tidak sadar peralihan topik yang dibuat oleh Nasya. Dengan enteng dia malah menjawab, "Ngapain takut sama Madam Loly? Takut, tuh, sama Tuhan."

"Jadi kamu beneran gak takut sama Madam Loly?" goda Nasya.

"Ya, takutlah! Pake ditanya, lagi!" seru Adnan dengan mantap tanpa berpikir lagi.

Nasya terkekeh. "Tadi katanya gak takut?"

"Kan cuma bercanda, jadi jangan dianggap serius."

"Kalau perasaan kamu ke aku, serius gak?"

Belum sempat Adnan menyahut sepatah kata pun, tiba-tiba saja Nasya menempelkan bibirnya pada pipi Adnan. Membuat Adnan seketika seperti baru saja tersengat aliran listrik bervolume tinggi, dengan rona wajah yang begitu merah. Gadis itu tersenyum singkat menampakkan deretan giginya, hingga sedetik setelahnya Adnan dikagetkan oleh suara gebrakan pintu tertutup yang tepat berada di hadapannya sekarang.

Seketika dua orang yang sebenarnya berdiri berhadapan, namun tersekat sebuah pintu tertutup itu saling berdebat dengan batin mereka masing-masing. Dengan gerakan yang amat kaku, salah satu tangan Adnan terangkat memegang pipinya yang baru saja bersentuhan dengan bibir Nasya. Meskipun hanya menempel beberapa saat, tetapi tetap saja debar jantung Adnan menjadi tidak karuan karenanya.

Kenapa tiba-tiba dia cium pipi gue? Apa jangan-jangan... ah, enggak-enggak. Gak mungkin!

Sedetik kemudian Adnan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengenyahkan segala yang bermunculan di dalamnya. Tidak. Mana mungkin Nasya menyukainya? Rasanya sangat tidak mungkin. Mendengar gadis itu menyebut namanya saja jarang sekali. Apalagi sampai membalas perasaannya?

Mustahil! Tekan batin Adnan. Pasti tadi dia sebenernya bermaksud ngusir gue secara halus. Buktinya abis itu pintu kamarnya langsung ditutup. Iya, gitu. Adnan mengangguk, meyakinkan dirinya atas simpulan yang dia buat sendiri. Berarti, lain kali gue gak usah lama-lama kali, ya? Tanpa henti batin Adnan memberi penjelasan yang cukup logis demi menepis kata hatinya.

Sementara di balik sana, Nasya sibuk menyesali apa yang barusan ia lakukan. Sejak kapan dirinya jadi agresif begini pada laki-laki? Bahkan sampai berani berlaku seperti tadi pada Adnan di saat dia belum tahu pasti bagaimana perasaannya pada cowok itu. Bagaimana jika nanti Adnan malah salah mengartikannya?

🍐

Di saat teman-temannya yang lain sudah tertidur nyenyak, atau mungkin sudah hanyut dengan mimpi masing-masing, kedua mata Adnan masih saja terbuka sempurna. Tidak sekali pun Adnan merasa ngantuk. Malah matanya terasa sangat sulit sekali tertutup. Seseorang yang gagal ia ikuti tadi pagi terus saja mengganggu pikirannya. Membuatnya tidak bisa berhenti berpikir mencari cara untuk membuktikan segala dugaannya.

Adnan yang masih penasaran, akhirnya memutuskan untuk menonton kembali rekaman ulang CCTV di ponsel Daniel. Mungkin saja jika menonton ulang sendiri ia bisa memerhatikan lebih detil apa yang terekam di sana. Sambil merebah di ranjangnya, Adnan memutar video tersebut dengan headset yang menyumbat kedua lubang telinganya. Adnan memerhatikan ulang kejadian-kejadian yang sudah ia tonton sebelumnya. Ketika cowok itu membanting benda-benda yang berada di dekatnya. Sampai ketika hoodie cowok itu tersangkut saat hendak berlari.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang