✨🌌tanggung jawab

5.7K 129 2
                                        

Saat kau membohongi diri sendiri dan meninggalkan tanggung jawab di situ kau tengah berlari, dan sayangnya dari jutaan manusia di bumi hanya beberapa pengecut yang melakukannya
••••••••••••••••••••••••••••••••••••

"Dengan dokter Adira?" Tanya seorang pasien, wanita berambut pendek, dengan senyumnya ia duduk di kursi pasien, yang berhadapan langsung dengan dokter di batasi meja kayu tempat di taruhnya satu set Komputer beserta beberapa tumpukan berkas

"Hai! Apa kabar?" Tanya Adira ramah, hanya dengan senyum Adira mengerti gadis di depannya baik-baik saja "sebenarnya saya ke sini buat cerita aja, kalo misalnya kita hamil di usia muda, risikonya apa aja?" Kalimat tersebut membuat Adira bungkam, ia tak sangka gadis yang dulu ia tolong saat hendak menyapa dunia saat masih bayi

"Ya sudah ayo kita atur waktu"

•••

"HAH? KOK BISA ADA MBOK?" Adira tak percaya bahwa mbok Sri baru saja melaporkan ia menemukan kondom di kamar Deva, Adira awalnya tak langsung percaya namun ketika mbok Sri menunjukan buktinya, dan di bungkus yang satunya seperti kosong sudah terpakai membuat Adira panik

"DEVA! KAMU KENAPA SIMPAN BENDA INI?" Tanya Adira frontal, Deva menatap Bundanya tak percaya "enggak.... Deva gak tau itu ap——a" elak Deva namun Adira tak semudah itu percaya

"Deva!" Bentakan Adira membuat Deva semakin bingung "itu Deva beli buat isengin temen kok! Cuma ngeprank!" Deva berbohong, jauh dari kata 'anak iseng' namun hanya ini senjata yang bisa ia gunakan

"Deva! Bunda percaya kali ini aja! Buang ini sekarang!" Bentak Adira lalu melempar benda itu ke Deva dan pergi menjauh menenangkan pikirannya, Deva merasa bersalah apalagi mengetahui Bundanya sosok yang panikan

"Maafin Deva bun..."

•••

Setiap malam Maura hanya di temani air mata, di balkon kamarnya gadis remaja belia ini menatap langit menggantung semau bebannya di sana berharap Tuhan buat semua yang ia alami hanya mimpi

"Hiks... Maura minta maaf ya Tuhan... Maura gak tau harus gimana lagi.." lirihnya dengan air mata yang mengalir bebas membuat setiap sudut dunia sempit di pikirannya, semua mimpi dan rancangan bahkan tentang hari esok saja rasanya seperti sudah pudar

"Maura..."

Suara yang sangat ia kenal, suara Rena, sudah mengabari bahwa kan datang, kini sosok yang sangat Maura butuh datang. Maura menangis bukan lagi dalam diam, kini pecah sudah tangisnya, Rena merengkuh tubuh lemas itu

"Maura... don't be sad..." Rena memeluk erat Maura membalas dengan air mata yang mengalir bebas, rasanya ingin hilang hari itu juga

Sore ini Rena menemani Maura seharian di kamar, tissue-tissue berjatuhan dari ranjang saking banyaknya "gue yakin loe bisa! Sekarang loe cuma butuh jelasin ke Deva ya!" Mungkin sudah ke ratusan kali Rena mengatakan hal yang sama

"Gue takut..."

Itu juga jawaban yang kerap ia dapatkan "gue temenin!"

•••

Pagi ini semua murid menjalankan sebuah ritual hari Senin. Tanda penghormatan pada negara, namun kondisi lelah karena kurang tidur terjadi kepada Maura, wajahnya pucat pasi selama upacara berlangsung, keringat dingin keluar membasahi pelipisnya

Matanya juga sudah sayup, kakinya mulai lemas, terlalu fokus membuat siswa lain tak menggubris perubahan sikap hormat Maura "eh? Si Maura keknya gak enak deh?" Bisik Danisha, seorang petugas pemantau kesehatan upacara

Because this little beat ✨🌌Donde viven las historias. Descúbrelo ahora