32. Penyusup!

11.1K 1.2K 46
                                    

Adnan sebagai satu-satunya orang di antara mereka yang takut ketinggian, merupakan orang yang paling menyusahkan kali ini.

• • •

Adnan yang masih mengintip-ngintip terlebih dahulu sebelum keluar dari tempatnya bersembunyi, tahu-tahu saja dikagetkan saat ia merasa seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Tepukan itu seketika mampu membuat tubuhnya seperti benar-benar tidak bisa digerakkan. Membuat jantungnya sungguh berdetak tidak beraturan dalam tiap tarikan napasnya. Dalam kebekuan susah payah Adnan meneguk salivanya yang saat itu terasa seperti kerikil tajam sampai-sampai tenggorokannya sakit. Dalam sekejap mentalnya persis seperti mental tempe yang bahkan untuk menoleh saja tidak berani.

"Lo ngapain di sini?"

Sampai saat ia mendengar suara bisikan di telinganya, tak lama setelah itu barulah mental juga keberaniannya terkumpul. Hingga akhirnya kepala Adnan menoleh dan langsung mendapati Ethan berada di belakangnya. Disusul dengan tiga teman sekamarnya yang lain. Yudan, Lukas, dan Daniel.

"Elo, gue kira siapa," ucap Adnan lega seraya menegakkan punggungnya sambil mengusa-ngusap dada dengan sebelah tangannya.

"Lo ngapain?" ulang Ethan.

"Gue lagi ngikutin peneror Lawden."

"Lo emang udah tau siapa orangnya?"

"Gue malah tau di mana kamarnya," imbuh Adnan lagi.

"Anjir! Kapan nyari taunya lo?" Lukas yang baru mendekat, langsung bertanya antusias.

"Gak penting kapan gue nyari taunya. Yang penting kita harus buru-buru gep dia. Gue yakin, di dalem dia pasti lagi ngerencanain teror selanjutnya."

Yang lain mengangguk setuju. Hanya Ethan satu-satunya yang masih ingin banyak bertanya lagi pada temannya yang paling sok tahu itu. Mengikuti jejak Adnan, mereka berempat mengikuti Adnan di belakang. Pun dengan Ethan.

"Di sini kamarnya," jelas Adnan saat mereka berada tepat di depan pintu kamar 368.

"Bentar, deh," interupsi Ethan tiba-tiba. Membuat keempat yang lain seketika melihat ke arahnya. Sementara sepasang mata itu justru melihat lurus ke Adnan. "Lo tau dari mana kalau dia orangnya, dan ini kamarnya? Jangan sampe nanti kita salah tuduh. Soalnya yang ada urusannya malah makin runyam." Ethan yang selalu memakai logika merasa membutuhkan alasan yang jelas sebelum melakukan hal apapun lebih jauh.

"Karena gerak-geriknya selalu mencurigakan. Sekarang lo pikir, deh, ngapain dia sampe nekat pake tangga darurat dibanding lift kalau cuma mau ke kamarnya? Padahal sekarang udah jam balik."

"Dia menghindar dari CCTV," seruak Daniel ketika teman-temannya yang lain masih terdiam, berpikir.

"Nah." Adnan langsung membenarkan dengan jentikan jari mengarah pada Daniel.

"Terus lo mau ngerekam lewat mana?" Ethan mengeluarkan pertanyaan lagi. "Sampe kiamat juga lo gak bakal nemu celah. Kamar-kamar Lawden semuanya di-design tertutup. Jendela juga kalau mau lo mesti manjat genteng dulu."

"Ah iya, ya." Sesaat Adnan menggaruk kepalanya sembari berpikir. "Yaudah, langsung masuk aja." Tanpa berdiskusi lagi, Adnan mengeluarkan ID card-nya dari dalam saku kemejanya. Lalu langsung menempelkan kepingan itu pada sebuah mesin detect kecil yang terdapat di bagian sisi samping sebelah kiri pintu.

Tiba-tiba alisnya berkerut. Kemudian mencoba kembali melakukan hal yang sama. Bahkan hingga berkali-kali Adnan menjauhkan, lalu menempelkan ulang ID card-nya. Namun pintu tak kunjung mau terbuka. "Kok, gak bisa? Atau jangan-jangan ID gue diblokir? Atau rusak?" ia bertanya panik.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang