Part 9. Bidadari.

3.6K 314 6
                                    

Part 9. Bidadari

Siswa-siswi kelas X.2 mendesah lega saat mendengar bel istirahat kedua berbunyi. Ketegangan didalam kelas itu langsung lenyap seketiga. Pak Yuno yang mengajar mata pelajaran kimia beranjak dari papan tulis ke meja guru, membereskan buku dan peralatan mengajarnya kemudian bersiap untuk keluar kelas.

"Sampai disini pelajaran hari ini. Senin depan saya akan memeriksa tugas kalian." sahut Pak Yuno kemudian berjalan keluar kelas.

Seketika kelas menjadi ribut, Putri mendesah panjang. "Buset itu guru, baru juga hari pertama mengajar udah ada tugas aja."

Rina yang berada disamping Putri menoleh. "Iya. Tuh guru nggak ada santai juga. Saat guru lain memperkenalkan diri, tuh guru malah to the poin langsung ngajar. Hah! Malah dia yang jadi wali kelas lagi."

"Pusing gue. Minggir dah, gue mau dinginkan kepala gue dulu." Kata Putri.

"Mau kemana?" Rina berdiri dan keluar dari bangkunya.

"Gue mau sholat. Lo nggak sholat?" Putri juga beranjak dari bangkunya.

Rina nyengir, gadis itu kemudian berjalan ke depan kelasnya. "Lo aja, gue nanti."

Putri menggeleng. "Nanti kapan? Nanti kalau mati?"

Rina mengangkat bahunya acuh kemudian keluar kelas bergabung dengan teman sekelasnya yang duduk di pinggir koridor kelas. Putri mendesah, dia kemudian melihat Zahra yang berjalan keluar kelas.

"Zah!"

Zahra berbalik. "Iya?"

"Mau sholat?"

Zahra mengangguk.

Putri langsung berlari ke arah Zahra dan berjalan di samping gadis itu. "Bareng, ya?"

Mereka berjalan ke Musholla sekolah yang berada dibagian depan sekolahnya.

"Zahra!"

Mereka berdua berbalik dan melihat Zahril dan Zul berjalan ke arahnya. Zul terlihat sangat senang saat melihat Zahra, terbukti dari binar di wajah pria itu. Lain dengan Zahril yang memasang tampang dingin, seperti biasanya.

"Lo kenal bidadari gue, Ril?" Sahut Zul yang sudah berdiri di depan Putri dengan pandangan tidak lepas pada wajah Zahra. "Bantu gue kenalan sama dia. Nanti gue gratisin lo di kafe gue, asal lo mau bantu gue."Lanjutnya sangat pelan hingga hanya Zahril yang bisa mendengarnya.

"Gue nggak bakalan biarin lo deketin adek gue." Sahut Zahril bergerak ke samping Zahra dan menarik gadis itu untuk melanjutkan langkahnya meninggalkan Zul yang terdiam.

Zul terdiam, berusaha memikirkan maksud perkataan sahabatnya tadi. Otaknya yang selalu encer dengan pertanyaan-pertanyaan mata pelajaran mendadak blank, "tunggu dulu. Adek?" Ucapnya bego.

"Iyya, Kak. Kak Zahril dengan Zahra bersaudara. Adek-kakak an." Sahut Putri. "Tapi keliatannya mereka kayak pacaran, ya, kak? Kak Zahril romantis sama Zahra." Putri memperhatikan Zahril dan Zahra yang sudah sampai di Musholla.

"Oh," Zul hanya berguman, kemudian seperti tersadar sesuatu, pria itu membulatkan matanya. "Mampus! Jadi Malaikat gue bersaudara sama sih kutub itu?"

Putri berbalik menatap Zul dengan bingung. "Kenapa, Kak?"

Zul melirik Putri. "Itu artinya gue nggak bakalan bisa pacari tuh cewek. Arrrr.. pupus sudah harapan pangeran."

Putri bergidik menatap Zul, tidak percaya dengan perubahan sikap pria itu. Wajah tampan itu berbanding terbalik dengan sikapnya. Dengan cepat Putri melangkah meninggalkan Zul yang masih berdiri ditempatnya yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia ketahui, tapi pria itu langsung menyusul saat mendengar azan sudah berkumandang.

.
.
.
.
.

Bel pulang berbunyi, koridor yang tadinya sunyi langsung ramai dengan siswa-siswi yang akan pulang. Zahril memasukkan bukunya dengan tenang, mengabaikan teman sekelasnya yang sudah heboh sendiri ingin cepat keluar kelas. Pria itu menarik resleting tasnya kemudian meraih tali tas dan menggantungnya di bahu kanan.

Zahril yang ingin beranjak berdiri urung saat melihat teman sekelasnya berdesak-desakkan di depan pintu. Pria itu terdiam, memilih menunggu sebentar dan beranjak keluar kelas ketika kelasnya sudah mulai sunyi.

Zahril melangkah di koridor dengan mata yang tertunduk memperhatikan jalannya. Pria itu berbelok ke gedung selatan kelas sepuluh untuk menjemput Zahra ketika dirasanya ada seseorang yang mengikuti.

Dia berbalik kemudian menyergit melihat Zul yang menyengir di belakangnya. "Ngapain lo ngikutin gue?"

Zul terkekeh. "Siapa yang ngikutin, pede amat lo. Gue mau jalan kali ke parkiran."

Zahril mengangkat alisnya. "Parkiran? Yang benar saja lo, parkiran kan di depan. Kenapa lo malah ke gedung selatan?" Tanya pria itu heran.

Zul berjalan mendekat merangkul bahu Zahril dan mengajaknya berjalan. "Gue mah cowok hits, punya gebetan. Nggak kayak lo yang polos-polos gemasin."

Zahril mendengus tapi memilih diam hingga mereka sampai di depan kelas X.2 yang baru saja bubar. Pria itu menatap satu persatu siwa yang keluar kelas dan saat melihat Zahra keluar dia langsung berjalan mendekat.

"Zahra!"

Zahra berbalik dan tersenyum, Zul yang masih merangkul Zahril tertegun dan kembali terdiam. Hanya senyum Zahra yang bisa membuat jantungnya berdetak cepat seperti ini, padahal pria itu tahu senyum itu bukan untuknya.

"Udah pulang, kak?" Tanya Zahra saat tiba di depan Zahril, "Eh, ada kak Zul
juga. Assalamualaikum, kak."

"Wa.. walaikumsalam." Zul masih terpaku pada wajah Zahra yang meliriknya sebentar.

"Ngapain lo masih disini? Nggak pergi ngintilin gebetan, lo?" Pertanyaan Zahril membuat pria itu tersadar. "Jangan liat adek gue seperti itu. Nggak bagus, lo nanti bisa kepikiran. Gue nggak mau adek gue nanggung dosa gara-gara lo."

Zul menatap Zahril. "Iya, iya. Ini juga mau pergi elah. Santai bro."

Zahril memutar mata. Setelah Zul pergi, dia mengajak Zahra untuk pulang.

TBC.

PUTRI (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang