[vol. 1] 4. Kesepakatan

10.6K 1.4K 111
                                    

Segala sesuatu akan menjadi mungkin, ketika kita terus bekerja keras dan berdoa.

***

"Bukan, Sa, gue telepon lo bukan masalah Tante Yuli," ucap Pita di seberang sana dengan tergesa-gesa.

"Terus?"

"Di depan rumah lo ada yang ngetuk-ngetuk. Pas gue intip dari jendela, badannya besar-besar, terus tampangnya serem-serem. Lo ke sini dong, Sa. Gue takut banget, tau."

"Yaudah, gue balik sekarang, tunggu. Bilang aja lo tamu di rumah gue."

Setelah mengantungi ponselnya kembali, Sakura menyempatkan diri untuk menepuk satu sisi bahu Bima sambil bilang, "Bon, gue balik duluan, ya."

"Iya, hati-hati, Sa."

Sakura menipiskan bibirnya. Namun baru tiga langkah ia hendak berlalu, tiba-tiba dirinya teringat kalau ia hampir melupakan seseorang. "Oiya, sori, ya. Gue nggak ada waktu buat berurusan sama lo," tunjuknya pada Angkasa seraya memutar bahunya.

💕

Jika biasanya Sakura memerlukan waktu sekitar 15 menit lebih dari kampus untuk sampai ke rumahnya, kali ini Sakura hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai sana. Karena tadi, Sakura mengayuh sepedanya secepat yang ia bisa lakukan. Dari ujung gang Sakura sudah bisa melihat dua orang berbadan besar seperti yang dikatakan Pita kepadanya melalui sambungan telepon.

Selepas memasang standar sepedanya, barulah Sakura menghampiri. Kedatangan Sakura saat itu sudah seperti dewi keberuntungan bagi Pita, yang sebelumnya nampak sedang diinterogasi oleh dua orang pria berwajah mengerikan itu.

"Ada apa, nih, ramai di rumah saya?"

"Anda putrinya Pak Rendi?" Salah satu dari mereka bertanya sesaat setelah bangkit berdiri menghadap Sakura.

Tanpa ada rasa takut, Sakura menjawab lantang, "Kalau iya, emang kenapa?"

"Kami Debt Kolektor yang ditugaskan untuk menagih hutang Pak Rendi yang belum dilunasi sampai sekarang, dan sudah jatuh tempo."

"Hutang?" seruak Pita seraya saling toleh dengan Sakura.

"Ayah saya punya hutang?" tanya Sakura dengan kenyitan di dahi.

"Iya," sahut pria yang satunya lagi, seraya mengulurkan sebuah amplop putih berukuran panjang pada Sakura. "Untuk jumlah dan keterangan lain yang lebih jelasnya, dapat dilihat di sini."

Sakura menerimanya dengan ragu-ragu. Kemudian, membuka rekatan lemnya, dan mengeluarkan selembar kertas yang terlipat resmi dari dalamnya. Sakura sungguh bergeming saat membacanya. Pada surat itu tertera jelas, bahwa ayahnya, memiliki hutang yang harus dilunasi dalam kurun waktu selambat-lambatnya lima tahun yang terhitung setelah tanda tangan kontrak. Dalam perjanjian hitam di atas putih tersebut, baik Pak Rendi Suryo maupun seseorang yang meminjamkan uang, membubuhkan tanda tangan mereka masing-masing di atas materai.

Lebih dari itu, Sakura bahkan sangat-sangat terkejut, ketika ia kembali menyadari nominal angka yang merupakan jumlah pinjaman ayahnya.

"Lima puluh juta?!"

Mendengar jumlah pinjaman yang lolos dari lontaran Sakura seketika membuat Pita terpancing untuk melihatnya dengan langsung pada surat perjanjian yang masih berada di tangan Sakura. Apa ia tidak salah dengar, lima puluh juta?

Akan tetapi kenyataannya memang tidak salah.

"Buat apa ayah saya meminjam uang sebanyak itu?" Sakura menegakkan kepalanya, menuntut jawaban pada dua penagih itu.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang