13. Mulai Pacaran

10K 1K 33
                                    

Lo diam artinya mulai detik ini kita pacaran.

• • •

Setelah menemani Naya ke toko buku saat di mall, Nael memang sempat mengajaknya untuk makan, menonton bioskop, atau intinya Nael ingin melakukan apa yang dilakukan layaknya orang-orang saat kencan. Akan tetapi, Naya yang nampak jelas masih canggung akan hal tersebut, justru menolaknya dan malah meminta pulang. Bahkan Naya juga sempat menolak tawaran Nael untuk mengantarnya pulang. Karena meskipun hari ini terhitung hari pertama mereka resmi berpacaran, Naya sungguh belum bisa terbiasa dengan hal-hal yang seharusnya merupakan hal yang sangat biasa bagi anak-anak remaja pada umumnya.

Lagi pula sebenarnya Naya lebih nyaman membantu ayahnya menjaga kedai, atau berada di dalam kamarnya. Membaca novel, menonton drama, streaming, atau melakukan apapun aktivitas yang bisa ia lakukan di dalam kamarnya sendiri. Ketimbang harus jalan keluar, main-main. Naya malah tidak nyaman akan hal-hal berbau keramaian seperti itu.

Tepat di depan rumah Naya, Nael berhenti melajukan motornya. Tak lama Naya yang duduk di belakangnya turun seraya membuka helm yang diberikannya.

"Makasih banyak, ya, Kak," kata Naya seraya menyerahkan helm bekas pakainya yang langsung diterima oleh pemiliknya. "Padahal Kakak nggak perlu nganter aku begini."

"Gue kan pacar lo. Emang salah kalau ada cowok yang nganter pacarnya balik?" tanya Nael secara terang-terangan tanpa peduli akan jantung Naya yang diam-diam berdebar hebat.

"Ng- nggak gitu, Kak," Naya meralat. "Tapi kan aku bisa pulang sendiri?"

"Gue nggak mau lo sendirian lagi. Besok juga," Nael memberi jeda sejenak. "ke sekolahnya jangan naik bus."

"Lho? Kalau nggak naik bus, aku naik apa, Kak? Ayah nggak bisa nganterin aku. Kalau jalan kaki juga kejauhan, nanti aku telat."

"Gue jemput. Kita bareng." Nael menandas.

"Ba- ba- reng?" tanya gadis itu yang mendadak tergagap.

"Iya bareng," ucap Nael dengan entengnya. "Gue rasa itu hal yang lumrah bagi orang pacaran. Iya kan?"

Sementara Naya yang mendengarnya benar-benar sudah tidak bisa lagi menahan salah tingkahnya. "Iya, sih," balasnya ragu-ragu.

"Oiya, gue pinjem ponsel lo dong." Tiba-tiba Nael menengadahkan tangannya ke arah Naya.

Naya memerhatikannya bingung. "Buat apa, Kak?"

"Pinjem aja."

Tak lama gadis itu menyodorkan benda pipih miliknya, yang segera disambar oleh Nael. Ia sempat bingung ketika ia lihat jari Nael bergerak menekan nomor teleponnya sendiri, lalu menyentuh ikon panggil.

"Kakak manggil nomor siapa?"

Nael menggeleng. Sampai saat ponsel dalam saku celananya berdering, barulah ia mematikan panggilan tersebut. Lalu menyerahkan kembali benda canggih itu pada pemiliknya.

"Itu nomor gue. Jangan lupa save."

"Ponsel Kakak udah bisa?"

Nael mengeluarkan ponselnya. Menunjukkannya pada Naya. "Ini gue beli baru. Yang lo rusak kemarin nggak bisa dibetulin."

🌺

Dengan ditemani angin malam yang terasa meniup sepoi-sepoi menyapa kulit, di balkon kamarnya, Nata menenggerkan kedua lengannya pada pagar penjaga besi di hadapannya yang hanya setinggi pinggangnya itu. Sepasang matanya nampak memerhatikan sebuah rumah yang berada di seberang rumahnya. Sampai ketika, ia melihat kembali apa yang dia lihat beberapa lalu. Nata melihat Naya baru saja turun dari jok motor yang Nael tunggangi.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang