Menuju-Mu (part.13)

37 3 0
                                    


Pertengahan tahun 2000. Saat kepasrahan berada di titik nadir.

Malam, di sudut desa Pogung Dalangan, sisi selatan Kabupaten Sleman. Dalam kamar kecil berukuran 3x3, Rumah kontrak Azhima.

Bulir keringat sudah sedari tadi terlihat memenuhi dahi Keysha. Membentuk titik-titik air kemudian mengaliri pipi. Udara di dalam ruang kamarnya terasa semakin panas dan menyesak, namun gadis itu seperti tak peduli, sebab semuanya akan ia selesaikan malam ini. Bismillah.

Satu persatu barang-barang "antik" miliknya ia masukkan ke dalam kotak kardus besar : koleksi kaset para artis musik kesukaannya dulu. Mulai dari Nirvana, hingga Iwan Fals. Dari Roxette hingga Nicky Astria. Juga pakaian "nyeleneh" miliknya yang terlihat sudah kadaluarsa. Tak lupa album foto "Keysha and the Gank", juga ia museumkan. Sebab foto saat dirinya belum menutup aurat, sudah tidak boleh lagi terlihat.

Tangan Keysha perlahan membuka-buka beberapa foto yang diambil saat kegiatan pendakian. Baginya, gunung adalah pelepasan beban. Hembusan nafas kerinduan. Pengakuan atas kekerdilan diri terhadap kebesaran kuasa illahi.
Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari tempatnya. Keysha lantas memungut dan mengamati, sebuah gambar berukuran postcard. Seketika terasa ada pusaran waktu yang meringkus dirinya, menghisap, membawanya berputar-putar, melewati portal lorong waktu. Ia ditarik ke masa satu bulan yang lalu, kemudian dihempaskan keras ke sebuah tempat yang ia kenal dekat. Puncak Merbabu.

******

"Gue heran, deh. Kalau nggak boleh dibilang penasaran. Gue mau nanya, kenapa elu ... yang good looking, pinter, kaya, de el el, tapi nggak pernah punya pacar? Eluu ... emmm ... normal, kan?" tanya Keysha dulu, dengan konyolnya.

Dan Irfan tergelak hebat demi mendengar pertanyaan gadis tomboy di sampingnya. Cekungan kecil di pipinya menjadi jelas terlihat. "Kenapa nanya yang begituan, sih? Memang kamu berminat jadi pacarku? Mau daftar yaaa ...? seloroh pemuda itu, menggoda.

"Idih!" Keysha membuang muka sambil membuka bungkus coklat batangan yang selalu ia bawa kemanapun.

"Sekarang aku yang gantian tanya. Menurutmu, keuntungan apa yang akan kita dapatkan dari sebuah hubungan tanpa komitmen?"

Keysha mengedikkan bahunya, sedikit tidak peduli atas pertanyaan Irfan.

"Nothing! Selain waktu dan biaya yang habis secara percuma. Selain itu, aku juga paling tidak suka bermain-main dengan perasaan," lanjut pemuda berambut sebahu itu.

"Kenapa harus bermain dengan perasaan?" tanya Keysha, tak mengerti.

"Key, listen. Aku cukup sibuk. Sebagian besar waktuku dihabiskan bersama teman-teman yang peduli pada kehidupan anak-anak dan para pemuda jalanan ... yang untuk makan saja, mereka harus bertaruh nyawa! Bisa kamu bayangkan seandainya aku menjalin hubungan dengan perempuan. Pasti dia akan menuntut lebih banyak waktu yang aku punya. Jika aku tidak bisa memenuhinya, dia akan marah. Lalu kami bertengkar, dan bla bla bla. Beuhh ... so complicated," jelas Irfan. Dia mengambil kerikil, kemudian melemparkannya ke jurang yang terhampar di depan.

"Hidup terlalu berharga, Key. Aku nggak mau menghabiskannya untuk sesuatu yang nggak penting," pungkas pemuda itu lagi.

"Tapi elu normal kan? Eh, maksud gue ... emmm ... masih tertarik sama perempuan, gitu?" Keysha bertanya, penasaran.

"Hahaaahaaa ... nanya itu lagi. Mau tau? Dalam kehidupanku, cuma ada tiga wanita yang telah sanggup mengintervensi cita-cita dan harapan yang aku punya," jawab Irfan, santai.

Gadis berjaket biru di sampingnya mendadak tertarik. Ia lantas memasukkan sisa coklat ke dalam saku celana. Menghadapkan wajah ke arah pemuda di sebelahnya, dan menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Pertama, wanita yang menjadi penyebab aku lahir ke dunia, ibu. Kedua, saudara sepupu yang dengan hati lembutnya mampu membuat aku kembali optimis menjalani hidup, Tina. Ketiga, gadis tomboy, keras kepala, jorok, jarang mandi, tidak suka diatur, maunya menang sendiri ...," pemuda itu tergelak saat menyebutkan ciri-ciri terakhir orang yang dimaksud.

Wajah Keysha seketika menegang.

"Ah, aku tidak suka basa-basi. Rencananya, setelah misi pendakian ini selesai, lusa aku akan melamarmu!"

******

Harap seperti apalagi yang dapat kusandarkan, selain menggantungkan seluruhnya kepada sang Pemilik Kuasa?
Doa mana lagi yang akan kulangitkan, selain menyerahkan segenapnya kepada sang Pengabul Pinta?
Rindu siapa lagi yang dapat kulabuhkan, selain menambatkan segalanya kepada sang Penggenggam Rasa?

Sungguh, yang dapat kulakukan saat ini hanyalah perbaikan diri
Hingga kelak, Dia berkenan mempertemukanku dengan sang pecinta sejati

******

Sesak rasanya saat Keysha memutar ulang peristiwa satu bulan lalu di puncak Merbabu. Irfan mau melamarnya? Dia serius, atau ingin menghina? Apa dia lupa, atau cuma pura-pura?

Irfan. Seorang laki-laki mapan, tampan, baik hati, tidak sombong. Suka menabung, rajin cermat dan bersahaja. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya, setia kepada pancasila, serta cinta pada tanah air dan bangsa. Paket komplit.
Sedang Keysha? Seorang gadis yatim piatu miskin yang tidak punya apa-apa. Dia nggak mau kalau nanti keluarga besar Irfan menyebutnya sebagai Cinderella yang sengaja meninggalkan sepatu kaca. Meski wajahnya juga tidak secantik si "upik abu" itu.

Keysha mengamati setiap detail wajahnya di cermin kamar. Apa yang diharapkan Irfan dari aku? Hatinya bertanya-tanya. Bukankah banyak para mahasiswi yang seringkali menyengaja mencari perhatian pemuda itu? Mereka cantik, kaya dan berpendidikan pula. Keysha sungguh tak habis pikir.

Gadis yang kini telah berhijab itu, memandangi tiga kotak kardus besar yang telah tersusun rapi. Saat ini fokusnya adalah evaluasi dan perbaikan diri. Tadi sore ia telah membuat sebuah keputusan besar. Ia harus hijrah. Dan menjauh dari Irfan, adalah langkah awal dari perjalanan perjuangannya. Keysha menangkap raut keterkejutan pemuda itu tadi, namun tekadnya sudah bulat. Maka saat senja telah sempurna memayungi kota Jogja, ia memantapkan hati. Pergi dengan membawa sebongkah keyakinan, bahwa Tuhannya pasti akan memberikan yang terbaik, bagi setiap niat baik.

"Umar adalah orang yang paling ditakuti oleh penduduk seantero Mekkah. Jika berbicara, suaranya menggelegar. Jika berjalan, tanah bergetar. Pedang seberat 50kg yang dimilikinya, bisa membuat gentar siapapun yang melihat. Saat ia berniat akan membunuh Rasulullah, tak ada seorangpun yang sanggup menghadangnya. Semua takut! Namun ternyata, hati yang keras itu ... dapat melunak dan luluh di hadapan ayat-ayat Al-Qur'an." Suara Tina saat memberikan kultum sehabis Shubuh, terus terngiang di telinga Keysha.

"Hidayah itu tidak turun secara tiba-tiba. Butuh upaya keras untuk menjemputnya. Sering-seringlah berdo'a : Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii 'alaa diinika. Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan Hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."  Kembali nasehat Tina menggema. Membuat hati Keysha menjadi gerimis.

"Allah, ini aku datang ... aku datang Ya Rabb," lirih gadis itu mengucap. Ia sengaja tidak menghapus aliran air yang menderas keluar dari matanya. Biar kelak ia menjadi saksi, atas janjinya pada Ilahi.







Menuju-MuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora