Sudah satu minggu berlalu. Qolbina merasa aman karena mobil yang sama biasa parkir di depan kampusnya tidak terlihat lagi. Namun rasa aman itu tidaklah seperti apa yang dia bayangkan.
“Qolbina, ada keluargamu ingin bertemu di ruang dekan” ujar dosennya.
“Si ... siapa, Pak?” Qolbina mulai takut. Jangan-jangan papanya atau orang suruhan keluarga Dragon.
“Cepat temui. Katanya penting, menyangkut nyawa papamu. Apa papamu sakit?” tanya dosennya.
“Pa ... papa” jantung Qolbina berdetak kencang. Ada apa dengan papanya. Hatinya mulai khawatir.
“Baik, Pak. Saya akan ke sana. Permisi” Qolbina melangkahkan kakinya ke ruang dekan tanpa curiga sedikit pun.
“Ah, Qolbi. Ini ada orang yang ingin bertemu dengan kamu” ujar pak Henri, Dekan di kampusnya ketika melihat Qolbina masuk ke dalam ruangannya.
Qolbina melihat laki-laki bertubuh tegap, duduk membelakanginya. Pria berkemeja abu-abu itu lalu berdiri menghadap Qolbina.
Mata Qolbina membulat ketika melihat sosok pria tersebut dari potongan rambutnya saja seperti ajudan. Tidaak!!! Rasanya dia ingin menjerit dan segera berlari dari ruangan.“Nona Qolbina, saya diperintahkan Tuan untuk menjemput Nona karena papa Nona sekarang ada di rumah sakit” ujar pria itu menatap tajam Qolbina.
Qolbina tidak bisa mempercayai pria di hadapannya itu. Dia pasti suruhan keluarga Dragon. "Tidaak!!. Aku terjebak. Bagaimana ini?" batin Qolbina panik.
“Tapi Pak, saya nggak kenal dengan pria ini” elak Qolbina mencari alasan agar tidak ikut bersama orang suruhan keluarga Dragon.
“Jelas Nona tidak kenal dengan saya, karena saya jarang bertemu dengan Nona” ujar ajudan itu yang tak lain adalah Emran tidak mau kalah.
“Baiklah, Qolbi. Bapak masih ada urusan lain. Silahkan kamu ikut dengannya” perintah pak Henri.
“Tapi ... Pak”
“Ayo, Nona” ajak Emran mempersilahkan Qolbina untuk jalan terlebih dahulu keluar dari ruangan.
Emran tidak tahu kalau sedari tadi Qolbina sedang berpikir panjang bagaimana agar dia bisa lolos dari Emran. Qolbina keluar dari pintu terlebih dahulu dan langsung berlari sebelum Emran mengejarnya.
“Nona!!!” teriak Emran memanggil Qolbina setelah menyadari buruannya kabur dan aksi kejar-kejaran pun terjadi di kampus.
Mahasiswa yang ada di sekitar kampus hanya melihat aksi kejar-kejaran itu tanpa ada yang mau ikut campur.
“Cinta!!!. Tolong!!!!” teriak Qolbina memanggil sahabatnya sambil berlari keluar dari kampus.
Namun percuma hari itu, dia memang belum bertemu dengan Cintary di kampus. Walaupun badannya kecil namun kalau soal berlari, Qolbina jagonya. Emran kewalahan mengejarnya sambil menyusuri koridor kampus yang cukup luas itu. Setelah berhasil keluar dari gerbang kampus, Qolbina merasa sangat lega. Tanpa melihat ke arah depan karena dia terus waspada melihat ke belakang, takut Emran melihatnya. Tiba-tiba Qolbina menabrak sosok tinggi di depannya dan langsung mencekal tangannya.
“Mau kemana?” tanya pria yang telah ditabrak oleh Qolbina.
Qolbina tersentak kaget sambil menatap wajah pria yang ditabraknya. Matanya membulat. Pria itu menatap dingin Qolbina dengan tangan masih mencengkram pergelangan tangannya.
“Lepaskan!!” teriak Qolbina meronta.
“Kamu ternyata liar juga, yah” bisik pria itu yang ternyata adalah Handika, putra William.
“Masuk dan duduk di sana” lanjut Handika membuka pintu lalu mendorong Qolbina masuk ke dalam mobil.
Qolbina mendengus kesal sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit akibat pria yang duduk di sampingnya itu. Tak lama Emran datang menghampiri mobil Handika.
“Em, ayo, kita pulang” ujar Handika sambil membuka kaca mobil. Emran melirik ke dalam mobil, dilihatnya gadis yang berhasil lolos dari kejarannya sudah masuk ke dalam perangkap.
“Siap, Tuan Muda” ujar Emran tersenyum.
Sepanjang perjalanan, Qolbina hanya membisu. Handika sesekali melirik gadis di sampingnya. Dia bisa merasakan aura kebencian pada diri gadis itu. Dilihatnya Qolbina sama sekali tidak mau melirik ke arahnya sedikitpun. Padahal wanita manapun tak berkedip matanya jika melihat sosok Handika yang blasteran itu. Mereka bermimpi dapat berbincang atau sekedar menatap wajah tampan Handika yang cool itu. Namun jangan harap keinginan mereka terwujud. Handika tidak tertarik dengan wanita yang agresif karena melihat sosoknya yang tajir. Makanya dia cukup lama menjomblo.
Sampai di rumah, Handika membawa Qolbina menemui papanya. Papanya tersenyum melihat pengantin yang telah melarikan diri di hari pernikahan.“Selamat datang di keluarga Dragon, Nona Qolbina” sambut William. Qolbina hanya menatap dingin pria yang lebih layak menjadi ayahnya itu.
“Apakah putraku Handika memperlakukanmu tidak baik?” tanya William.
Qolbina menoleh ke arah Handika dengan tatapan dingin. Begitupun sebaliknya dengan Handika. Qolbina sama sekali tidak mau menjawab. Dia seakan-akan telah mengibarkan bendera permusuhan dengan keluarga Dragon. Apa dengan cara seperti ini dia harus melunasi hutang papanya. Seperti tidak ada cara lain saja. Qolbina hanya membatin.
“Baiklah, mungkin dia lelah. Biarkan dia istirahat dulu, Han” perintah William menyerah. Dia harus cepat mengklarifikasi masalah ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.

YOU ARE READING
Exchanged Marriage (Complete)
RomanceQolbina, seorang mahasiswi terpaksa menyetujui tawaran menikah dari papanya karena papanya akan dipenjara jika tidak dapat membayar hutang kepada Dragon Corp. Bina akan dinikahkan dengan pemilik Dragon Corp yang merupakan rekan bisnis papanya. Pemil...