#20. "Capital Letters."

8.7K 489 10
                                    


"I tried to hates you in a million way. But my heart just cheat on me for a million times too."

***

Alessa menghela napasnya gusar. Meja makan sudah ditata sedemikian rupa dan tersedia oleh beberapa hidangan yang diolahnya untuk makan malam. Namun, ruang makan kali ini hanya diisi oleh perempuan itu dan juga suaminya yang sibuk dengan tablet miliknya. Membuat nafsu makan terasa ikut hilang ketika Glen dan Elena sama-sama tak ingin turun ke bawah untuk makan malam.

"Aku tak mengerti dengan dua manusia dewasa itu. Mereka seperti anak remaja yang baru puber," ucap Alessa seraya memijat pangkal hidungnya dengan lelah. "Padahal tadi pagi, kita baru saja melihat mereka memasuki kamar yang sama dan menutup pintu. Tapi kini, mereka sama-sama menolak makan malam."

"Apa yang membuat mereka bisa bertengkar hebat dan mengagetkan seisi rumah dengan teriakan mereka?"

Leo menatap istrinya yang berbicara dari ujung kaca mata bacanya. Pria tua itu akhirnya menaruh tablet dan fokus pada istrinya seorang.

"Mungkin mereka hanya berdebat kecil seperti biasa," balas Leo tenang.

Alessa mengembuskan napas pelan. "Tapi, aku tidak pernah melihat mereka berdebat seperti itu. Jika, mereka sudah sampai saling meneriaki, sudah pasti mereka bertengkar hebat bukan berdebat lagi, sayang."

Gantian, kali ini Leo yang mendesah. "Kau hanya perlu mencari cara untuk membuat mereka melupakan perang dingin.

Kedua alis Alessa menyatu mendengarnya. "Kau mempunyai ide, Sayang?"

Kening Leo tampak berkerut. Mencoba menggali ide di otaknya. Kemudian, menatap istrinya dengan mata berbinar.
"Pesta itu. Mungkin kau harus mengajak Elena ke peluncuran kedua Legally. Bukankah wanita itu juga turut andil dalam pembuatan Legally sebelumnya?"

Mata Alessa membesar ketika mengingat pesta yang harus dihadiri mereka dalam tiga hari lagi. Kemudian senyumnya mengembang ketika menyadari betapa bergunanya ide suami Alessa.

"Kau benar! Lagi pula, aku tak akan membiarkan putraku berjalan sendirian di pestanya, tanpa seorang wanita. Itu akan menjadi pesta pasangan."

Leo hanya mengangguk singkat. Menyadari perubahan suasana dari istrinya yang sebelumnya tak bersemangat, kini menjadi menggebu-gebu.

"Tapi, aku harus menanyakan masalah mereka dulu pada seseorang yang sudah pasti mengetahuinya."

Kening Leo berkerut ketika mendengar penuturan Alessa. "Kau akan bertanya pada cenayang lagi?

Alessa memutar bola matanya. "Tentu saja tidak, Leo! Aku hanya akan bertanya pada seseorang yang dekat dengan Glen dan selalu bersamanya."

***

Alessa mengetuk pintu kamar Glen beberapa kali. Mencoba bersabar untuk menunggu anaknya membukakan pintu sampai beberapa detik kemudian, suara kenop pintu yang diputar terdengar, membuat Alessa memasang senyumnya untuk menyambut Glen.

Pintu yang terbuka itu menampilkan sosok Pria yang terlihat lelah dan acak-acakan. Membuat Alessa berpikir apa yang membuat anaknya terlihat selelah ini.

"Hai, son. Boleh aku masuk?" tanya Alessa dengan ceria. Mencoba untuk menularkan suasana senang pada anaknya.

Glen tak menjawabnya. Hanya membuka lebar pintu kamarnya untuk membiarkan Alessa masuk.
Perempuan itu melangkah masuk, lalu mengedarkan matanya ke segala sudut kamar putranya. Kamar yang didominasi oleh warna abu-abu yang terlihat sangat maskulin. Semuanya tampak sangat mencerminkan Glen tentang betapa anak laki-laki itu menyukai warna abu-abu, karena warna matanya sendiri.

Trapped In His ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang