34. Natasha

144K 11K 133
                                    

Lily kangen pada gedung GE yang njelimet seperti labirin. Kangen teman-temannya, kangen pada pekerjaan yang membingungkan dan tentu saja kangen melihat Ajie di kantor.

Si Boss galak itu memang menengoknya setiap hari. Semua pesan Lily juga langsung dijawabnya. Masalahnya... Ajie yang datang jauh berbeda dengan Ajie yang ia biasa lihat di kantor. Ternyata benar kata Tiar, yang selalu terkagum-kagum saat melihat Bang Jaya beraksi dengan seragamnya, seorang pria terlihat lebih tampan saat mereka sedang bekerja.

Sekarang kaki Lily sudah tak lagi mengenakan perban, memang masih dibalut, tapi untuk menjaga kestabilan saja. Lily sudah bisa berjalan dan masih bisa pakai sepatu. Hanya untuk sementara ia harus melupakan high heels-nya. Lily sih senang-senang saja. Ia memang tak terlalu suka dengan sepatu tinggi itu.

Tadi pagi Ajie juga sudah tahu.

My Hubby: Hari ini kerja?

 Lily: Yes, Boss! I'm back. Kenapa? Takut yaaa

My Hubby: Kok gak ksh tau? Kan bisa sy jemput

Lily: Lily naik taksi onlen, Mas. Tenang deh! 

My Hubby: Ya udah, see u soon

Persis di depan gedung GE, Lily melihat pelataran lobby dipenuhi oleh orang-orang yang memegang kamera dan mikropon. Mereka duduk-duduk sambil mengobrol dan menyiapkan perlengkapan kameranya. Dari badge-badge yang tergantung di leher mereka, Lily tahu kalau mereka itu wartawan. GE memang bukannya tak pernah didatangi wartawan, tapi baru kali ini Lily melihat mereka datang di pagi hari begini. 

Saat masuk, Lily juga masih melihat orang-orang berkumpul. Kali ini para karyawan dan staf di gedung GE sendiri. Berkerumun membentuk kelompok-kelompok. Ada juga karyawan dari para rekanan. Berdiri di sekitar lobby, membicarakan sesuatu. Lobby yang biasanya hanya dilalui para karyawan, mendadak seperti pasar.

Lily mengedarkan pandang, mencari-cari wajah-wajah yang ia kenal. Ia bekerja baru sebulan, jadi tak banyak yang ia kenal. Untungnya, ada seorang pria muda berbaju biru housekeeping yang ia kenal tengah berdiri tak jauh. Itu Adang.

"Mas Adang!" Panggil Lily. Adang menoleh, dan saat melihat wajah yang ia kenal, pria muda itu berlari mendekati Lily.

"Ya Mbak? Mbak Lily sudah sehat? Gimana kakinya?" tanya Adang sambil memperhatikan kaki Lily yang masih dibebat.

"Udah, udah gak papa. Cuma masih harus dibebat dulu, biar sembuh betul," jawab Lily. Lalu ia menunjuk ke arah orang-orang. "Ada apa sih? Kok rame?"

Adang menghela nafas. Mendekat sedikit ke Lily sebelum memberitahu, "Tadi ada artis itu loh, Mbak. Yang lagi digosipin sama Boss Presdir. Pas Pak Boss masuk lobby, tau-tau dia muncul, peluk-peluk Pak Boss sambil nangis. Minta maaf dan yaa... " lanjut Adang dengan wajah memerah. Apapun scene yang ia lihat, pasti itu sesuatu yang membuat semua orang jengah melihatnya.

Jantung Lily berdebar kencang. "Terus?"

"Pak Boss diam saja. Terus Mbak artis itu diajak naik ke atas. Udah itu aja yang Adang tau, Mbak. Setelah itu ya begini deh, rame." 

Lily mengangkat alisnya. Masih hendak bertanya ketika mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang. "Lily!!"

Adang yang lebih dulu melihat siapa yang memanggil Lily, buru-buru mengangguk dan permisi. Lily belum sempat mengatakan apapun, Adang sudah jauh meninggalkannya. Merasa percuma memanggil, Lily pun berpaling pada orang yang memanggilnya. Danu.

"Sudah datang? Kenapa gak langsung naik? Kamu udah ditunggu Ajie dari tadi tuh."

Kening Lily berkerut. "Ditunggu?"

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ