Serigala Betina🐺🐺

11.8K 690 9
                                    

Berat. Itu yang dirasakan Arman pada lengan kirinya. Bahkan lengan kirinya terasa kebas. Arman ingin membuka mata tapi, matanya seperti memiliki keinginan sendiri. Matanya memilih tetap terpejam. Arman bisa mendengar beberapa suara yang sedang berbincang di sudut ruangan. Terkadang beban berat di tangannya mengihilang.

Terkadang juga ada yang mengusap tangan kirinya itu dengan lembut dan perlahan. Terkadang dia mendengar suara Natasha yang datang. Seperti saat ini.

"Siang om,"

"Sudah datang Nat?"

"Baru saja. Bagaimana keadaan Gio, om?"

Helaan berat Arman dengar. Dengan mata tertutup, Arman mendengar suara berat ayahnya yang entah kenapa berbeda dari biasanya.

"Belum sadarkan diri. Dokter bilang, Arman terlalu tertekan. Stress berlebihan dan tidak bisa menahan emosinya. Jadi, begitu semuanya bercampur dan Arman tidak bisa menahannya lagi, ya seperti inilah,"

"Gio tidak akan apa-apa, kan?"

"Semoga. Dokter sempat khawatir tpai, sepertinya kekhawatiran itu tidak terlalu diperlukan,"

Arman bisa mendengar percakapan itu tapi, perlahan percakapan itu tidak lagi terdengar olehnya. Dia kembali jatuh dalam kegelapan.

..........

'Berat!' Batin Arman.

Arman tidak mau terus tidur seperti ini. Dia bosan dan lelah. Arman memaksa untuk membuka matanya. Dan akhirnya, setelah berusaha berkali-kali, mata cokelat itu kembali keluar dari persembunyiannya.

Arman mengerutkan keningnya saat matanya mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan di sekelilingnya. Arman menoleh ke kiri dan melihat punggung seseorang di sebelahnya. Arman tersenyum. Tangan kanannya terangkat mengusap puncak kepala sosok di sebelahnya.

"Mmm?" Sosok itu bergumam.

Arman terkekeh kecil. Dan akhirnya, dia membuka dia melihat tubuh ramping itu terlonjak dan langsung menangis saat tatapan mata mereka bertemu.

"Astaga! Gio!" Pekik sosok itu.

Arman belum sempat berujar apapun saat sosok itu memeluk lehernya erat-erat. Arman hanya bisa mengusap punggungnya dan membiarkan sosok itu menangis sampai puas di bahunya.

"Sudah?" Tanya Arman saat sosok itu menjauhkan diri.

Arman mengusap pipi yang basah oleh airmata itu. Dia tersenyum dan menarik tangan yang masih dia genggam.

Cup!

"Jangan menangis lagi! Aku tidak apa-apa, Asha," ujar Arman setelah mendaratkan satu kecupan di tangan Natasha.

Natasha, dia mengangguk dan tersenyum kecil.

"Aku panggilkan dokter dulu,"

Tangan Natasha yang terulur untuk menekan tombol emergency di tahan oleh Arman.

"I'm fine,"

"Tapi-"

"And I miss you,"

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang