Rintik Keenam

147 16 2
                                    

Halo semuanya!

Maaf Galih telat update. Baru selesai UAS dan ini lagi minggu-minggu liburan hehehe..

Semoga bisa update dengan lancar ya setiap hari sabtu. Ini chapter terbarunya. Semoga suka.

Enjoy your time guys! love you..

Note: Maaf kalau banyak typo haha...

.

.

            Kami gagal bertemu sore hari di toko parfum milik Shanum. Ia harus menambahkan waktu ekstranya di kantor. Sebagai gantinya, aku harus menunggu beberapa jam lebih lama untuk bertemu dengannya di La Ciel de Paris. Sepulang dari cafee itu aku menghabiskan waktuku di kamar. Memili-milih baju yang ku bawa dalam tas carier. Akhirnya ku putuskan untuk mengenakan kemeja baby blue dengan celana khaki. Tak lupa, aku juga mengenakan camel coat dan flat cap cokelat andalanku. Ku semprot parfume berkali-kali dan setelah merasa ok aku segera turun ke bawah.

Jullien menggodaku saat kami berpapasan. Ia menyuruhku untuk berhenti sebentar. Lalu dengan lagak bak seorang designer ia mengomentari penampilanku. Katanya penampilanku sore ini sangat menakjubkan. Aku berterima kasih padanya dengan bahasa Perancisku yang belepotan. Sebelum berangkat Jullien memberikanku sepotong kue buatan tuan Roussell yang sangat enak. Aku berjalan sebentar menuju stasiun kereta. Perjalanannya memakan waktu tiga puluh menit.

Saat aku tiba, restorannya sudah mulai banyak pengunjung yang menduduki meja. Aku celingak-celinguk mencari sosok Shanum. Seorang pelayan datang menghampiriku dan berbicara menggunakan bahasa Perancis. Ia menawarkan bantuan kepadaku, aku memintanya untuk mengantarkanku ke meja yang kosong. Satu meja kosong tersedia, lokasinya ada di sudut dekat jendela. Dari tempat duduk itu ku bisa menikmai indahnya kota Paris dengan pemandangan langsung ke Eiffel Tower.

Musik live mengiringi semua orang yang menikmati hidangan. Aku mendengar suara acordion dimainkan dengan tapis. Terasa sangat kental sekali suasana Perancis di ini. Beberapa menit sekali aku melihat jam tangan. Memeriksa sudah berapa lama aku terjebak di sini sendirian. Pelayan yang tadi mengantarku duduk sudah tiga kali datang ke mejaku untuk menanyakan apakah aku sudah siap makan atau belum dan aku selalu menjawab nanti.

Shanum akhirnya datang di menit ke lima puluh lima. Hampir satu jam aku menunggunya. Ia berjalan terburu-buru ke arahku. Rambutnya berantakan sekali, tapi masih tetap cantik.

"Maaf aku terlambat." Katanya dengan nafas tersengal-sengal.

"Tak apa Shanum, untung saja bokongku ini masih kuat untuk duduk. Kursinya empuk sih."

"Kau selalu bisa membuatku tertawa Bi."

Pelayan itu datang lagi menghampiri. Ia memberikan senyum pada gadisku. Tidak lama menatapnya, ia langsung menawarkan menu kepadaku. Aku yang takut salah pilih menu menyerahkan semuanya pada Shanum. Gadisku tertawa lirih, mengejekku. Tak apa, asal ia bahagia.

"Kau terlihat sangat Eropa sekali." Katanya.

"Itu pujian?"

Shanum memberikan sebuah anggukan.

"Kau juga sangat cantik Num. Wait, I have something for you."

Aku merogoh saku coat-ku. Mengambil jepit rambut yang kudapatkan di toko tuan Victor tadi siang. Ku arahkan rambutnya yang menjuntai itu ke belakang dan ku rapikan dengan jepitan itu. Seperti yang kubayangkan sebelumnya, jepit itu sangat indah untuknya. Shanum tersenyum dan berterimakasih untukku.

.

.

.

Makanan yang dihidangkan memang enak, tapi porsinya sangat sedikit sekali. Sebagai orang Indonesia yang sering makan nasi dengan berbagai lauk, aku masih merasa lapar. Untuk itu Shanum mengajakku ke apartemennya. Ia akan membuatkan sesuatu untukku.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang