Skandal

252 42 8
                                    

Di kegelapan, sebuah cahaya lilin menghiasi ruangan mereka. Dari lilin itu Guanlin dapat melihat senyum manis pemuda di sampingnya.

"Gomawo, Guanlinie atas tawarannya. Tapi, aku tidak bisa"
"Wae? Bukankah kau sudah tak mau tinggal dengan orangtuamu?"

Woojin menghela nafas, ia tersenyum sekali lagi.

"Aku tersadar setelah melakukan hal gila ini"

Woojin memandang tangannya yang terbalut oleh kain kasa. "Kau tau, saat pertama kali aku menyayat tanganku. Ada perasaan lega. Darah yang mengalir seakan menghilangkan semua sakit yang ada di hatiku. Sayatan kedua dan ketiga, membuatku melayang. Rasanya semua menjadi lebih baik. Tapi, ketika kepalaku sudah semakin ringan. Aku mulai mengingat jelas kejadian di masa lalu.

Di mana ketika aku sakit panas. Tanpa kedua orangtuaku di rumah, saat itu rasanya semua sangat sulit. Hatiku juga terluka, ketika sakit seperti itu tidak ada yang perduli padaku. Tapi, di salah satu malam. Eomma datang menjengukku. Meminta Ibunya Daniel Hyung untuk berkunjung. Hanya sebentar memang, di ingatan itu. Eomma tersenyum sambil mengecup keningku.

Ingatan itu sendiri memberiku harapan. Sampai ia bilang 'Aku tidak membutuhkanmu' dengan mulutnya sendiri. Aku masih ingin bersamanya"

Guanlin memeluk Woojin. Tangannya agak bergetar. Bagaimana Woojin bisa mengatakan hal itu. Woojin mengabaikan fakta dirinya berharga. Bahwa ia juga di inginkan. "Kau dibutuhkan tentu saja. Ibumu mengatakan ingin memberikanmu pada oranglain bukan berarti kau tidak dibutuhkan. Itu karena kau terlalu 'Berharga', karena kau berharga. Ia merasa gagal karena sering mengabaikanmu. Ia ingin kau berada di tempat dimana kau bisa bahagia.

Woojin Hyung, jika kau ingin kembali ke Ibumu. Aku akan mendukungmu. Tapi, jangan melupakan satu hal, pintu rumah kami selalu terbuka untukmu. Kami selalu menunggu. Datanglah kapan saja kau merasa kesepian"

Guanlin melepaskan pelukannya dari Woojin. "Woojin Hyung, Aku mencintaimu..." Kemudian menempelkan dahinya dengan dahi Woojin. Guanlin menangis tanpa suara, air matanya terjatuh seperti berlian. Terlihat sangat berkilau untuk Woojin.

Woojin menghapus air matanya. "Mwoya? Kenapa kau menangis? Aku tak akan pergi jauh, kan?" Guanlin memeluk Woojin lagi, kali ini ia menangis dengan kencang. "Uh Huu huu... Hyung bodoh! Kau hampir meninggalkanku, bukan? Mengatakan dirimu tidak berharga, menyakiti dirimu. Aku sangat sakit hanya dengan melihatmu. Aku menyayangimu. Rasanya jantungku mau berhenti ketika melihat darah yang mengalir keluar darimu. Kau bilang aku temanmu, kau bilang aku adikmu...Hiks... tapi...tapi... kau malah menyimpan semuanya sendiri. Apa kau berbohong mengatakan hal itu padaku..."

Woojin terkekeh. Pemuda yang lebih tinggi darinya. Memeluknya seperti teddy bear dan menangis seperti anak umur 5 tahun. Woojin mendorong badan Guanlin, menghapus air matanya. "Maaf...Maafkan aku. Sudahlah, sekarang aku tak apa-apa bukan. Jangan menangis lagi"

Guanlin menunjukkan kelingking nya. "Berjanjilah, kau tak akan melakukan hal ini lagi. Seberat apapun masalahmu, kau tak boleh menyerah" Woojin tersenyum. Mengikatkan kelingkingnya pada Guanlin. "Aku berjanji"

Lampu kamar menyala, suara pintu mengalihkan perhatian mereka. "Apa yang kalian lakukan gelap-gelapan seperti itu?" Keduanya tertawa melihat Dokter Ong. "Ya~ kenapa tertawa? Tidak sopan sekali!"

Keduanya menggeleng "Ani" kata keduanya kompak. "Ah~ Woojin-ah. Kau kedatangan tamu"

***

Pemuda dengan bahu lebar itu masuk, "Ya" sapanya dengan senyum canggung. Sesaat mereka terdiam. Tak menyangka dengan kedatangan tamu mereka. Pemuda itu mendekat. Mengusap kepala Woojin. Woojin memandanginya lekat sekali. Kemudian, pandangan Woojin kembali tertunduk. Tangan pemuda itu mengangkat tangan Woojin yang terbalut.

Shining NPCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang