30-MEMILIH MENJAUH

178 11 0
                                    

Karena kalo sayang, pasti perhatian

A

ri men-dribble bola basketnya mendekati daerah Abel yang sekatang menjadi lawan tandingnya. Ia berusaha fokus pada permainan walau kenyataannya, ia selalu melirik ke pinggir lapangan, tempat dimana Bulan duduk menontonnya.

Setelah seminggu menghilang, gadisnya kini telah kembali walau dengan wajah yang lebih pucat dan lebih tirus.

Bulan juga lebih pendiam, ia hanya akan mengeluarkan suaranya bila diperlukan, tak lagi mengoceh panjang lebar seperti dulu. Kala bunyi peluit panjang terdengar, menandakan permainan telah usai dengan kemenangan di tim Ari. Cowok itu dengan lincah menghampiri kekasihnya.

Hari semakin larut, Alexas memang memiliki agenda bermain basket setiap minggu malam di lapangan dekat rumah Abel. Ari tersenyum saat menerima sodoran minuman dari Bulan.

"Bos, kita duluan". Pamit anak Alexas yang diangguki oleh Ari. Sekarang hanya tersisa Ari dan Bulan.

Mereka berjalan beriringan di jalan setapak. Bulan menghela napas, cepat atau lambat ia memang harus mengatakan ini pada Ari.

"Ari.. ". Panggil Bulan. Dadanya sesak. Ia tak bisa melakukannya tapi, ia harus. Ari menatap bingung kekasihnya hingga ucapan selanjutnya membuat Ari terperanjat. "Kita, putus! ".

"Kenapa? Aku punya salah sama kamu? ". Ari menggenggam tangan Bulan, memberikan goresan pada hati kecil Bulan yang ingin berteriak.

Gak, ri. Kamu gak salah. Bulan sudah memaafkan perbuatan cowok itu tempo hari, bukan karena Ari memberikan hadiah mensive kepadanya, melainkan karena rasa sayang dan cintanya pada Ari lebih besar daripada rasa kecewa dan bencinya.

Bulan menghempaskan genggaman Ari dan menatap nyalang penuh benci. "Kam-, lo gak salah. Dari awal juga, gue gak pernah ada rasa sama lo! Lo itu gak lebih dari sekedar pelampiasan doang".

Bulan dapat melihat tatapan kecewa di dalam mata Ari. Membuatnya merasa menjadi gadis paling bodoh karena membuang orang yang benar-benar tulus mencintainya. Tetapi, ia harus melakukannya, jika tidak Ari takkan pernah bisa bahagia dengan gadis penyakitan sepertinya.

"Kamu bohong! Aku gak percaya! ".

Iya, ti. Aku bohong demi kamu, agar kamu bisa bahagia. "Buat apa gue bohong, gak ada gunanya! Jadi, mending sebelum gue muak dengan pura-pura sayang sama lo. Kita udahan aja! ". Tegas gadis itu. Ia berbalik berjalan mendahului Ari. Tapi, Ari mencekal tangannya.

Ari memandang Bulan dengan pandangan terluka. "Oke, kalo itu yang kamu mau. Tapi, jangan pernah harap rasa sayang aku ke kamu bakal hilang". Ari pergi menjauh. Meninggalkan Bulan yang meluruh jatuh. Tangisnya pecah saat itu juga, hatinya sakit bahkan mengalahkan rasa sakit di kepalanya yang semakin menjadi.

Sebuah lengan melingkarinya, berusaha menguatkan. Bulan melihat wajah dokter Fero yang menatapnya cemas. "Dok.. Hiks... Bulan salah ya.. Hiks...  ".

Fero menggeleng, ia tidak tahu. "Kamu harus segera ke rumah sakit, kita harus cek kondisi kamu".

Fero membantu gadis itu berdiri. Ia memapahnya ke dalam mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit.

🌞🌞🌞

Keluar dari kamar adalah pilihan terakhir Bulan belakangan ini. Jika bukan karena paksaan dari kakaknya untuk bersekolah, maka dapat dipastikan Bulan masih bergelung didalam selimut daripada berjalan melewati lorong.

Sun And Moon(COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang