Part 9

7.3K 894 431
                                    








Jeno hanya bisa berdiri diam, menyimpan kedua tangannya di dada. Matanya fokus pada seseorang yang kini sedang tertidur lelap di kamarnya. Mengigiti bibir bawah, Jeno terlihat sangat gusar.

"Kamu tau Jeno, saat itu. Aku merasa jika Jaemin adalah milikku. Semua perhatiannya padaku membuatku merasakan sesuatu yang berbeda. Jika saja aku tidak memiliki Haechan. Aku tidak yakin saat ini kita masih bisa berbicara seperti ini"

Ingatan Jeno kembali pada beberapa jam yang lalu. Perkataan Mark benar-benar membuat pikirannya kacau. Apa selama ini Jaemin masih memiliki rasa pada Mark. Atau memang Jaemin tidak bisa melupakan Mark?

Jeno keluar dari kamarnya, berjalan ke samping Jeno membuka pintu kamar Jayden. Bibirnya sedikit tersenyum ketika melihat betapa lucunya bocah itu.

Tangan Jeno meraih jaket yang tidak jauh tersampir disana. Dengan pelan Jeno membawa Jayden kedalam gendongannya. Tanpa membangunkan bocah itu, Jeno berhasil membawa Jayden keluar dari kamarnya.

Jeno mulai menuruni tangga, membawa keponankannya keluar dari rumah itu. Masuk kedalam mobil, Jeno membiarkan Jayden masih tertidur di pangkuannya dengan santai dia menjalankan mobil.

Jalanan bagitu dingin dan sepi,hanya ada beberapa kendaraan yang terlihat. Lagipula orang bodoh mana yang akan berkeliaran di jalan saat jam menunjukkan pukul 3 pagi.

Tak lama Jeno memberhentikan mobilnya di sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Jampir 1 setengah jam Jeno menempuh perjalanan, kini dia sedang berada di pinggiran kota.

Memarkirkan mobil di belakang rumah, Jeno turun dengan Jayden yang masih tertidur. Rumah ini memakai sistem kunci password, menekan beberapa angka Jeno masul kedalam rumah setelah memastikan tidak ada yang mengikuti atau melihatnya.

Semua lampu di rumah ini menyala, Jeno kembali tersenyum saat melihat bagaimana bersihnya rumah ini. tatanan beberapa barang juga masih terlihat rapi. Padahal jika di hitung-hitung, Jeno kesini terakhir 1 bulan yang lalu.

Meletakkan Jayden di salah satu kamar, Jeno kembali meninggalkannya. Kini dia menuju keruang bawah tanah.

Dengan lincah jemarinya membuka password pada pintu. Berjalan ke tengah ruangan, Jeno mendudukkan diri kesebuah kursi.

"Na Jaemin. "

Menyebutkan nama itu, membuat Jeno kembali tersenyum.

Di ruangan ini terdapat beberapa perangkat komputer lengkap dengan beberapa alat elektronik lainnya. Sebenarnya ruangan ini lebih mirip dengan ruang kerja. Hanya saja yang membedakan adalah apa yang ada di dinding ruangan ini.

Semua dinding tertutup dengan beberapa senjata dan beberapa foto. Mulai dari beberapa macam pisau dan pistol ada di sini. Belum lagi beberapa mata tombak.

Jika di lihat Jeno seperti seorang kolektor senjata. Tapi hal yang membuatnya sedikit berbeda adalah beberapa foto Jaemin yang terpasang di setiap sisi senjata itu.

Misalkan saja pistol Desert Eagle buatan Israel ini, di sampingnya ada foto Jaemin di saat dia sedang pemotretan di Jeju beberapa bulan lalu. Saat itu ada seorang staff yang dengan lancangnya menggoda Jaemin di depan Jeno, tak hanya itu staff itu juga dengan berani menyentuh Jaemin. menyentuh dalam artian lebih. Tanpa pikir panjang, setelah pulang dari Jeju Jeno mencari orang itu dan menggunakan Desert Eagle untuk melubangi kepalanya.

Hampir semua senjata disini Jeno sudah pernah menggunakannya. Tentu saja menggunakan untuk melukai atau bahkan membunuh orang-orang yang menyentuh Jaeminnya.

"Apa aku harus menambah senjata disini lagi, tapi apa aku bisa menggunakan senjata itu untuk melenyapkan orang itu." Monolog Jeno,

Tangannya meraih layar komputer yang menampilkan foto Jaemin disana sebelum membuka laci dan mengambil sebuah kotak berwarna hitam lengkap dengan pita di atasnya. Jeno tersenyum saat melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.

My Rival is My Brother (End) {Book 3}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang