33. Salah Sangka

10.6K 1.1K 23
                                    

Lain kali kita gak boleh terlalu cepet menyimpulkan siapa pelakunya. Apalagi tanpa analisa dan bukti yang jelas. Yang ada kita malah ngebahayain diri kita sendiri.

• • •

"ADA PENYUSUP DI KAMAR 368!!!"

Baru beberapa detik Adnan kembali menekan tombol rekam, tiba-tiba saja mereka berlima dikagetkan dengan teriakan seseorang dengan suara yang begitu ngebass dan nyaring. Bahkan saking kagetnya, sampai-sampai, Adnan nyaris saja menjatuhkan ponsel Yudan lantaran fokusnya memegang ponsel yang seketika ambyar. Lima kepala anak-anak pun itu pun dengan refleks berputar ke sumber suara yang ternyata sedang mengarahkan jari telunjuknya lurus-lurus pada mereka, membuat perhatian orang-orang jadi hanya tertuju pada satu titik. Yaitu titik di mana mereka berada.

"Shit!" umpat Adnan.

PRANG!

Tanpa menghabiskan waktu banyak, Adnan langsung memecahkan kaca jendela yang berada di depannya dengan sekali tendang sampai kunci slotnya rusak. Mengajak teman-temannya yang lain untuk menerobos masuk ke dalam kamar tersebut. Tidak peduli bagaimana pun reaksi dua orang yang berada di dalamnya.

Secepat kilat Adnan menyambar sebuah ID card yang tergeletak di salah satu meja yang ada di sana. Adnan tidak tahu itu meja siapa dan ID card milik siapa. Yang ia jelas tahu, ia membutuhkan sekeping benda itu untuk membuka pintu kamar yang ia dan teman-temannya terobos melalui jendela sekarang juga.

Adnan menempelkan ID card tersebut pada mesin yang seperti biasa, dari dalam. Hingga satu detik kemudian pintu kamar itu terbelah. Adnan membiarkan Lukas, Daniel, Yudan, dan Ethan keluar lebih dulu. Setelah itu, barulah ia keluar selepas melemparkan kembali ID card itu sebelum pintu tertutup dengan sendirinya.

Mereka berlari secepat yang mereka mampu, menaiki tangga darurat untuk menuju kamar mereka, yakni room 257. Adnan yang berlari paling belakang, sesekali menyempatkan diri untuk menengok ke belakang, waspada kalau-kalau ada yang mengikuti mereka. Terutama dua orang yang mereka intai tadi. Raka dan yang satunya, entah siapa ia tidak kenal.

🍐

Mereka membanting bokong masing-masing di atas ranjang masing-masing. Mengatur napas masing-masing yang masih terasa seperti baru saja menaiki roller coaster, naik-turun tidak seirama. Keringat sudah membanjiri dahi, wajah, dan tubuh mereka. Malahan Adnan sampai terlihat layaknya orang habis mandi keringat.

"Wah, gila, sih, si Adnan. Bener-bener gila!" celetuk Lukas sambil menyeka dahinya dengan salah satu punggung tangannya. Akhir-akhir ini sepertinya Lukas hobi sekali menyebut Adnan gila.

Adnan yang juga belum selesai mengatur napas, menengok. "Gila gimana?"

"Itu, lo tadi berani-beranian malah dobrak jendela kamar orang!" ujar Daniel dengan sedikit ketusan di ujung kalimat. "Masuk dari mana, keluar dari mana."

"Tau, gak waras lo, Nan." Yudan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidam habis pikir.

"Terus, lo pada emang mau kita baliknya manjat-manjat lagi?" Yang lain terdiam ketika Adnan bertanya sarkas. "Yang ada nanti mereka tau letak kamar kita!" lanjutnya kemudian.

Meskipun sebenarnya, bukan itu alasan utama Adnan sampai nekat mendobrak jendela. Alasan utamanya adalah karena Adnan tidak sanggup untuk memanjat-manjat lagi seperti seperti cara mereka untuk mencapai balkon. Lantaran cara seperti itu membuatnya mau tidak mau harus melawan lagi phobianya akan ketinggian. Yang ada nanti bukannya selamat, ia malah akan mendapati dirinya tinggal nama, terserang penyakit jantung secara mendadak. Membayangkan itu, seketika Adnan menggeleng cepat. Ia sungguh tidak bisa membayangkannya.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang