3. Action

3.5K 472 48
                                    

Ruangan ini pengap dan sempit aku bahkan tidak yakin sampai kapan akan bertahan lama tanpa oksigen dan sinar matahari. Kedua lengan terasa sakit akibat rantai besi yang mengikat dari tiga hari kemarin. Seluruh tubuh ku memar dan bagian yang membuat hati ku sakit adalah pakaian ku sudah tidak utuh sempurna, robek di banyak tempat menampilkan tubuh putih ku.

Aku mengangkat kepala dan menatap tajam pria gendut yang dari tiga hari yang lalu telah membuat ku seperti ini.
Ia dengan santai nya mengusap kepala plontos mengkilatnya. Oi bahkan si botak ini lebih mengerikan dari pada tuan Keith Sadis.

"Kau lapar nona muda?"

Bego nya sampai ke DNA, tentu saja bodoh! Bagaimana bisa hati mu tega melukai dan menginterogasi seorang gadis muda secara kejam?

Lima jam yang lalu beberapa alat tajam dan mengerikan bersanggar di tubuh ku. Seperti cambuk, rantai berlistrik dan pisau yang menggoreskan ujung nya di kulit mulus ku, menciptakan luka yang panjang.

Semalam pria gendut ini bertanya,

"sepertinya kau mengetahui masa lalu Levi Ackerman. Apa kau tahu dimana dulu dia tinggal?"

Aku sebenarnya tahu, sungguh! Akan tetapi melihat pria ini langsung bertanya ke masa lalu kapten membuat ku menutup mulut serapat mungkin. Tidak ingin satupun informasi tentang kapten terbongkar. Nyawanya bisa terancam nanti.

Ketika aku terdiam menolak untuk menjawab saat itulah ia bilang 'lakukan' pada salah satu anak buahnya dan tak lama sebuah kejutan listrik berstandar tinggi mengalir dari tembok dan rantai lalu kemudian menytrum diri ku. Rasanya sakit sekali seakan semua kulit ku dipaksa cabut dari tulangnya.

"Masih menolak untuk menjawab?"

Dan berbagai pertanyaan yang sama di ajukan-terkadang berganti ganti- aku tetap bungkam. Ia kesal sangat kesal, wajah nya memerah. Lalu ia berdiri dan meraih sebuah cambukan dari salah satu anak buah nya.

Tubuh ku terlalu lemah hanya sekedar untuk bergetar takut. Senjata listrik itu bisa membunuh ku jika aku tidak bisa menahan nya. Sebuah cambukan pertama melayang keras di punggung ku. Aku menjerit kesakitan, rasanya lebih perih dari listrik itu.

"Rusak pakaian nya!" Teriaknya marah.

Apa yang ku lakukan saat itu? Saat itu aku hanya bisa menangis memohon pada anak buah nya untuk berhenti. Hal yang membuat ku semakin tidak mengerti adalah salah satu dari anak buah itu terlihat sangat terpaksa melakukan nya. Air muka nya menatap ku dengan tatapan kasihan dan tak tega, kalau tidak salah ingat nama nya Tomoki. Ia berbisik 'maaf maaf jangan menangis ku mohon. Bertahan lah.' Di dekat wajah ku.

Apa dia berniat menolong ku?

"Yang semalam belum cukup ya? Apa kau ingin yang nikmat atau yang menyakitkan?"

Lagi-lagi aku memilih terdiam tak menanggapi. Oi air mata ku sudah habis, bekas luka dari pisau itu masih ada bahkan darah nya belum kering. Menetes ke lantai putih membuatnya kotor.

"Tomoki." Panggil nya.

Beberapa anak buahnya masuk dengan membawa berbagai alat aneh lain nya dan aku tidak peduli dengan hal itu. Ketika Tomoki menatap ku,  aku memilih menunduk tak ingin menatap nya.

CTAARSH!

"AAKH!" Sebuah cambukan tak terduga melayang di tubuh ku. Menciptakan rasa sakit yang teramat.

"OI Blade! Apa yang kau lakukan?!" Si botak itu berteriak garang.

"Saya sudah kesal bos mengingat gadis tuli dan bisu ini tidak menjawab."

Perlahan aku mengangkat kepala menatap Tomoki yang air muka nya sudah tidak tega menatap ku.

"Mungkin dia butuh kenikmatan." Saran bos itu.

I'm Gone Or You? {END}✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang