2: Hanya Sampah

2.4K 489 227
                                    

Nata terus menarik tangan Naura hingga sampai di UKS. Ia menyuruh Naura duduk, lalu ia pun mencari kapas serta obat-obatan lainnya di kotak P3K. Setelah ia menemukan semua yang ia cari, ia langsung menaruh semuanya di pangkuan Naura.

"Obatin gue," ucap Nata tanpa ekspresi. Tapi di mata Naura, Nata terlihat kesal.

"Bukan salah gue lo terluka."

"Nanti gantian, deh. Tolong obatin makhluk ganteng ini," goda Nata, mengira Naura akan luluh.

Naura mendengus tidak percaya. "Lo pikir, gue bakal berubah pikiran kalau lo mau gantian ngobatin gue?"

"Iya, karena semua cewek di sekolah ini ... berharap ada di posisi lo sekarang." Nata tersenyum penuh arti.

"Oh, ya? Ya udah, lo minta obatin mereka aja."

"Gue maunya lo. Jangan banyak protes, deh. Lo mau gue ... hmm, cium?"

Naura lagi-lagi mendengus, lalu melempar satu bungkus kapas ke wajah Nata. "Nggak lucu."

Nata terkekeh. "Gue emang nggak bercanda."

"Tapi, lo ketawa!" Naura semakin emosi ketika Nata berdiri, melipat tangannya sambil memandang Naura lekat-lekat.

"Bener juga. Ternyata gue bercanda. Gue nggak mungkin mau nyium cewek kayak lo."

Deg.

"Ohh." Rasanya seperti ada paku yang menusuk hati Naura. Cewek kayak gue? Memangnya gue kenapa?

Naura pun bangkit berdiri setelah memindahkan obat-obatan ke ranjang UKS. Ia tersenyum kepada Nata, tapi matanya berkaca-kaca.

"Nat, gue nggak terlalu kenal sama lo. Lo juga cuma tahu nama gue. Jadi, gue mau ngasih tahu, cewek kayak gue juga nggak mungkin suka sama cowok kayak lo. Gue tahu diri, jadi, lo nggak perlu khawatir."

Nata terdiam, ia tidak bisa membalas kata-kata Naura. Namun, dadanya entah mengapa terasa sesak. Mata Naura ... terlihat begitu terluka. Lebih parah dari luka yang ada di lututnya.

"Gue mau balik ke kelas. Lo obatin aja luka di wajah lo sendiri. Atau, mending pulang aja. Daripada nyusahin orang asing." Naura berkata setelah melewati Nata, lalu keluar dari UKS dengan tertatih.

"Terus, luka dia, gimana?" gumam Nata merasa sedikit bersalah.

***

Nata diam-diam mengikuti Naura yang berjalan memasuki toilet perempuan. Nata bersandar di dinding dekat toilet, menunggu Naura keluar. Ia mengecek jam tangannya berkali-kali, tapi Naura belum juga keluar dari toilet. Kesabaran Nata mulai habis. Dia kenapa lama banget, sih?

"Muka boleh ganteng, tapi mulutnya astagfirullah! Sabar, sabar, dia mungkin belom pernah ditampar sama cewek kayak gue, kan? Hah, cewek kayak gue? Maksud dia, yang jelek dan gendut, gitu? Fine, gue juga nggak mau nyium cowok kayak dia. Amit-amit!"

Nata menelan ludah setelah mendengar makian dari Naura. Cewek itu ternyata marah besar karena ucapan Nata. "Gue kan nggak bermaksud ngehina fisik dia. Kenapa dia mikir, maksud gue kayak gitu?"

Cewek kayak Naura. Maksud Nata, yang galak dan suka ikut campur. Namun, entah mengapa Naura malah menangkap maksud yang berbeda. Gawat.

Ketika langkah kaki Naura mulai terdengar, Nata langsung kabur dengan cepat karena takut dikira menguping. Walau kenyataannya memang begitu, sih.

Setelah hampir sampai ke kelas, Nata bertemu dengan seseorang yang ingin sekali ia hindari; Resya. Napas Nata masih memburu, ia menatap Resya sambil menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Kenapa? Lo mau ngomong sesuatu?"

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang