La Vie en Rose - #50

4.4K 582 71
                                    

Untuk Jimin, Sakura adalah sesuatu yang sangat berharga. Wanita itu tak bisa disamakan dengan mitos; kucing memiliki sembilan nyawa. Sekalipun Sakura pergi meninggalkannyaㅡselamanyaㅡ, wanita itu tidak akan pernah bisa kembali, dalam artian, sebanyak apapun wanita yang tersebar di dunia, tak ada yang bisa menggantikan posisi Sakura di hatinya.

Pria itu kehilangan nafsu makannya, minat untuk menutup mata guna mengistirahatkan tubuh serta otaknya, serta tak berniat sedikitpun untuk membasuh tubuh yang lengket karena peluh. Jimin tak bisa meninggalkan Sakura sendirian, walau sebenarnya ia tidak pergi dari ruang inap Sakura.

Kali ini, Jimin benar-benar merasakan bagaimana rasanya seorang pangeran yang menunggu dengan sabar putrinya terbangun dari tidur panjangnya. Tiba-tiba, ia teringat akan film kartun Snow white and seven dwarfs. Tidak, tidak, alih-alih sebagai pangeran, ia lebih mirip seperti jelmaan tujuh kurcaci yang menangis tersedu saat tahu jika sang putri tergeletak tak bernyawa akibat tersedak buah apel.

Ia tersenyum getir saat meningat kembali saat dimana ia dan Sakura menonton kartun itu bersama dengan semangkuk popcorn buatan ibu Jimin yang dipegang erat oleh Sakura. Padahal Jimin tahu jika Sakura adalah penggemar berat kartun putri-putrian tersebut, tapi saat itu dengan santainya Jimin berkata, "Kenapa musti dicium? Pukul saja tenggorokannya, nanti apelnya akan keluar dan dia akan hidup lagi!" Dan setelah itu, yang ia dapatkan adalah sebuah pukulan di belakang kepala. "Jadilah pria yang lembut, Jim! Pangeran itu mana tahu jika apel lah penyebab putrinya tertidur?" Protes Sakura, menatap presensi Jimin dengan penuh kekesalan.

Jimin meringis pelan dengan tangan yang turut mengusap kepala belakangnya. Sakura memang kurus, tapi pukulannya itu bisa dikatakan super duper kuat. Membuat Jimin bertanya-tanya, darimana Sakura mendapatkan kekuatan super tersebut? Padahal jelas-jelas tubuhnya ringkih begitu. "Ya tinggal dibawa ke dokter saja, apa susahnya. Inilah yang dikatakan jika manusia harus menggunakan otaknya," celetuk Jimin, membuat hati Sakura benar-benar merasa panas.

"Di zaman seperti itu mana ada dokter, sih?" Keluh Sakura, mencoba meredam emosinya karena perkataan Park Jimin yang terlalu realitas. "Kan di setiap istana pasti ada tabib-tabibnya. Bawa saja ke istana. Mustahil jika di istana sang pangeran tidak ada tabwibbㅡ yak! Aku bisa mati tersedak karena kau menyumpal mulutku dengan popcorn!" Argumen Jimin menjadi berantakan begitu saja karena tiba-tiba saja Sakura menyumpali mulutnya dengan segenggam popcorn. Dan untungnya tidak ada satu butirpun popcorn yang terjun bebas lewat tenggorokan sebelum diseleksi oleh gigi gigi Jimin.

"Soalnya kau berisik, Jim." Sakura sengaja menghentikan perkataannya dan kemudian menolehkan kepalanya kearah Jimin, melanjutkan perkataannya yang tadi sempat ia hentikan. "Oh ya, jika kau pangerannya, apa kau akan mencium putrimu juga jika dia tertidur seperti itu?" Jimin ikut menolehkan kepalanya, membuat dua orang itu saling bertatapan dalam diam. Apa yang harus Jimin jawab?

Tidak akan. Ciuman itu bukan sihir yang bisa membangunkan tuan putri.

Mengingat kejadian lampau tersebut membuat Jimin menjadi emosional. Air matanya terjatuh begitu saja, lolos dari pelupuk mata dan mengalir deras seperti air terjun. Ini kali kedua dia menangis hebat setelah setahun lalu ia menangis selama seminggu penuh karena Sakura menghilang. Padahal tadi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berhenti menangis, tapi saat kenangan itu muncul, air mata sungguh tak bisa lagi ia tahan.

Jimin meraih tangan kanan Sakura yang membiru dan sedikit menghitam karena ditinjak kuat oleh si gila itu. Diciumnya puncak tangan Sakura, lalu digenggamnya dengan sangat erat. "Tanganmu dingin, seperti hatiku," gumamnya. "Haruskah aku menciummu, lalu nanti, seperti sihir, kau akan bangun dari tidurmu? Ini baru beberapa jam, tapi rasanya sudah seperti berbulan-bulan," lanjutnya dengan lirih.

FANGIRL : La Vie en Rose [ PJM ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang