04. Hilang Ingatan?

1.9K 101 5
                                    

Selama tidur, Adi tidak bisa tenang. Banyak suara-suara aneh yang mengusiknya. Di sisi lain, tampak Fahri sedang mengintip dari balik jendela. Ia pun masuk dan bertanya, "Lo udah mendingan, Di? Sebenarnya gua harus sekolah, tapi sempetin jenguk ke sini."

Fahri tentu tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa tiga butir jeruk. "Dimakan, ya."

Adi menerima dengan senang hati. "Makasih. Ngomong-ngomong, lo siapa ya?"

Merasa janggal dengan tingkah lakunya, Fahri balik bertanya, "Maksudnya?"

"Iya, lo siapa?"

Fahri mengedutkan dahi. Bagaimana mungkin peristiwa kerasukan itu membuat sikap Adi berubah seratus delapan puluh derajat?

Kamar diketuk, tampak perawat bersama seorang dokter membawakan sarapan. Fahri yang sedang menjenguk disuruh keluar. "Silakan tunggu di luar. Saya mau cek kondisi pasien dulu."

Dokter menempelkan stetoskop ke jantung, kemudian menyoroti matanya dengan senter medis. Pasien pun disuntik vitamin supaya daya tahan tubuhnya kuat dan membantunya pulih lebih cepat.

Fahri yang cemas berharap sahabatnya baik-baik saja. Beberapa saat kemudian, dokter membuka pintu. Fahri bertanya, "Gimana keadaannya, Dok?"

"Saya sudah tanyakan pasien mengenai keluhan-keluhan yang dia alami. Setelah urat sarafnya diperiksa melalui rontgen, pasien menderita amnesia," terang dokter.

Bagai disambar petir, Fahri terkejut dengan penuturan sang dokter. "Kok bisa, Dok?!"

"Benturan di kepalanya cukup keras, sehingga otaknya cedera. Dia bisa saja melupakan nama, identitas pribadi, bahkan tempat tinggalnya, tapi tenang, amnesia ini hanya sementara. Ingatannya akan muncul kembali jika dipicu sesuatu di sekitarnya."

"Jadi begitu, Dok."

"Kamu siapa? Kerabat pasien?" tanya dokter.

"Saya temannya. Kira-kira, kapan dia bisa pulang?"

"Saya tidak bisa memastikan. Biasanya pasien yang mengalami cedera otak baru akan pulih sekitar tiga sampai enam bulan. Saya sarankan pasien mengikuti terapi kognitif untuk membantu memulihkan ingatannya. Kamu bantu juga, ya."

Fahri mendesah. Tidak menyangka waktu yang dibutuhkan Adi untuk pulih akan selama itu.

"Saya pasti akan bantu dia supaya ingatannya balik lagi. Terima kasih, Dok."

Karena sudah telat, Fahri mengurungkan niat melanjutkan besuk. Ia pun meninggalkan rumah sakit dan akan kembali malam nanti.

~OoO~

Siang telah berganti malam. Usai berganti baju, Fahri berangkat ke rumah sakit sambil membawa tas. Tas yang ia tenteng kemudian diserahkan ke Adi. "Nih, tas lo."

"Tas gua?"

"Tadinya gua mau balikin, cuma ketinggalan di rumah."

"Kok bisa sama lo?"

"Soalnya pas murid-murid pada pulang, tinggal tas lo doang di kelas. Jadi gua bawa deh. Gua niatnya mau jenguk sekalian balikin, tapi dilarang, karena saat itu lo lagi kehilangan banyak darah, terus koma."

"Beneran?"

"Iya! Eh, lo serius enggak kenal gua?"

Adi menggeleng dan berkata, "Enggak."

Dia memang Adi, namun sikapnya tidak seperti Adi. Fahri lantas memperkenalkan diri, menyebutkan nama lengkapnya dan memberitahu kalau ia sahabat Adi sejak SMP.

"Fahri, ya? Hummm...."

Fahri menjelaskan secara rinci peristiwa yang menimpanya. Adi tidak percaya ia telah dilempar seseorang sehingga kepalanya terbentur.

"Enggak mungkin!" bantahnya.

"Faktanya begitu, Di."

Walau sudah dijelaskan, Adi masih tidak percaya. Anak berumur 18 tahun itu lantas membuka tas yang Fahri berikan. Ia menemukan buku pelajaran dan buku paket. Tidak cuma itu, ada novel horor dan komik misteri juga.

"Kok ada buku beginian?"

"Lo kan suka sama hal berbau horor. Enggak mungkin lo enggak bawa."

"Masa sih?" ucapnya tak percaya.

Fahri bilang Adi adalah sosok penyendiri. Selama bersekolah, Adi selalu kesepian. Tidak ada yang mau bergaul dengannya. Orang-orang bilang, Adi anak yang membosankan. Adi sangat tertarik dengan dunia supranatural, bahkan memilih berteman dengan hantu dibandingkan manusia.

Adi terkejut dengan penjabaran Fahri mengenai sifatnya.

Jadi kesimpulannya aku ini introver, begitu? batinnya.

"Lo emang gitu, Di!"

Fahri menyerah setelah menjelaskan panjang lebar, Adi masih tidak percaya. Memang tidak mudah mengembalikan ingatan orang amnesia. Butuh waktu dan kesabaran ekstra. Sejenak Adi ingin melupakan hal yang membebani pikirannya dan mengajak Fahri bercerita mengenai sosok wanita yang ia lihat semalam. Bukannya takut, Fahri justru senang. Fahri bilang selama ini Adi sangat ingin melihat hantu. Ia menganggap hal yang menimpa Adi adalah suatu keberuntungan.

"Bener lo ngeliat cewek itu? Wah, beruntung banget lo!" ujar Fahri sembari menepuk pundaknya.

"Beruntung apanya? Wujudnya aja serem begitu!"

"Lagi pula, emang itu kan yang lo pengen dari dulu?"

"Enggak, gua enggak pernah minta diliatin kek begitu kok!"

"Lo yakin? Gua udah kenal banget sama lo, mustahil lo ngelupain itu. Ah, lo kan amnesia. Ya udah, ntar juga inget sendiri. Hihi..." kata Fahri cengar-cengir.

Tidak ingin berada di rumah sakit sampai larut, Fahri pun pamit. Bagi Adi, melihat hantu bukanlah suatu keberuntungan. Baginya itu musibah. Melihat wanita pucat itu saja ia sudah tidak berdaya, bagaimana bila ditampakkan sosok lain yang lebih menyeramkan darinya?

~OoO~

Serangkaian kejadian menyeramkan telah Adi rasakan selama di rumah sakit. Ia sempat diteror wanita pucat itu lagi. Wanita itu menindihnya, kemudian muntah-muntah seperti tempo hari.

Bukan itu saja, saat melintasi koridor Adi melihat seorang nenek tua duduk di kursi roda. Posisi kursi itu membahayakan lantaran berada di bibir tangga. Berniat menepikan kursinya, Adi terpaksa menyaksikan kepala nenek itu menggelinding di tangga dengan mata melotot.

Setelah enam bulan, Adi diperbolehkan pulang. Berhubung ingatannya belum pulih, Adi memerlukan Fahri untuk membantunya mengingat hal yang ia lupakan.

Adi masih meragukan sesuatu yang dilihatnya. Benaknya mengatakan semua ini tidak nyata, akan tetapi, sosok yang ia lihat akhir-akhir ini membuatnya semakin sulit menganggap ini bukan hal nyata.

Apakah sosok nenek dan wanita pucat itu memang benar hantu?

MATA KETIGA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang