14.15 - 15

1.9K 233 31
                                    

Memang sebuah penyesalan itu adanya di akhir. Tidak bisa penyesalan itu datangnya di awal. Namanya bukan penyesalan lagi kalau di awal, tapi sebuah perencanaan.

Setiap manusia pasti melakukan kesalahan. Baik sengaja atau pun tidak, baik secara sadar, pun tidak sadar. Semua orang membuat kesalahannya masing-masing. Dan ujung-ujungnya akan disapa oleh penyesalan, lalu menyalakan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi.

Seperti itulah yang saat ini dialami oleh Alif. Dia sangat menyesal, dia menyalakan diri sendiri karena sempat ragu dengan perasaannya sendiri. Setelah dia merasa sudah paham dan yakin dengan perasaannya, yang ada dia malah disambut dengan luka, kecewa, dan juga kehilangan. Sungguh perpaduan yang luar biasa untuk membuat hatinya kembali lebur, berserakan.

Ada denyut nyeri dalam rongga dadanya. Begitu menyesakkan. Membuat pikirannya dilanda kacau.

"Kenapa? Kenapa kamu ninggalin saya, Ilyazka?" Alif bergumam pilu. Mengacak rambutnya frustrasi. Tangannya mencengkram pagar besi kuat-kuat. Melampiaskan rasa sakitnya melalui cengkraman itu. Namun bukannya reda, justru malah semakin menjadi-jadi.

Ini sudah satu minggu Alif kehilangan Ilyazka. Tanpa kabar. Seolah hilang begitu saja. Ponselnya sama sekali tidak bisa dihubungi, pun juga dengan ponsel ibunya Ilyazka. Bahkan kedua sahabat Ilyazka, saat Alif tanya juga tidak tahu di mana keberadaan Ilyazka. Sepertinya mereka memang benar-benar ingin menghindari Alif dan pergi dari kehidupan Alif. Meninggalkan rasa yang sudah telanjur terpatri di hati Alif. Lalu menciptakan luka yang begitu menyakitkan, karena setelah Alif yakin bahwa Ilyazka adalah seseorang yang Allah kirim untuknya, justru kini dia malah pergi meninggalkannya. Tanpa jejak.

Langit malam seakan mengerti keadaan hati Alif saat ini. Sinar rembulan tidak tampak, tertutup oleh gumpalan mega yang membuat suasana malam semakin terlihat kelabu. Alif menghela napasnya, terasa begitu berat.

Kini dia hanya mampu berdoa kepada Allah. Meyakinkan diri sendiri bahwa memang jika Ilyazka adalah jodohnya, mau seberapa pun jauh Ilyazka pergi, maka Allah akan mempertemukan mereka kembali.

Iya, Alif sering menanamkan hal itu ke dalam pikirannya agar hatinya mampu tenang. Namun, rasanya sulit sekali. Kadang dia merasa bisa begitu ikhlas, dan yakin semuanya sudah takdir dari Allah, tapi di sisi lain dia masih merasa sedih, menyesal, dan menyalahkan diri sendiri atas menghilangnya Ilyazka.

Alif memejamkan matanya. Berusaha mengabaikan rasa sakit yang bersarang di hatinya. Namun, setiap kali matanya terpejam, justru malah muncul bayangan Ilyazka di kepalanya.

Alif merasakan kehancuran dalam hatinya, lagi. Di saat seseorang dari masa lalunya kembali datang, justru seseorang yang baru saja datang di hatinya malah pergi meninggalkannya. Sungguh tidak ada yang tahu takdir Allah. Orang-orang datang dan berlalu begitu saja.

"Alif, ayo makan malam." Mamanya Alif datang, mengajak Alif makan malam. Tapi nafsu makan Alif sedang tidak baik. Rasanya perutnya selalu terisi penuh, padahal belum terisi apa-apa.

"Alif sudah kenyang, Ma." Alif menjawab lembut. Disertai senyuman tipis. Meyakinkan sang mama bahwa dia sudah kenyang––mungkin maksud Alif kenyang akan kenyataan pahit yang saat ini dia alami.

"Alif, Mama tahu kamu lagi sedih karena kehilangan Ilyazka. Tapi namanya orang galau itu juga butuh tenaga."

Alif menghela napasnya. Mamanya benar, orang galau juga butuh tenaga. Akhirnya Alif memutuskan untuk ikut makan malam, meski dia sama sekali tidak nafsu makan. Itu juga salah satu cara menghargainya upaya mamanya yang sudah capek-capek masak.

~•~

Setelah salat subuh berjamaah di mushala, Ilyazka memilih untuk duduk di gazebo yang ada di taman belakang rumah kakeknya. Dia menikmati suasana yang selama ini tidak dia dapatkan di kota yang terkenal dengan sebutan metropolis.

14.15Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang