CHAPTER 13

7.3K 667 70
                                    

Bora bangun di pagi hari dan langsung menjalankan morning routine-nya. Mandi dan siap-siap untuk ke kampus apalagi hari ini adalah hari di mana Bora mungkin akan menghancurkan persahabatannya dengan Sera. Membayangkan bagaimana sahabatnya itu akan diculik saja sudah membuat rasa bersalah Bora semakin menumpuk, apalagi kalau dia melihat sendiri.

Pagi ini dia diantar Seokjin ke kampusnya. Di mobil mereka tidak berbicara apapun, hanya fokus pada kegiatan mereka -Bora memandang keluar jendela dan Seokjin fokus ke jalanan- tidak ada satupun dari mereka yang berniat membuka suara.

"Kau benar-benar tidak apa-apa melakukan semua ini?" akhirnya setelah mobil memasuki kawasan perkotaan, Seokjin membuka mulutnya sekadar basa-basi pada Bora walau dia tahu mau bagaimanapun juga Bora tidak setega itu membiarkan sahabatnya diculik. Tapi karena tuntutan "pekerjaan" Bora tidak bisa mengelak. Toh mereka berjanji untuk mengamankan identitas Bora.

"Sudah tidak usah dibahas. Kalian tidak ingin kan aku berubah pikiran dan malah tidak melakukan apa-apa sama sekali?" Seokjin buru-buru menggeleng.

Tentu saja mereka tidak ingin kehilangan uang dengan jumlah fantastis hanya karena tawanan mereka tiba-tiba berubah pikiran dan tidak melakukan apa-apa. Mereka harus mendapatkan uang itu -terlepas dari kekayaan mereka yang sebenarnya sudah melimpah- uang itu berharga untuk mereka.

Begitu tiba di kampus, Bora langsung turun tanpa bicara ataupun hanya sekadar mengucapkan "aku akan tetap melakukannya, kalian tidak perlu khawatir."

Seokjin kembali menancap gasnya keluar dari area kampus yang ramai itu. Menyusuri jalanan Seoul yang cukup ramai di pagi hari dan kembali ke rumah dengan cepat untuk menyiapkan segalanya karena biasanya dia yang bertugas menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan saat melakukan pekerjaan mereka yang kelewat ilegal.

Sedangkan Bora? Dia hanya mengikuti kelas seperti biasa seakan tidak ada beban walaupun dia sangat merasa terbebani dengan tugas yang diberikan mereka padanya. Padahal bisa saja dia diam-diam melapor pada polisi dan menyerahkan ketujuh mafia itu, tapi sesuatu tetap menghalanginya. Dia merasa ada sesuatu di rumah itu yang harus dia cari tahu.

Seperti kenapa Junghwan -kakaknya- mau bergabung dengan mereka dan kenapa juga dia kabur membawa uang mereka, dan kenapa Yoona yang jelas-jelas tidak tau apapun tentang ayahnya yang kabur meninggalkan hutang ikut disandera? Jelas Bora merasa ada sesuatu yang belum dia ketahui di sini, sesuatu yang mungkin malah akan menjerumuskannya semakin dalam ke kehidupan ilegal para mafia itu.
____

Malam harinya benar saja Sera datang dan menemani Bora mengikuti kelas malam. Semuanya berjalan sesuai rencana, tidak ada hambatan sedikitpun dan ini lebih mudah dari yang Bora perkirakan. Selesai kelas, mobil mewah milik Jimin yang terparkir terpisah dari mobil-mobil lain langsung mengalihkan perhatian Bora. Dan disinilah semuanya dimulai.

"Sera-ah.. Bisa tunggu sebentar? Sepertinya itu saudaraku," Bora mulai aktingnya yang tidak terlihat mencurigakan sama sekali. Semua ini sudah ada di skenario yang Bora buat dalam kepalanya, sekarang tinggal bagaimana menjalankannya tanpa terlihat mencurigakan.

"Oh? Baiklah," Sera mengiyakan dan Bora langsung ke mobil Jimin. Jimin keluar mobil,menemani Bora berakting di depan Sera.

"Sera-ah.. Maafkan aku, aku tidak tau kalau dia akan menjemputku malam ini. Aku kira tidak akan ada yang menjemputku. Kau tidak apa kan pulang sendiri?" suara Bora yang memelas serta mukanya yang terlihat sangat bersalah membuat Sera hanya menghela napas panjang dan mengiyakan ucapan Bora begitu saja.

"Sekali lagi aku sangat minta maaf padamu," Sera hanya tersenyum, mungkin senyum terakhirnya yang akan Bora lihat.

Bora langsung masuk ke mobil bersama Jimin. Di dalam mobil mereka hanya terdiam. Jimin tidak berniat membuka suara karena dia tau Bora tidak ingin diajak bercanda atau sekadar basa-basi sekarang. Mereka menyusuri jalanan yang sepi walaupun ini belum terlalu larut dan tiba-tiba saja hujan turun membasahi jalanan yang sepi itu. Membawa Bora pada ingatannya beberapa tahun lalu di saat dirinya mencapai puncak kebencian pada kakaknya sendiri.
____

Bora dan Junghwan tengah menyusuri jalanan yang licin akibat hujan yang mengguyur. Mereka menuruni bukit dan jalanan yang berkelok-kelok membuat Bora sedikit takut karena mobil yang mereka tumpangi bisa tergelincir kapan saja.

Entah juga karena alasan apa Bora mau ikut dengan kakaknya yang memang sudah dia tidak percayai dari dulu untuk menjaga dirinya. Mobil semakin melaju dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya Junghwan membanting setir di tikungan tajam. Sayangnya buka membanting setir ke arah tikungannya, melainkan ke arah sebaliknya membuat mobil jatuh begitu saja ke bawah.

Jeritan yang luar biasa kencangnya terdengar membuat Junghwan harus menutup kupingnya sendiri. Dia bahkan tidak percaya harus melakukan ini pada adiknya sendiri.

"Maafkan aku Bora-ah," Junghwan membuka pintu mobilnya dan terjun bebas dari sana meninggalkan Bora yang berusaha melepaskan seatbelt-nya begitu dia menyadari mobilnya akan jatuh ke dalam danau besar.

"Bajingan!" Bora berhasil membuka seatbelt-nya tapi semua sudah terlambat. Mobilnya masuk ke dalam danau membuat Bora sulit membuka pintu mobil di sampingnya. Berusaha membuka jendela pun rasanya mustahil karena entah kenapa tiba-tiba jendelanya macet dan tidak bisa diturunkan sama sekali.

"Keparat sialan!" Bora memukul-mukul jendela berharap tenaganya bisa mengalahkan tekanan air di luar jendela. Bora beralih ke bangku belakangnya berusaha membuka jendela yang ada di situ juga. Tapi begitu jendela terbuka, air langsung menerobos masuk ke dalam mobil membuat Bora menyadari seharusnya dia diam saja dan menelpon polisi atau apapun selagi mobilnya belum kemasukan air.

Bora itu cerdas, tapi kalau dia sedang menghadapi saat-saat yang membuatnya panik, kecerdasannya seakan luntur begitu saja. Membuat Bora kembali menjadi dirinya yang tidak berdaya dan dirinya yang harus dilindungi.
___

Bora tersentak dan kembali pada kenyataan. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang dia tempati, ini jelas bukan kamarnya. Dia terduduk memegang kepalanya yang entah sejak kapan terasa nyeri.

Pintu kamar terbuka menampakan sosok Namjoon membawa nampan berisi mangkuk dan segelas teh hangat. Dia tersenyum manis sebelum mendekat dan duduk di tepi ranjang.

"B-bagai- ke mana Jimin?" Namjoon hanya tersenyum sambil meletakan nampan dengan mangkuk yang ternyata berisi bubur itu di meja kecil sebelah kasur.

"Mereka sedang menjalankan tugas mereka," Bora terdiam, mengerti jelas apa maksud si ketua kelompok mafia itu.

"Kenapa kau tidak ikut juga?"

"Aku tidak mungkin mengotori tanganku sendiri. Kalau nanti mereka tertangkap ya sudah mereka saja, aku tidak akan mau ikut masuk ke dalam penjara. Lagipula mereka tidak akan berani membawa-bawa namaku saat mereka diinterogasi

Mereka akan saling menyalahkan satu sama lain tapi tidak denganku. Mereka menyebut namaku sekali sama saja mereka bunuh diri namanya. Aku tidak akan sudi masuk penjara, aku yang menyelamatkan mereka, seharusnya mereka berterimakasih karena telah kuselamatkan bukan malah melaporkanku sebagai dalang dari semua ini."

Bora membeku di tempat mendengar keegoisan Kim Namjoon yang kelewat batas. Sebuah kekehan sinis terdengar dari mulut Bora. Namjoon menatap gadis dihadapannya ini dengan tatapan bertanya-tanya.

"Sungguh kau orang teregois yang pernah kutemui. Kau yang menjerumuskan kami semua ke kelompok mafia konyolmu ini dan kau bilang kau malah menyelamatkan kami? Kau gila?" Namjoon hanya tersenyun miring.

"Jaga mulutmu Choi Bora, aku bisa lebih jahat dari yang kau bayangkan," bisikan seduktif di telinga Bora membuat bulu kuduknya meremang. Jelas di sini Bora kalah telak, takut kalau dia memperpanjang perdebatan ini malah dia akan semakin merasa harga dirinya diinjak-injak.

"Aku akan ke kamarku," Bora menyibak selimut yang menutupi kakinya dan menyuruh Namjoon bergeser agar dia bisa turun dari kasur.

"Kenapa?" Namjoon malah semakin mendekat membuat Bora kembali mundur merasa terpojok.

"Kenapa juga aku harus tetap di sini?" Bora membalikkan pertanyaan Namjoon yang membuat mulutnya bungkam tidak bisa menjawab lagi sehingga dia mau tak mau bergeser membiarkan Bora keluar kamarnya. Namjoon menunduk dan mengacak rambutnya frustasi, menyesal karena telah membuat gadisnya itu merasa jijik dengannya.

Iya kalian tidak salah baca. Gadisnya.

Seorang Kim Namjoon terobsesi dengan Choi Bora.

***

Hai hai hai, mau nanya nih kalian lebih suka cara nulis aku yang dari sudut pandang Bora (Bora's POV) ato yang kayak gini aja? Jawab yaah biar nanti kedepannya konsisten gitchuu cara nulisnyaa ehehe

Mafia in Love ✔️ [COMPLETED]Where stories live. Discover now