Bab Dua

13.2K 707 8
                                    

Sepi

Aku menghabiskan waktu dengan berbaring di kasur tipis ini. Pandanganku mengarah pada langit-langit karena memikirkan banyak hal. Pertama kita kali aku membuka mata hanya ruangan dengan lebar kira-kira lima meter persegi yang menyambut ku. Di sekeliling ku hanya ada tembok dan jeruji besi sebagai tempat untuk keluar masuk penjara ini.

Tidak ada apapun di ruang tempat aku di sekap, hanya tembok, aku dan kasur tipis.
Cahaya yang yang masuk dari jendela hanya untuk menjaga agar aku bisa melihat walaupun remang-remang. Sungguh aku merasa ngeri memikirkan bagaimana mungkin ada orang yang kurang kerjaan menghabiskan waktu mengatur ruangan tidak lebih tepatnya mengatur penjara seperti ini. Segala nya nampak diatur sedemikian rupa hingga aku tidak mendapatkan rangsangan apapun, baik itu panas, dingin, sakit bahkan sedikit cahaya terang. Penculikku bahkan tidak mengijinkan suara apapun terdengar di telingaku. Hanya kekosongan yang aku rasakan bahkan aku berpikir jika indra perasaku juga perlahan tidak berfungsi.
Aku bisa gila jika berada terus di ruangan ini.

"Hik hik..."

Putus asa, benar. Aku sangat putus asa dengan keadaanku. Aku memperkirakan jika sudah seharian aku berada di tempat ini, sebab cahaya matahari dari jendela mulai menghilang. Digantikan dengan kegelapan yang perlahan mulai menelanku.

Tik tik

Sesaat mata kemudian pencahayaan ini di gantikan oleh bola lampu kamar yang lagi-lagi tidak memiliki cahaya yang terang
Hanya cukup agar aku merasa tidak buta. Sebuah siksaan mental yang mengerikan untuk gadis remaja seperti ku.

"Ibu...ayah...hik Sakura takut hik."

Aku menarik lututku agar menempel di dadaku. Memeluk erat hal yang satu-satunya dapat ku peluk saat ini.
Aku tidak tau apa salahku sampai menjadi korban penculikan seperti ini.

Cekrek

Sang penculik muncul. Jantungku berdegup kencang menunggu sosoknya muncul dari balik jeruji yang tidak terkena cahaya. Aku ingin tahu siapa orang ini, kenapa ia menculikku. Dan pertanyaan terpenting, kenapa harus aku.

"Kau lapar?"

Sebuah kejutan besar. Pria penculikku muncul membawa makanan dan bertanya apakah aku lapar? Adakah hal lain yang lebih lucu lagi?
Inikah jenis penculik yang menunjukkan sisi manusiawi nya seperti yang aku baca di komik?

Baru aku menyadari jika perutku terasa lapar. Ini semua karena penculik sialan yang menahanku di tempat yang mampu melumpuhkan indra perasa. Bahkan rasa lapar dan haus yang seharusnya menyerangku sedari tadi menjadi tidak terasa.

Langkahnya terus bergema, semakin lama semakin dekat.
Nafasku memburu seiring menipisnya jarak di antara kami.
Aku masih belum bisa melihat dengan jelas wajahnya karena pencahayaan yang buruk.

Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan langkahnya ke arahku dengan tenang.

"Oh Tuhan..."

Ternyata dia adalah pria tampan yang selalu menatap bunga sakura di luar sekolah ku. Sungguh kejutan yang menyenangkan atau lebih tepatnya mengerikan.

"Ma..mau apa kau?" Aku bertanya dengan nada takut.

Mendapatkan tangannya terangkat ingin menyentuhku rasa panik langsung membuatku kalap. Aku berusaha melarikan diri dengan berlari menuju pintu jeruji besi. Tanganku yang terikat tidak menghalangiku untuk mencoba melarikan diri. Bodoh bukan?

Sesuai dugaan, walaupun aku berusaha sekuat tenaga membuka pintu jeruji besi ternyata pintu itu tidak bergerak sedikitpun. Tubuhku merosot ke lantai, aku menangis tersedu-sedu karena rasa takut dan putus asa.
Tanpa di duga, pria itu mengangkat tubuhku. Membawa ku kembali ke ranjang tipis. Mengamati diriku lalu mulai membenahi baju dan rambutku yang kusut.
Jujur saja aku bingung dengan maksud pria ini. Untuk apa dia menculikku, harta atau sekedar bermain-main.

"Makanlah," perintahnya.

Tangannya memegang sendok dan mengambil nasi beserta beberapa lauk dan sayur menuju mulutku. Secara mengejutkan aku menurutinya menuruti perintah orang ini.
Mungkin rasa putus asa ku membuatku menurut segala perintahnya walau dengan tubuh bergetar.

Sesuap, dua suap, lama kelamaan makanan yang berisi nasi dan sup miso itu habis.
Sudut bibirnya terangkat sedikit dan memujiku," gadis pintar."

"Apa kau akan membunuhku?"
Demi Tuhan itu pertanyaan terbodoh yang pernah keluar dari mulutku. Tapi aku tidak tahan untuk tidak bertanya.

Sudut bibirnya yang sedikit melengkung turun.
Kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan aku di tempat ini lagi.

Oh Tuhan, aku takut sekali, sendirian di tempat seperti ini. Aku sungguh tidak sanggup.

"Tuan keluarkan aku, tolong. Aku takut di sini hik tuan!"

Aku berteriak-teriak, mungkin sepanjang malam aku menghabiskan waktu dengan berteriak. Ada atau tidak ada orang yang mendengar aku tidak perduli. Yang kubutuhkan hanya sesuatu yang merangsang indra ku baik itu suara atau suhu ruangan. Karena kelelahan aku tidak sanggup bersuara lagi. Mataku memberat dan aku tertidur.

TBC

My Self ( NC 21+).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang