03. hal langka

2.8K 561 748
                                    

Ketika tepat pada tujuh hari lamanya Daniel memutuskan hubungannya bersama Feira, rasa yang hinggap di dalam hati si gadis perlahan mulai terkikis seiring bergulirnya waktu. Jika diibaratkan, hanya ada beberapa keping saja yang tersisa--dan memang seharusnya dibuang jauh sampai tak lagi hinggap. Sebab, rasa bencinya kini terasa lebih besar berkat kejadian menyebalkan di kantin itu berlalu. Apalagi, rentetan memori yang sangat tidak patut untuk diingat tersebut terkadang tak sengaja bercokol di dalam kepalanya, yang secara tidak langsung mengingatkan Feira agar segera melupakan lelaki tak punya hati seperti Daniel.

Well, dari kisah yang dialaminya, Feira kini sudah mulai dapat menangkap sebuah kesimpulan bahwa melupakan seseorang itu akan terasa mudah jika orang yang akan ia lupakan benar-benar menyakitinya dengan begitu dalam, lalu ia pun merasa ilfeel terhadap sikapnya, hingga rasa sayang yang ia miliki menghilang termakan oleh waktu--karena memang waktulah yang berkuasa atas segalanya. Terlebih dari itu, sebenarnya bagaimana kepercayaan masing-masing saja, pun bagaimana cara orang itu menyikapinya.

Barangkali, Feira sudah mencapai fase yang seperti di atas. Karena, Feira dapat dikatakan hampir sukses melupakan Daniel setelah ia membenci lelaki tersebut. Bahkan, semalam saja Feira sudah mulai menghapus semua fotonya bersama Daniel yang berada di dalam galeri ponsel dan membakar semua barang pemberian dari Daniel. Jika dikalkulasikan, barangkali sudah mencapai sembilan puluh lima persen dalam tahap melupakan Daniel. Ini suatu kemajuan untuknya.

Kendati demikian, setelah kejadian kantin berlalu, Feira tampak sangat murung setiap harinya. Melihat perubahan tersebut, membuat Tasya merasa sangat iba. Feira benar-benar sudah berubah drastis menurutnya. Ia sungguh ingin melakukan sesuatu untuk menghibur sahabatnya tersebut. Maka dari itu, setelah bel pulang sekolah berbunyi, Tasya yang tengah memasukkan alat tulisnya kedalam tas, lantas mulai mengajak Feira untuk membangun sebuah konversasi berupa ajakan, "Ra, hari ini kita nonton film, okay? Biar lo gak galau terus kayak gini."

Berbeda halnya dengan aktivitas yng tengah Tasya lakukan, Feira justru malah terpelonjat sekejap setelah melamun panjang. Dia begitu banyak diam hari ini, berbicara pun seadanya. Demi menghargai pertanyaan dari Tasya, Feira pun mulai memberikan sebuah jawaban meski dengan setengah minat bersuara, "Nonton film apa?"

"Genre romance, mau?"

"Gak, deh. Kalau jomblo kayak Ira nonton film romance, nantinya suka kelihatan miris. Pengen uwu-uwuan, tapi gak punya Ayang. Akhirnya malah iri, dengki dan penyakit hati lainnya suka timbul."

Feira itu polos. Berbicara saja selalu apa adanya seperti barusan. Maka, pantas saja Tasya dibuat terpingkal setelah mendapatkan balasan dari lawan bicaranya. Karena beberapa deret kalimat tersebut sungguh berhasil menggelitik gendang telinganya. "Makanya, cari Ayang baru, jangan ngehalu terus. Mau gue comblangin sama temen Ayang gue? Ganteng-ganteng, lho, Ra."

Feira spontan menggeleng. "Gak ah, makasih. Ira lebih milih buat ngehalu aja daripada punya Ayang di real life yang akhirnya cuma nyakitin doang."

Tasya mencibir, "Dramatis banget hidup lo, Ra."

"Tumben lo ngajak nonton, Sya. Gak bakal ngebucin sama Ayang lo?" Amanda mulai ikut andil membangun konversasi. Saat ini ia sudah selesai menyelesaikan aktivitasnya, kemudian berjalan sedikit dan berdiri disebelah bangku milik Feira.

"Dia mau main futsal." balas Tasya agak jengkel mengingat fakta tersebut. Karena akhir-akhir ini, pacarnya lebih mementingkan hobinya daripada mengajak jalan gadis tersebut. Namun, kekesalan yang dirasakannya tak berlangsung lama, sebab ia mendadak teringat sesuatu hal tentang; "Eh, tadi, pas gue nyamperin Ayang gue ke kelasnya, gue lihat Kak Farah cabe lagi ngebujuk Kak Fanza buat nonton sambil mohon-mohon berlutut gitu."

Profitable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang