14. Apa yang Salah dari Mencintai?

9.4K 927 37
                                    

Apa yang salah dari mencintai seseorang yang tidak bisa membalas cinta itu?

• • •

"Nay, Ayah jalan duluan, ya. Sarapan sudah Ayah siapkan di meja makan. Bekalmu juga," ujar Mario dari luar, setelah mengetuk pintu kamar Naya, tanpa membukanya.

"Iya, Yah. Ayah hati-hati, ya, di jalan." Berhubung Naya masih sibuk bersiap-siap, ia hanya menyahuti dari dalam.

"Oh, iya. Ada yang menunggu kamu, tuh, di bawah."

Beberapa saat Naya sempat terpaku. Tidak perlu diberitahukan ayahnya siapa orang itu, Naya sudah yakin betul dia pasti kakak kelasnya yang semalam mendeklarasikan diri sebagai pacarnya. Siapa lagi kalau bukan Damar Naelandra!

Setelah beres memakai sepatu, Naya beranjak ingin mengambil ranselnya yang sudah ia siapkan di atas meja belajarnya. Akan tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti ketika ia melewati cermin besar meja riasnya yang jarang ia gunakan sebagaimana fungsinya. Sesaat Naya memandangi pantulan dirinya di hadapan cermin.

"Kok, muka gue pucet, ya?" gumamnya pada diri sendiri.

Enam belas tahun ia hidup di dunia, namun baru kali ini ia bercermin untuk melihat penampilannya sebelum berangkat sekolah. Karena biasanya, menyisir rambutnya saja Naya selalu lakukan tanpa bercermin.

"Tiap hari gue ke sekolah kayak begini? Yang bener aja!"

Dengan cekatan Naya meraih bedak dan liptint yang belum lama dibelikan ayahnya namun tak pernah ia pakai, yang diletakkan di atas meja riasnya. Memoles tipis wajahnya dengan bedak itu, juga bibirnya dengan liptint merah muda. Selesai sudah semuanya, barulah ia kembali menjalankan tabiatnya yang sempat tertunda tadi. Mengambil tas.

🌺

Sebelum menuruni anak tangga, Naya mengintip lebih dulu ke bawah ruang tamu. Apakah dugaannya itu benar atau tidak. Bisa saja kan yang datang itu bukan Nael, tapi Nata. Akan tetapi ketika sudah ia pastikan, ternyata itu benar-benar Nael. Dan tidak tahu apa alasan jelasnya, mengetahui hal itu tiba-tiba saja jantung Naya berdebar tidak seperti biasanya. Sampai-sampai ia menarik napas dalam-dalam dahulu, baru berani turun.

"Ekhem,"

Naya berdeham membuat Nael yang sedang sibuk memerhatikan foto-foto yang terpajang di area ruang tamu, seketika memutar bahunya.

"Lama amat. Kalau bukan pacar udah gue tinggal daritadi," tukas Nael kemudian.

"Tinggal aja, kan aku nggak minta Kakak jemput aku?" Naya membalas cuek seraya berjalan duluan keluar. Yang tak lama Nael menyusulnya.

"Kan gue bilang 'kalau bukan pacar'," ucap cowok bermata cokelat itu, seraya menunggangi motornya, sementara Naya mengunci pintu. "Lain kalau kenyataannya lo pacar gue. Sampai jam 7 pun gue jabanin."

"Emangnya nggak takut telat?" tanya Naya dengan intonasi menantang.

Sesaat Nael memberi helm untuk gadisnya lebih dulu, sebelum menjawab lagi, "Nggak masalah kalau telatnya bareng pacar. Justru enak."

"Kok enak?" Naya mengernyit sembari memasang pelindung kepalanya. "Ntar dihukum Pak Hengki baru tau rasa."

"Dihukumnya sama pacar sendiri, mau seharian juga nggak apa-apa. Daripada di kelas, sendirian," timpal Nael, tidak mau kalah.

Seketika Naya merasa kedua pipinya memanas mendengarnya. Namun buru-buru ia duduk di belakang Nael, sebelum cowok itu melihat pipinya yang hampir sama dengan kepiting rebus. "Apaan, sih, Kak. Basi, tau nggak," tepisnya.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang