Part 17

48.6K 6.4K 644
                                    

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___


"Nggak mau ikutan main?" ajak Fabian kepada Kenzie. "Mayan nih pakai uang biru. Lumayan nge-game di warnet Tante Siti."

Sejak tadi Fabian, Edgar, dan dua siswa XI IPS 1 bermain domino di bagian belakang bangku-bangku. Beberapa uang kertas sungguhan terpampang nyata di atas lantai. Dari yang warnanya kuning, keunguan, hijau, sampai ada juga yang biru! Tak ada yang peduli apa yang keempat anak laki-laki itu lakukan karena yang seperti itu sudah sering terjadi di kelas XI IPS 1. Disaat mereka heboh sendiri dengan kekalahan atau pun kemenangan perjudian kartu, teman-temannya sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru piket.

Kenzie tidak memedulikan semua itu. Baik belajar atau pun ikut-ikutan iseng bermain judi sungguhan. Sejak tadi dia menyandarkan lengan dan kepalanya di dinding, mulutnya sering mengeluarkan napas pelan, matanya selalu terpejam, telinganya terpasang headset tanpa musik atau pun suara lain. Hanya satu yang dia kunjungi, yaitu pikirannya.

Satu-satunya yang ada di kepalanya sekarang hanya Shareen. Jika ada yang kedua maka itu Shareen, dan seterusnya. Dia masih terlalu bingung dengan ucapan Mbak Ika malam itu yang terasa mengganjal. Dia memikirkan apa jadinya jika Shareen benar-benar pergi, menghilang, dan tak akan pernah muncul lagi.

Sampai dia dewasa. Berumur dua puluhan, tiga puluh, empat puluh, dan seterusnya.

Kenzie paham tentang pertemuan dan perpisahan. Setiap dua orang bertemu, suatu saat akan berpisah dengan cara yang berbeda-beda.

Lalu, kenapa dirinya merasa enggan untuk merelakan kepergian Shareen suatu saat nanti?

"Eh, Bos! Ken!" teriak Edgar.

Tiga orang lainnya ikut melirik ke arah Kenzie setelah Edgar memanggil cowok yang kadang dipanggil sebagai si Bos atau si Kapten karena Kenzie adalah kapten di tim basket sekolah. Mereka memang sama-sama dari kelas IPS 1 dan sama-sama ikut masuk ke ekskul basket tim inti maupun tim cadangan hanya karena ikut-ikutan dengan si Bos mereka.

"Dari tadi ngelamun mulu. Ngelamunin apaan, sih? Si Erica? Udah lah, Sob. Erica udah pindah hati ke Rafka. Ikhlasin aja nggak apa-apa. Lo pasti dapat yang lebih baik dari Erica. Potong kuku gue hari Senin kalau Erica beneran pacaran sama Rafka." Edgar mengangkat kukunya, memperlihatkan kuku-kukunya yang panjang.

"Hari ini sahabat makan sahabat itu mah udah biasa. Ya, walaupun apa yang Rafka lakukan itu nggak bagus, tapi siapa yang bisa menghalangi perasaan? Kalau Erica dan Rafka saling suka, lebih baik yang terlupakan mundur tertatur walaupun sakit banget. Kayak dicabik-cabik. Hiks." Edgar pura-pura menangis.

PLAK

Fabian menampar pipi Edgar hingga terdengar bunyi keras. "Mau main kagak lo?" bentak Fabian, jengkel.

Kenzie mendengkus sebal mendengar penuturan Edgar. Dia membuka kelopak matanya. Ragu, dia bertanya. "Beneran ada nggak sih orang yang move on cepet banget?" tanyanya tanpa menatap satu orang pun.

Can I Meet You Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang